Subang, Demokratis
Untuk mendukung ketahanan pangan nasional pemerintah telah melaksanakan serangkaian usaha yang bertitik tolak pada sektor pertanian berupa pembangunan di bidang pengairan guna menunjang peningkatan produksi pangan.
Merespon hal itu melalui Kementerian PUPR-RI Cq Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) melaksanakan Rehabilitasi, Peningkatan dan Moderenisasi Jaringan Irigasi SS Macan Cs di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat TA 2020-2022.
Proyek ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi saluran dan mengoptimalkan distribusi air irigasi ke sawah-sawah serta meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi.
Dalam pelaksanaan proyek raksasa itu, BBWSC melalui proses tender menunjuk PT Brantas Abipraya (Persero) – PT Bina Nusa Lestari (KSO) untuk melaksanakan Rehabilitasi, Peningkatan dan Moderenisasi Jaringan Irigasi SS Macan Cs yang dimulai sejak November 2020 lalu, dengan besaran anggaran cukup fantastis mencapai triliunan rupiah bersumber APBN dengan target volume pekerjaan cukup luas yang tersebar di sejumlah titik Irigasi SS Macan Cs untuk jenis pekerjaan pekerjaan galian normalisasi saluran, jalan inspeksi, pasangan batu kali dan lining precast pada dinding saluran.
Site Operasional Manager PT Brantas Abipraya (Persero) Primadi Rahmansyah seperti dilansir jabarekspres.com berharap proyek yang ditargetkan dua tahun rampung dapat meningkatkan kapasitas salauran irigasi, megembalikan fungsi layanan terhadap areal sawah, serta mengembalikan sistem irigasi dengan perbaikan ‘Bangunan Bagi dan Sadap’.
Berdasarkan hasil invetigasi dan keterangan berbagai sumber yang berhasil dihimpun awak media menyebutkan, dalam pelaksanaan proyek rehabilitasi peningkatan dan moderenasisasi jaringan irigasi SS Macan yang dikerjakan oleh pihak penyedia jasa berplat merah (BUMN) itu diduga banyak kejanggalan dan beraroma KKN mulai pada sistem hingga pelaksanaan pekerjaan teknis.
Sebut saja terkait ketidaktransparanan informasi seperti papan nama proyek yang terpasang di beberapa lokasi titik pekerjaan. Dalam papan proyek itu tidak tercantum volume fisik dan nilai anggaran, tapi hanya tercantum nama dan lokasi pekerjaan dengan nomor kontrak HK.02.03/PPK.IRG.II/PJPAC/07/2020, waktu pelaksanaan selama 720 hari kalender, TA 2020-2022 dan penyedia jasa PT Brantas Abipraya/PT BA (Persero) – PT Bina Nusa Perkasa/PT BNP (KSO).
Tidak dicantumkannya volume proyek dan nilai anggaran sepertinya sengaja ditutup-tutupi, padahal bila merujuk UU Nomor 14 Tahun 2008 dalam Pasal 2 ayat (1) sudah diatur bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik. Bagi yang melanggarnya itu dikenakan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta (UU Nomor 14/2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik Jo Pasal 52).
“Tak hanya itu, penyimpangan lainnya kedapatan pekerjaan proyek tersebut diduga disubkontrakan atau dikerjasamakan yang dirahasiakan (kolusi) antara pihak PT BA selaku penyedia jasa dengan pihak lain, kerabat atau famili dari pegawai PT BA (nepotisme), sehingga patut diduga hal ini menjadi motif tindakan koruptif melalui pemanfaatan peluang meraup keuntungan besar dalam hal mensiasati pelaksanaan pekerjaan proyek,” ujar sumber.
Sebagai testimoni seperti diungkapkan beberapa tukang yang mengerjakan tembok penahan tanah (TPT) SS Wanasari, Desa Tanjungrasa yang merupakan salah satu jenis dan titik pekerjaan di antara sejumlah pekerjaan proyek itu.
“Pekerjaan TPT ini, panjang lebih kurang 750 meter, pekerjaannya dibagi kepada tiga pemborong, karena disubkontrakan oleh PT BA,” ungkap mereka kepada peraknews.com.
Perbuatan dugaan KKN itu tidak hanya pada pekerjaan TPT SS Wanasari, tapi juga diduga terjadi masih pada proyek yang sama (BBWSC) yaitu pekerjaan Perkerasan Jalan Tanggul SS Macan Cs dan pekerjaan pemasanagan Beton Precast SS Macan Cs, bahwa selain bahan materialnya menggunakan batu yang diduga tidak sesuai bestek atau perencanaan pekerjaan proyek, teknis pekerjaan pun terkesan asal jadi (asjad), bahkan kini sudah mulai banyak yang rusak, longsor dan material batunya berantakan, diduga tidak maksimal dalam pengerjaan pemadatan.
Ironisnya lagi perusahaan berplat merah ini dalam melakukan pekerjaan pengarugan sepanjang jalan proyek perkerasan jalan menggunakan material tanah arugan dari tambang galian tanah merah (galian C) yang tidak berijin atau menerima material yang ilegal. Salah satunya galian C ilegal yang berada di Desa Gandasari, Kecamatan Cikaum, Kabupaten Subang.
Padahal bila merujuk UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Jo Pasal 161, diatur bila si penampung/pembeli, pengangkut, mengelola dan lai-lain, dikenai sanksi kurungan badan paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Tak hanya itu, jika bagi pengguna pembangunan kontruksi terindikasi menggunakan material dari penambang yang tidak berijin (ilegal) maka kontraktor atau penyedia jasa yang bersangkutan bisa kena pidana.
Aktivis Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi-RI (GNPK-RI) Kabupaten Subang Udin Samsudin SSos saat dimintai tanggapan (7/8/2021) di kediamannya, mengutarakan keprihatinanya bila kelak terbukti adanya penyimpangan pekerjaan fisik dan anggaran dengan berbagai modusnya, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara dan berdampak pada buruknya kualitas pekerjaan, sehingga tidak mampu bertahan lama.
“Apalagi kedapatan informasi yang diduga disembunyikan/dirahasiakan ada apa sesungguhnya. Betapa tidak volume dan nilai anggaran proyek bernilai triliunan rupiah yang tidak dicantumkan pada papan informasi yang dipasang di lokasi proyek, sungguh mengundang kecurigaan,” tegasnya.
Menurutnya, kontraktor ini patut dicurigai, pasalnya berdasarkan fakta empiris di lapangan hasil teknis pekerjaannya diduga sarat beraroma praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Mencermati kondisi seperti ini, pihaknya mendesak aparat penegak hukum (APH) segera menyelidiki kasus-kasus pelanggaran hukum ini. “Jerat oknum pelakunya hingga bisa diseret ke meja hijau. Tak usah menunggu adanya laporan pengaduan, karena hal ini merupakan peristiwa pidana,” tandas Udin.
“Bila terbukti kelak, beri hukuman setimpal, agar ada efek jera karena dana itu berasal dari uang kenduri rakyat yang dihimpun melalui pajak yang benar-benar harus dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.
Untuk konfirmasi seputar temuan proyek ini, awak media berulang kali mendatangi kantor Humas PT Brantas Abipraya (Persero) di Jl Raya Binong-Tanjungsari, Desa Karangwangi, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, namun Humas PT Brantas Abipraya Nana belum berhasil ditemui karena kata stafnya sedang tidak berada di tempat. (Abh)