Jakarta, Demokratis
Usulan penundaan Pemilu 2024 memantik ragam tanggapan dari berbagai kalangan akademisi dan profesional. Ada yang mendukung, namun banyak juga yang tidak setuju. Salah satunya, Dosen tetap Fakultas Hukum & Sosial Universitas Mathla’ul Anwar, Banten, Mohammad Mara Muda Hermam Sitompul SH MH.
Menurut Herman, jika Pemilihan Umum diundur bisa menimbulkan gejolak dan anarkisme seperti peristiwa 1998. Walau dalam kondisi pandemi Covid-19, pelaksanaan Pemilu harus tepat waktu sebagaimana yang telah disepakati.
“Saya tidak akan membahas dari sudut pandang yurudis ketatanegaraan, termasuk legal standing apabila Pemilu ditunda. Namun kita harus berpikir objektif, apakah penundaan pemilu tidak akan menimbulkan dampak psikologis terhadap rakyat Indonesia,” kata Herman, Senin (21/3/2022).
Pria yang juga menjabat sebagai Wasekjen DPN Peradi ini menegaskan, Pemerintah harus belajar dari kejadian masa lampau, dimana akibat tingkat kesabaran rakyat yang telah sampai titik maksimal, sehingga terjadi tragedi 1998. Pemerintahan Ode Baru tumbang oleh perjuangan mahasiswa bersama-sama tokoh reformasi.
Masih kata Herman, klaim adanya banyak aspirasi mendukung penundaan Pemilu 2024 sungguh sangat diragukan. Konon lagi, wacana penundaan Pemilu digulirkan berdasarkan analisis big data percakapan warganet di media sosial.
“Big datanya sangat diragukan. Sementara beberapa lembaga survei menyebutkan 80 persen publik menolak penundaan pemilu. Jika tetap dipaksanakan, ini akan menimbulkan polemik,” tukasnya. (MH)