Rabu, Oktober 8, 2025

Pembangunan Sekolah Janggal, Kepsek SMAN 1 Bongas Berkilah: Kami Hanya Penerima Manfaat

Indramayu, Demokratis

Bantuan proyek rehabilitasi gedung sekolah untuk terdampak bencana yang diterima oleh Sekolah Menengah Atas Negeri 1 (SMAN 1) Bongas, Kecamatan Bongas, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, penuh kejanggalan dan diduga ada permainan oleh pihak terkait.

Perlengkapan sekolah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) dengan nilai Rp2,33 miliar itu diduga dikerjakan serampangan oleh kontraktor pelaksana CV Archandra Karya, perusahaan asal Kabupaten Sumedang.

Dari penelusuran tim awak media menemukan sejumlah kejanggalan pada pelaksanaan di lapangan. Di antaranya, pada spesifikasi material besi yang digunakan untuk kolom bangunan. Besi yang seharusnya berjenis ulir sesuai standar mutu konstruksi diduga dioplos dengan besi polos.

“Sebagian memang ulir, tapi banyak juga yang polos,” ujar narasumber yang minta dirahasiakan indentitasnya.

Sementara pantauan di lapangan menunjukkan, hampir seluruh kolom praktis dibangun menggunakan besi polos berdiameter 10 milimeter, bahkan dengan ukuran kolom yang bervariasi. Praktik seperti ini, menurut sejumlah ahli teknik sipil, dapat menurunkan daya tahan bangunan terhadap beban dan gempa—padahal proyek ini ditujukan untuk sekolah yang pernah terdampak bencana.

Serta terlihat saat pekerjaan berlangsung tanpa adanya penerapan standar Keselamatan Kerja (K3) dan hampir seluruh pekerja juga  tidak dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD).

Menanggapi tentang pelanggaran K3 oleh kontraktor, pengamat kontruksi, H. Setiawan sangat menyayangkan hal tersebut. Pasalnya, untuk APD itu bukan hanya sebatas peringatan melainkan sudah menjadi kewajiban bagi setiap proyek di pemerintahan.

“Ini sudah menjadi kewajiban dan regulasinya juga ada,” kata dia dikutip fokuskabar.com.

Adapun regulasi, diutarakannya yakni tercantum pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Regulasi ini merupakan dasar utama penerapan K3 di semua tempat kerja, termasuk proyek konstruksi.

Sementara Ajat sebagai pengawas kegiatan dari pihak pelaksana CV Archandra Karya, menampik adanya penyimpangan.

“Sudah sesuai dengan RAB-nya,” ujarnya singkat. Ia menambahkan, pengawasan dari dinas terkait hanya dilakukan sekali dalam seminggu. “Pengawas dari dinas datang setiap hari Jumat,” imbuhnya.

Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 1 Bongas, H Agus Kisbat menjelaskan bahwa pihaknya tidak terlibat perjanjian dalam pembangunan gedung. Menurutnya, semua telah diatur oleh Pemprov Jabar dan sekolah melalui kepsek hanya sebatas terima kunci pada saatnya nanti.

“Tidak bisa ikut campur, sudah ada konsultan pengawas yang bertugas untuk itu,” kata Agus saat dihubungi Demokratis, Selasa (7/10/2025).

Saat ditanyakan kembali kepada Kepsek apakah pelaksana proyek benar-benar bekerja sesuai kontrak dan hasilnya nanti bisa dimanfaatkan secara aman dan layak oleh sekolah, sekali lagi, Kepsek berkilah dengan jawaban bahwa pihaknya hanya sebatas terima kunci adapun soal pemantauan sudah langsung diawasi oleh pihak Kantor Cabang Dinas (KCD IX) Jabar.

Untuk diketahui, padahal dalam sistem pemerintahan, setiap penerima manfaat dari program pemerintah wajib melakukan pengawasan internal. Meskipun tidak ada aturan yang secara eksplisit membebaskan kepala sekolah dari tanggung jawab pengawasan.

Sebaliknya, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 51 menegaskan bahwa kepala sekolah mengelola satuan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dan akuntabilitas.

Sehingga publik berspekulasi jika Kepsek tidak dapat beralasan bahwa seluruh tanggung jawab ada di dinas. Kepsek tetap memiliki kewajiban moral dan administratif untuk mengawasi dan memastikan pembangunan berjalan sesuai ketentuan.

“Teknis dan material, kepsek tidak diinformasikan oleh pemprov. Dalam pengawasan DPRD provinsi. Hal jelasnya tanyakan saja ke konsultan dan pengawas,” imbuh Kepsek.

Di dalam aturan lainnya, meskipun Kepsek bukan pihak dalam kontrak, tetap ada tanggung jawab fungsional dan administratif karena proyek dilaksanakan di lingkungan satuan pendidikan yang ia pimpin. Dasar hukum pengawasan ini ada di poin (a).

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 51 ayat (1); “Pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, dan transparansi.”

Secara tidak langsung, ini berarti Kepsek harus tahu dan ikut memastikan bahwa pembangunan di lingkungannya berjalan sesuai ketentuan, karena hasil akhirnya menjadi aset sekolah. Permendikbud Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan

Pasal 53 ayat (2): “Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan di sekolah, termasuk sarana dan prasarana.”

Artinya, meskipun bukan pelaksana proyek, kepala sekolah tetap bertanggung jawab dalam aspek penggunaan dan kesiapan sarana, sehingga ia wajib mengetahui dan mengawasi proses pembangunan.

Setelah bangunan selesai, aset tersebut diserahkan ke sekolah sebagai pengguna barang daerah.

Jika sejak awal kepala sekolah tidak ikut memantau, berisiko menerima aset yang tidak sesuai spesifikasi, dan itu bisa berimplikasi pada tanggung jawab hukum/administratif.

Sementara itu, Kepala KCD IX, Dewi Nurlaela, menyikapi situasi pada pembangunan rehabilitasi sekolah di SMAN 1 Bongas yang penuh kejanggalan belum memberikan jawaban dan keterangan saat dikonfirmasi Demokratis. (RT)

Related Articles

Latest Articles