Subang, Demokratis
Merebaknya dugaan tindak pidana korupsi yang melanda di sejumlah lembaga Pemerintahan Desa di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, terkait pengelolaan keuangan desa yang berpotensi merugikan keuangan negara/desa, ini dipicu akibat lemahnya implementasi peraturan perundang-undangan serta lemahnya pengawasan dan penerapan sanksi hukum.
Pengelolaan keuangan desa seharusnya merujuk pada asas-asas transparansi, akuntabel, partisipatif, tertib dan disiplin anggaran sebagaimana diamanatkan Undang-undang Desa dan peraturan pelaksanaannya serta UU Keterbukaan Informasi Publik. Namun aspek-aspek itu disinyalir diabaikan oleh sejumlah oknum kepala desa, hal ini menyebabkan keuangan desa sulit dikontrol, sehingga berpotensi terjadi penyelewengan.
Akan halnya dugaan perbuatan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), kini tengah melanda di tubuh Pemerintahan Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, terkait adanya dugaan penyelewengan penggunaan keuangan desa (baca: Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa/APBDes) yang dijadikan ajang korupsi, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa mencapai puluhan juta bahkan hingga ratusan juta rupiah.
Hasil investigasi dan keterangan berbagai sumber dihimpun awak media menyebutkan, di antara penyelewengan anggaran desa itu yang bersumber dari Dana Desa.
Merujuk pada analisa dan estimasi wajar atas pelaksanaan program sejenis disejumlah desa lainnya, terdapat dugaan kuat terjadinya mark-up anggaran terutama pada kegiatan fisik, modusnya dengan cara mengurangi volume fisik, pengadaan matrial tidak sesuai dengan standar pekerjaan (spek) teknis dan RAB, mark-up upah tenaga kerja (HOK).
Di TA 2024 Desa Jati mendapat gelontoran DD sebesar Rp1.190.967.000 digunakan di antaranya untuk Pembangunan/rehabilitas jaling Rp415.267.200; Sarana Posyandu/Polindes Rp46.540.480; Keadaan mendesak Rp61.200.000; Pelatihan pembinaan lembaga kemasyarakatan Rp6000.000; Operasional pemerintah desa Rp19.462.960; Peningkatan produksi peternakan (alat produksi dan pengolahan peternakan, kandang dll) Rp17.364.360.
Selain itu, dana yang bersumber dari DD diperuntukan ketahanan pangan tidak jelas juntrungannya sementara untuk membiayai program stunting tidak tepat sasaran dan tidak jelas pula.
Di sisi lain sumber Dana Desa tahun sebelumnya yang diperuntukan penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sejak Kadesnya dijabat Ujang S hingga dilanjutkan istrinya Ny Neni Nuryamah sebesar tidak kurang Rp500 jutaan, diperuntukan belanja mobil truk Rp200 jutaan dan Rp300 juta diperuntukan usaha simpan pinjam, namun hingga kini tidak jelas juntrungannya. Tidak pernah ada RAT atau penyamapaian LPj tahunan. Padahal tujuan didirikannya BUMDes untuk memberdayakan masyarakat desa sebagai wilayah yang otonom guna menciptakan usaha-usaha produktif dalam upaya pengentasan kemiskinan, pengangguran dan meningkatkan PADS.
Sementara Wawan selaku ketuanya dikabarkan telah mengundurkan diri dan hingga kini belum ada penggantinya.
Tak hanya sampai di situ, lebih ironisnya penerapan dana bantuan dari Pemerintah Provinsi Jabar sebesar Rp800 jutaan, diperuntukan pembangunan TPT di 2 titik dan normalisasi terkesan membangunnya asal jadi (asjad), indikasinya proyek belum lama dikerjakan kondisi fisiknya sudah rusak, sehingga patut diduga proyek tersebut dijadikan ajang bancakan.
Guna menghindari terjadinya penghakiman oleh media (trial by the press) sebagaimana belakangan ini kerap dikeluhkan oleh narasumber berita akibat kurangnya validasi informasi serta informasi serta keterangan yang diterima, maka dipandang perlu untuk melakukan crosscheck/penelusuran langsung terhadap para pihak terkait dengan permasalahan yang ditemukan, namun sayangnya Kades Jati Ny. Neni Nuryamah saat dikonfirmasi melalui surat No. 10/DMK/Biro-Sbg/VI/2025, perihal permintaan konfirmasi dan klarifikasi, namun Kades Jati tidak berkenan menanggapi.
Terkait terjadinya dugaan KKN yang melanda Pemerintahan Desa Jati, pentolan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) “Kaliber Indonesia Bersatu Bersatu” kabupaten Subang Yadi Supriadi, S.Fil menyesalkan atas perilaku KKN oknum Kades Jati sehingga berdampak dan berpotensi merugikan keuangan negara/daerah/desa.
Yadi saat dihubungi di kantornya belum lama ini menyatakan perbuatan dugaan KKN oknum Kades itu merupakan peristiwa pidana, sehingga aparat penegak hokum (APH) tidak harus menunggu pengaduan, tetapi dapat mencokok langsung terduga pelakunya sepanjang terpenuhinya alat bukti.
“Kami akan membawa kasus ini ke ranah hukum, bila kelak sudah diketemukan fakta-fakta yiridisnya secara legkap,” pungkasnya. (Abh)