Senin, November 25, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pejabat dan Insinyur Liberal Kemana, Viral Korban Banjir Cileksa Bogor Mengungsi

Jakarta, Demokratis

Kembali viral di media sosial penderitaan warga korban banjir, yang kali ini menimpa warga Cileksa Kampung Sukajaya, Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Yang sejak tadi pagi beredar di kalangan masyarakat Sumatera pada hari Rabu pagi (8/1/2020).

Dalam video yang berdurasi selama 0,56 detik tersebut digambarkan korban longsor akibat hujan dan cuaca ekstrim, yang belum pernah menerima bantuan dari sejak tanggal 1 Januari 2020 lalu.

Sebanyak 10 warga harus memilih keluar dari kampungnya karena khawatir terancam kelaparan karena sebab belum ada bantuan yang diterima korban dari aparat.

Salah satu perwakilan dari mereka minta kepada Pemda Kabupeten Bogor agar segera bersikap. “Republik tak bertuan,” kata salah satu perwakilan warga yang mengenakan kaos biru di video tersebut sambil terisak-isak, yang sampai dengan tulisan ini diturunkan belum terkonfirmasi oleh pejabat resmi.

Sementara dari salah satu WA grup di Bogor juga beredar pesan: “Buat teman-teman di grup bila ada pekaian yang sudah tidak dipakai, bisa disumbangkan di masing-masing tempat buat saudara-saudara kita yang kena musibah. Buat di daerah Cilame, Cigudeg dan Jasinga,” kata pesan singkat yang viral setelah banjir.

Dari ibukota Kabupaten Bogor, Kota Cibinong terpantau dua perumahan elite Visar dan Anggraeni yang beralamat di Kelurahan Cibinong dan Karang Asem. Yang bertetangga dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Informasi Geospasial (BIG), kembali terendam banjir akibat Sungai Cikeas meluap setinggi tujuh meter akibat dahsyatnya kerusakan lingkungan di hulu Bogor dimulai sejak orde baru tanpa bisa diatasi oleh pemerintah pusat hingga sekarang.

Yang kini dampaknya mulai terasa setelah tanah pertanian kawasan hijau di kavling-kavling dari Puncak, Sentul hingga Bekasi yang tak lagi jadi lahan hijau yang menjadi sumber serapan air hujan.

Sungai Cikeas yang berhulu dari Puncak, namanya tidak sepopuler Sungai Ciliwung, Cisadane dan Citarum yang menjadi objek proyek APBN para pejabat setiap tahunnya.

Walau meski sungai Cikeas sudah telah dua kali menimbulkan banjir yakni pada bulan Maret 2019 dan 1 Januari 2020 lalu. Sampai sekarang masih belum ada tanda-tanda akan didatangi atau diurus oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dan Pemerintah Pusat. Mulai dari maraknya penyempitan lebar sungai dibandingkan dengan wujud alaminya sejak dahulu, yang bisa dilihat perbandingannya dari Jembatan Tol Sentul Bogor selebar 500 meter setiba di hilirnya hanya cuma tinggal 10 meter.

Mungkin karena  nama sungai Cikeas tidak sangat populer. Sampai Sungai Cikeas yang berhulu  dari Puncak, menyusuri Gunung Pancar, kemungkinan  bisa jadi tidak terdaftar di BSDA PUPR, sehingga dianggap tak perlu diurus oleh pemerintah dengan dibiarkan liar dengan munculnya bangunan ilegal yang sehari-harinya dilintasi oleh Presiden Joko Widodo jika kembali pergi pulang ke Istana Bogor, dengan tanpa anggaran dari APBN satu senpun.

Pada masa banjir tanggal 1 Desember 2020 yang lalu, sebetulnya tak cuma perumahan elite di Cibinong yang terendam banjir selama 5 jam. Meluapnya sungai Cikeas juga mengalir ke hilir  Bekasi Timur yang menimbulkan dampak yang lebih parah yang ditandai dengan banyaknya sampah yang berserakan dan mobil-mobil baru yang dihanyutkan akibat banjir di Harapan Indah, Jatiasih dan sekitarnya.

Hanya Menteri Kesehatan dan Menteri Sosial yang turun ke lapangan seusai banjir surut di Bekasi dengan dibantu oleh aparat TNI dan Polri.

Di media sosial di hari yang sama juga pada tanggal 1 Januari 2020, Setu Cikaret yang berlokasi di kawasan kantor Pemerintahan Kabupaten Bogor dan Rumah Dinas Bupati Bogor diviralkan, airnya meluap sampai ke jalan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Di Kelurahan Wanaherang daerah tetangga Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, sebagian wilayahnya juga terkena banjir akibat meluapnya Setu Wanaherang.

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat 13 tahun lalu yang tersingkir karena menolak liberalisasi hutan di Bogor dan kawasan Wisata Tangkuban Perahu.

Dahulu pernah mengatakan, Belanda menetapkan Bogor sebagai kota dengan 80 persen tutupan kawasan hutan.

Sekarang akibat perubahan tata ruang dan perizinan ilegal dan diperjual belikannya tanah negara dengan hak-hak baru sampai menjadi hak milik.

Bogor yang dahulu daerah hutan yang hijau jadi dirusak.

Akibatnya Bogor sekarang kesohor sebegai penyumbang banjir ke Jakarta. Kini merambah ke Tangerang, Bekasi. Malah kini Kabupaten Bogor dan Kota Bogor yang dijuluki kota dalam hutan sendiri juga sudah rutin kebanjiran tanpa dipedulikan kepala daerahnya.

Ugik Kurniadi insinyur sipil senior menolak disalahkan bahwa sebab akibat banjir di Jakarta akibat ulah insinyur sastra yang asal membangun.

“Sekarang zaman super liberal segalanya diukur dengan uang dan meteri yang dijadikan ukuran sebagai keberhasilan konglomerasi di sekitar penguasa, bung,” katanya.

Alhasil reformasi masih tidak mampu merubahnya karena pemilik modal juga ikut berpolitik di dalamnya. “Ini problem kita sekarang,” paparnya.

“Respon teman teman saya yang ahli sungai dan air di BSDA. Komentarnya begini ; enginneering insinyur akhirnya bablas jika dicampur dengan urusan politik liberal,” sitirnya. (Erwin Kurai)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles