Ada ketidakberesan bangsa Indonesia kini ketika memahami sejarah antara tujuan dan kenyataan. Pembelajaran sejarah berantakan. Tidak nyambung. Kita cuma menangkap abu dan tidak menangkap apinya sejarah. Adanya kegagalan pembelajaran sejarah yang telah menimbulkan sejarah itu tiada fungsi. Belajar sejarah dianggap sudah tak berguna lagi. Sebab telah mati suri, useless. Keadaan demikian amat merisaukan. Bagi sejarawan ini penting untuk dianalisis. Terutama apa saja faktor menjadi sebabnya.
Sepertinya kegagalan pembelajaran sejarah merupakan satu kesalahan besar mengingat hal itu berimplikasi banyak. Bayangkan saja bila kita tidak tahu sejarah, kita akan terbentur mencari solve problem. Kita kesulitan bagaimana memperkokoh kebangsaan, bermasalah dalam toleransi dan seterusnya. Alangkah kecilnya suatu bangsa yang tiada sejarahnya. Lagi pula tanpa sejarah kita punya kendala membangun hari depan.
Lantas, pertanyaannya betulkah sejarah itu sudah mati? Kenapa? Kemudian bagaimana menutup kegagalan pembelajaran sejarah tersebut.
Esai ini mencoba memberi analisis berdasar pada konsep sejarah, wawasan ilmu (rational thinking of history), penalaran (reasoning of history), iktibar, perbandingan (comparative of history) dan ibrah, nilai moral (value of history).
Jawaban sederhana dari soal pertama tentang sejarah, sudah mati dalam tinjauan umum ada benarnya. Salah satu indikasi banyak anak-anak kita tak tahu tokoh bangsanya. Artinya anak kita tidak mengerti sejarah. Di antaranya banyak yang manjawab tidak tahu jika ditanya siapa Mohammad Yamin, Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan seterusnya.
Semetara itu mereka lebih kenal Ronaldo atau Messi. Mereka memang pemain bola popular. Mereka yang ikut menjadi pemain di piala dunia di Moskow beberapa waktu lalu. Bagi bangsa kita Ronaldo dan Messi tak penting ketimbang Mohammad Yamin dan Ki Hajar Dewantara.
Terhadap pertanyaan kedua, bagaimana sejarah diajarkan yang benar, bisa dijawab dengan memberlakukan satu usaha baru. Hal itu didasarkan pada hal berikut.
Pertama, sejarah sebagai ilmu (rational). Para ahli meletakkan sejarah dalam lingkup ilmu sosial. Alasannya karena keberadaannya dalam hubungan antara individu, masyarakat dan masyarakat dan individu.
Bahkan secara khusus Auguste A Comte menjelaskan dalam bukunya History of Biology menguraikan tentang manusia sebagai mahluk berpikir. Comte membentangkan tahap-tahap berpikir manusia dari mitos hingga berpikir ilmu. Intinya sejarah harus diurai secara keilmuan. Kedekatan konsep terletak pada sosiologi dan antropologi.
Kedua, sejarah sebagai proses penalaran (reasoning). Mengapa sejarah dikategorikan ke dalam aspek reasoning, karena sejarah itu adalah peristiwa fakta dan logika. Bahkan dalam pepatah Arab disebutkan la kalam wa daal. Tiada kalam (kalimat) tanpa dalil.
Diambil faham, sejarah itu adalah peristiwa dengan fakta yang harus difahami dengan penalaran (reasoning). Pembelajaran sejarah dengan mengaitkan unsur penalaran akan sulit dilakukan. Karena peristiwa masa lalu adalah apa adanya sudah begitu (given).
Ketiga, sejarah sebagai iktibar, perbandingan (comparative). Pembelajaran sejarah dengan comparative dilakukan dengan memahami keberagaman secara diffrential proses intelektual dengan komprehensif (menyeluruh).
Proses ini mengklasifikasi mana yang sama dan mana yang beda. Klasifikasi untuk menarik faham terhadap peristiwa maupun fakta.
Apa dan mana yang harus diambil adalah berdasar faktor yang membedakan itu. Mengambil iktibar, contoh pilihan pada yang telah terjadi.
Keempat, sejarah sebagai nilai moral. Faktor moral merupakan ada nilai atau tidak yang diperoleh dengan mempelajari sejarah. Pembelajaran ini lebih sebagai faktor kunci dalam memahami sejarah. Nilai moral, mengambil yang baik dari satu peristiwa dan dijadikan teladan bencmarking. Mari kita coba tarik simpulan, empat konsep pembelajaran sejarah inilah harus kita tuntaskan. Maksudnya agar sejarah menarik, berguna alias tidak mati.
Oleh karena itu, perlu reaktualisasi dengan empat pilar pembelajaran sejarah seperti paparan di atas.
Berpijak pada (1) ilmu, (2) penalaran, (3) iktibar dan (4) nilai moral secara berkelindan berkesatuan.
Inti maksud bahwa pembelajaran sejarah ada mamfaatnya. Dengan kata lain jangan sampai terjadi kita mempelajari tapi tak mengerti untuk apa. Termasuk adakah yang bisa diselesaikan oleh sejarah pada problem yang dihadapi. Pembelajaran sejarah haruslah berguna dalam menghadapi tantangan dan memberi jalan keluar.
Catatan akhir dengan paparan singkat ini agaknya perlu memberi titik tekan bahwa sejarah dapat menyelesaikan persoalan bangsa. Namun harus didahului dengan pemantapan konsep sejarah itu dalam pembelajaran.
Dengan menghidupkan peristiwa sejarah masa lalu tentang kebenaran, tentang moral. Kita harus menarik butir peristiwa masa lalu dengan mengambil yang terbaik, membuang yang buruk. Inilah yang dituntut dari semangat ucapan jangan melupakan sejarah. Semoga!
Jakarta, 12 Juli 2020