Selasa, Oktober 1, 2024

Pancasila Versi Ruslan Abdulgani

Tujuh puluh tujuh tahun negeri ini telah berulang tahun, namun serasa suasana kehidupan yang berwujud keadilan sosialnya bagi seluruh rakyat semakin jauh panggang dari api.

Padahal para pendiri negara ini, telah merumus dan mempatenkan serta mewariskan suatu konsep untuk pedoman berfikir, dan berprilaku hidup sebagai bangsa dan bernegara. Konsep dan pedoman itu bernama Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Namun, pada prakteknya konsep atau pedoman tersebut semakin lama terkesan semakin “diabaikan” publik, fungsi dan tujuannya. Serta diduga publik mulai “lesu” untuk memahami makna, arti, atau hakikat dan tafsir Pancasila dengan sila-silanya itu. Bahkan keberadaannya saat ini, seolah hanya jadi simbol dan beban “kebebasan”, atau sebagai hambatan serta polemik kepentingan politik golongan, bagi kalangan yang berfikiran sempit, amatir dan pragmatis. Situasi itu tampak tampil dengan wajah pembelahan dan klasifikasi strata sosial, dengan tidak lagi malu atau aib bila berprilaku korup, untuk memperkaya diri, keluarga, kelompok dan golonganya. Kemudian merasa bertheologi yang paling benar, dengan “debat” dan saling “hujat”. Kemudian bila berpolitik cuma berkemampuan sebagai “jago kandang” yang menghalalkan segala cara, serta nantinya bermetamorfosa jadi “benalu”, dengan hanya berambisi materi serta pencitraan (kepalsuan), kekuasaan.

Dari serpihan prakata harian Pemuda pada tahun 1949 ini, ada tersurat tafsir naskah Pancasila versi almarhum Ruslan Abdulgani. Terlepas dari pemikirannya soal arti Demokrasi Terpimpin, Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dan lainnya. Mari kita ulas pemikirannya soal arti Pancasila dan rasa Nasionalisme. Menurutnya, berkali-kali telah disinggung bahwa Pancasila itu sebagai guiding principles-nya dari pada masyarakat adil dan makmur, atau masyarakat sosialis Indonesia yang hendak kita bangun bersama itu adalah Pancasila. Juga bahwa blue print, dari pada Kerja Dewan Perancang Nasional itu nanti, seharusnya oleh jiwa Pancasila.

Berhubung dengan hal ini, maka perlu kiranya kita memperdalam perhatian pada persoalan, apakah sangkut paut dan hubungannya Pancasila dengan demokrasi yang seperti sudah dijelaskan. Demokrasi terpimpin mengandung perpaduan dua sila, yakni sila demokrasi dan sila keadilan sosial. Untuk itu, kiranya lebih dahulu kita harus mengupas: 1. Apakah Pancasila itu, dan 2. Apakah hakikat sila demokrasi di dalam Pancasila itu, 3. Apakah hakikat sila keadilan sosial di dalam Pancasila.

Lalu apa kah Pancasila itu? Pancasila adalah nama daripada suatu rangkaian perumusan yang dapat kita baca di dalam. (A) Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Proklamasi tanggal 18 Agustus 1945. Dalam kalimatnya, “Maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada: 1. Ketuhanan yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. 3. Persatuan Indonesia. Dan ke 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Serta ke 5. Dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(B). Mukadimah Konstitusi sementara RIS, pada tahun 1949 dalam kalimat, “Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik Federasi, berdasarkan pengakuan ke Tuhanan yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, dan Keadilan Sosial”.

(C). Mukadimah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia kita yang sekarang ini, dalam kalimat. “Maka demi ini, kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik kesatuan, berdasarkan pengakuan Ketuhanan yang Maha Esa, Perikemanusiaan Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara Hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna”.

(2). Intisari dari ketiga kalimat dalam tiga pembukaan di Undang-Undang Dasar itu, ialah bahwa Negara Republik Indonesia yang kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, dan yang hidup terus hingga dewasa ini, adalah kita dasarkan atas suatu “weltan shaung-ung” atau atas suatu “Filoshofiseche Groundslag” yang kita beri nama Pancasila.

(3). Dengan demikian maka Pancasila itu, adalah nama bagi dasar Negara kita. Selain sebagai dasar Negara, maka Pancasila adalah alat mempersatu bagi seluruh bangsa Indonesia dari Sabang ke Merauke, dalam kehidupan dan perjuangannya sepanjang jalannya sejarah sejak dahulu hingga sekarang. Karena itu, Pancasila harus menjadi cermin sikap kepribadian dan kehidupan bangsa Indonesia.

(4). Sebagai dasar Negara dan alat pemersatu bangsa, maka Pancasila bersifat “statis”. Tetapi Pancasila juga mengandung suatu dinamika, yaitu sebagai suatu “Leitstars”, suatu Bintang Pimpinan yang menghikmati jiwa kita di dalam kehidupan dan perjuangan bangsa sepanjang sejarah. Pancasila menjiwai bangsa untuk menempuh jalan perjuangan yang “riil”, dan tujuan yang penuh dengan daya penarik. Pancasila, merupakan kesatuan bulat, antara realisme dan idealisme.

(5). Kelima sila itu tidak dapat dan tidak boleh dipisah-pisahkan. Hal mana dengan tegas dan indah terlukis dalam lambang Negara, dengan. (A). Di pusat tergambar Bintang yang bersinar cemerlang abadi dari pada Ketuhanan Yang Maha Esa. (B). Pohon Beringin sebagai lambang kebangsaan. (C). Rantai yang terdiri dari pada bergelangan persegi dan bundar dalam sambungan yang tiada putusnya, lambang perikemanusiaan. (D). Banteng lambang kedaulatan rakyat. (E). Kapas dan Padi, lambang kecukupan dan keadilan daripada sandang pangan yang berKeadilan sosial. Dan di bawahnya tertulis “BHINEKA TUNGGAL IKA”.

(6). Lebih dari ini tak akan saya kupas arti Pancasila itu, karena para pemrasaran-pemrasaran lainnya sudah meninjau Pancasila ini dari berbagai sudut dan segi… bersambung “Hakikat dari ke Lima Sila”. ***

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles