Indramayu, Demokratis
Adanya pelaporan atau kepedulian dari upaya sejumlah pihak tentang pemberantas gaya hidup korupsi di kota mangga Indramayu, mendapat respon positif dari lembaga Pusat Kajian Setrategis Pembangunan Daerah (PKSPD) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Pada paparannya, Senin (16/12/2024) kepada Demokratis, O,ushj dialambaqa selaku Direktur PKSPD berujar, “Siapapun, baik Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM), maupun yang lainnya, di mana Sekretaris Daerah (Sekda) dan atau setingkat Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), itu menunjukkan kengawuran atau hanya gagah-gagahan saja bahwa lembaga atau komunitasnya ingin memamerkan dirinya bahwa telah melaporkan dugaannya ke KPK.”
Padahal, lanjutnya, kengawuran laporan tersebut karena Sekda dan atau setingkat Kepala SKPD atau Kepala Dinas bukan kewenangan KPK, tapi itu kewenangan kejaksaan atau kepolisian. “Teman-teman LSM dan siapapun, itu karena tidak mau membaca dan atau tidak mau mengerti UU KPK,” katanya.
Menurutnya, KPK hanya menangani perkara setingkat pejabat publik yaitu Bupati, Direktur Utama Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (Legislatif). “Boleh saja, Sekda atau Kepala Dinas (Kadis) dilaporkan ke KPK untuk kepentingan operasi senyap OTT KPK. Itupun laporannya bukan ke Dumas KPK, melainkan melalui mekanisme saluran whistleblower,” lanjutnya.
Lebih jauh dikatakan bahwa Media Cakra Bangsa (MCB) bisanya hanya mengutip berita media Intijaya. MCB mutu jurnalismenya rendah, menunjukkan wartawannya tidak bisa bekerja, hanya ngutip-ngutip saja.
“Sekali lagi, laporan ke KPK tersebut, menunjukkan kengawurannya, dan nilai korupsi yang ditangani KPK itu minimal Rp1 miliaran dalam satu peristiwa perkorupsian, bukan sekian proyek digabungkan,” tambah Diretur PKSPD yang lazim disapa bung O’o.
O’o juga mengatakan, jauh lebih efektif dugaannya dilaporkan saja ke Kejaksaan Negeri (Kejari) dan atau ke Polisi resort (Polres) Indramayu, jika tidak jalan, maka wajib didemo berjilid-jilid, adu kekuatan, karena itu dugaan kebiasaan buruk para Aparat Penegak Hukum (APH) di Bumi Wiralodra tercinta.
“Tak mudah memang ngomongin berantas korupsi, sebab pasal itu ada syarat-syaratnya, syarat yang pokok di antaranya adalah, sapulah kotoran dengan sapu yang bersih, agar terbebas dari kepentingan sempit yang sering sangat pragmatis. Terakhir, berani jujur dan konsisten itu memang ‘mahal’, namun bukan berarti tak terbeli,” pungkasnya. (S Tarigan/Ksm)