Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pejabat Kemenkeu Ngaku Tak Ada Niat Memajaki Sekolahan

Jakarta, Demokratis

Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengklaim, tidak ada niatan pemerintah untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada sektor pendidikan.

“Tidak ada niat sedikit pun pemerintah mengenakan PPN atas jasa pendidikan umum, apalagi jasa pendidikan yang dikelola oleh yayasan, oleh pihak-pihak yang selama ini digerakkan oleh kepedulian dan misi kemanusiaan, misi sosial,” terang Yustinus dalam diskusi daring Pajak Pendidikan?.

Menurutnya, sekolah yang memiliki tujuan untuk meringankan tugas negara dalam memberikan hak pendidikan kepada seluruh warga negara tidak termasuk dalam skema PPN. Salah satunya seperti sekolah Muhammadiyah.

“Saya meminjam istilah Pak Haedar Nasir Ketua PP Muhammadiyah, kami (Muhammadiyah) itu membantu meringankan tugas negara, mencerdaskan kehidupan anak bangsa, syukur-syukur dibantu, bukan malah dibebani. Dan kita sepakat dalam hal itu. Jadi kami tegaskan tidak ada niat juga untuk memajaki alat seperti,” jelas dia.

Namun, ada satu kondisi yang dikecualikan untuk dibebaskan dari pajak, yakni sekolah yang eksklusif. Di mana hal itu semakin membuat kesenjangan pendidikan di Indonesia semakin besar.

“Banyak menjamur sekolah-sekolah yang sama sekali abai pada misi-misi sosial, mengenakan biaya sangat mahal dan hanya kelompok tertentu yang bisa mengakses, akhirnya ketimpangan dan kesenjangan makin lebar,” imbuhnya.

Alhasil karena sekolah yang besifat elitis itu pun, banyak orang yang tidak bisa mengenyam pendidikan secara memadai. Contohnya adalah seperti satuan pendidikan internasional, lembaga kursus, privat serta pelatihan profesional berbayar.

“Jelas hal seperti ini profit oriented, hal seperti ini bukan misi sosial, boleh enggak (beroperasi), boleh beroperasi, tetapi alangkah baiknya yang bisa mengonsumsi jasa-jasa itu berbagi melalui pajak supaya uangnya bisa dikumpulkan negara, lalu bisa di redistribusi kan untuk membantu pendidikan mereka yang tidak mampu itu prinsip,” ujarnya.

Diketahui, sebelumnya, pemerintah mewacanakan bahan pokok, pendidikan dan kesehatan sebagai objek pajak atau akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini ditujukan sekaligus melakukan pemulihan perekonomian melalui reformasi kebijakan pajak di Indonesia.

“Apa yang dirancang dan diberikan pemerintah, kita ingin memastikan reformasi perpajakan terus dilanjutkan (lewat revisi UU 6/198),” jelas Yustinus.

Langkah ini diambil karena pemerintah juga membutuhkan dana yang besar untuk memulihkan perekonomian, sementara pemerintah sendiri juga telah mengambil bagian dalam hal tersebut dengan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat.

Kenapa memberikan bantuan, karena penerimaan pajak menurun akibat ekonomi yang bergerak lambat. Bahkan untuk menggerakkan ekonomi, pemerintah terpaksa harus utang ke Bank Indonesia (BI) terlebih dahulu.

“Apapun itu, ini  tanggungan yang harus kita bayar di masa mendatang, maka dalam situasi pandemi, pemerintah bertanggungjawab karena harus melakukan utang (ke BI), kelak ketika itu normal, kitalah para warga negara yang kembali mengambil tanggungjawab, membiayai kehidupan sosial kita ini dengan membayar pajak, itu prinsip,” ujarnya.

Saat ini pemerintah telah menggelontorkan insentif sedemikian banyak, seperti pajak UMKM dan pajak karyawan yang ditanggung pemerintah. Begitu juga dengan angsuran pajak perusahaan dengan diskon 50 persen, hingga pembebasan pajak untuk pengadaan barang dan jasa dalam rangka Covid-19.

Jadi, waktu ini tepat untuk mulai memikirkan payung kebijakan untuk memulihkan perekonomian Indonesia melalui pajak. Mulai dari pembahasan kerangka kebijakan sampai apa saja instrumen barang dan yang bisa dikenakan pajak.

“Timing sangat kita jaga, tapi payung kita sediakan mulai dari sekarang, kita nggak tahu kelak akan panas atau akan hujan, tapi kita siapkan. Kenapa baru sekarang, menyusun undang-undang itu tidak mudah, proses politik kadang panjang, kadang pendek, apalagi hal yang sensitif perlu penjelasan. Itulah kenapa kita siapkan Sejak saat ini dan nanti diterapkan ketika kita sudah cukup kondusif dan punya kemampuan ekonomi (mulai pulih), itu yang dapat kami tegaskan,” pungkasnya. (Red/Dem)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles