Jakarta, Demokratis
Nama besar sang pahlawan nasional Prof Dr H Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), tak bisa dilepaskan dari Padang Panjang, sebuah kota kecil di Sumatera Barat. Sekarang, kota bersejarah ini digaungkan sebagai bagian dari objek wisata sejarah.
Menurut Pemerhati Sejarah Lokal, Fikrul Hanif Sufyan, meski kota ini kecil, tapi punya rekam jejak yang kuat dalam narasi sejarah nasional dan lokal. Kota ini merupakan penghubung dan menjadi gerbang lalu lintas manusia, barang, ideologi, serta modernisasi Islam.
Gagasan menjadikan Padang Panjang sebagai objek wisata sejarah dibahas di sejumlah diskusi. Salah satunya, melalui Seminar Laporan Akhir bertajuk Kajian Wisata Sejarah: Menapak Jejak Hamka dan Normaal School (kini SMAN 1 Padang Panjang) di Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata, Kota Padang Panjang, Rabu (30/12) lalu.
“Di kota ini, Hamka tumbuh berkembang, sejak dibawa hijrah di usia 4 tahun oleh ayah kandungnya, Haji Abdul Karim Amrullah,” jelas Fikrul dalam pemaparannya.
Memiliki gelar Datuk Indomo, sosok yang lebih populer dengan nama pena Hamka ini adalah seorang wartawan hingga menjadikannya sebagai tokoh pers, penulis, pengajar, politisi, sastrawan dan ulama. Salah satu karyanya yang monumental adalah Tafsir Al-Azhar.
Hamka juga tercatat terjun di dunia politik melalui Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) -sampai partai tersebut dibubarkan oleh Presiden pertama, Soekarno, lalu menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif di Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.
Universitas Al-Azhar, Mesir dan Universitas Nasional Malaysia bahkan menganugerahinya gelar doktor kehormatan. Sementara Universitas Moestopo, Jakarta, mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya juga disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah.
Lalu pada 10 November 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganugerahkan Hamka gelar sebagai Pahlawan Nasional.
Terlepas dari itu semua, yang tak boleh dilupa adalah, Hamka pernah menghabiskan sebagian besar hidupnya di Kota Padang Panjang. Bahkan di kota ini, jelas Fikrul, rekam jejak Hamka bisa ditelisik di berbagai titik. Misalnya Masjid Zuamma (Surau Jembatan Besi), Perguruan Thawalib, Diniyah Putri, Gelanggang Pacuan Kuda Bancah Laweh, dan Kauman Padang Panjang.
Kepala Bidang Pemuda dari Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata, Fahmi Darusman menambahkan, jejak Hamka juga bisa ditelusuri di Lubuk Mata Kucing, dan Goa Batu Batirai di Kampung Manggis.
Di Kauman, ujarnya, Hamka punya tempat tersendiri dalam narasi sejarahnya. Pada 1928, ia ditunjuk sebagai Kepala Sekolah (Hoofddirectuur) Tabligh School. Sekolah yang menempati bekas Hotel Merapi tersebut, merupakan institusi pendidikan yang bertujuan menghasilkan kader-kader Muhammadiyah yang tangguh dan siap dikirim ke seluruh Indonesia.
Ujungnya, pasca kemerdekaan, Hamka kemudian terpilih sebagai Ketua Muhammadiyah Daerah Minangkabau, menggantikan posisi Saalah Yusuf Sutan Mangkuto.
Demi terwujudnya wisata sejarah tersebut, sambung Fikrul lagi, beberapa promosi mesti segera diwujudkan pada 2021. Mulai dari sebaran informasi melalui media sosial (medsos) yang digagas generasi milenial, hingga aktivitas sepeda santai ke beberapa titik destinasi Hamka dan Normaal School Padang Panjang.
Wujud konkritnya, beber staf pengajar di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Yayasan Abdi Pendidikan, Payakumbuh ini, tentu beragam. Mulai dari pembangunan museum yang artistik dan elegan, stand kaca untuk tiap titik destinasi, rancangan spot khusus, hingga upaya menggairahkan masyarakat untuk membangun industri kreatif yang bertemakan Hamka.
“Termasuk menghidupkan kembali even bersepeda ontel,” ujar mantannya.
Bila kajian wisata sejarah jejak Hamka dan Normaal School terwujud, masih menurut Fikrul, diharapkan akan bermunculan industri kreatif di tengah masyarakat, yang menghasilkan produk yang berhubungan dengan Hamka dan Normaal School. Diharapkan, hal ini tak hanya menumbuhkan industri kreatif Kota Padang Panjang, tapi juga menjadi kunjungan edukasi.
“Sebab, di kawasan ini pernah hadir komplek Perguruan Kauman Muhammadiyah, Sumatera Thawalib, Diniyah School, Merapi Institut, Madrasah Irsyadunnas, Gubernemen School, Volkschool, dan Normaal School,“ papar Ketua Pusat Data dan Pengkajian Muhammadiyah Minangkabau (PUSDAKUM) Sumatera Barat ini.
Acara seminar laporan akhir ini diikuti peserta dari berbagai unsur. Seperti Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Padang Panjang, dan Perguruan Thawalib.
Lebih jauh, menurut Januardi dari BAPPEDA, keberadaan ayah Hamka, Haji Abdul Karim Amrullah, bahkan juga mesti dihidupkan dan menjadi bagian desain wisata sejarah. “Siapapun penikmat sejarah, pasti tahu dengan sosok beliau,” yakinnya.
Sementara ahli Desain Komunikasi Visual (DKV), Haris Satria menilai, wisata sejarah ini juga diharapkan mampu menggenjot hadirnya wisatawan domestik dan mancanegara. Sebelumnya diketahui, angka statistik kunjungan wisatawan asal Malaysia sebelum pandemi virus Corona naik signifikan.
“Tentu dengan desain wisata sejarah Hamka ini, kita berharap wisatawan mancanegara, terutama dari Malaysia kembali hadir. Dan angkanya naik dari tahun sebelumnya,” ujarnya. (RM/Dem)