Jakarta, Demokratis
Pelaksanaan pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada) diharapkan berjeda 2,5 tahun. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyebut pemilu nasional dilaksanakan terlebih dahulu.
“Sebaiknya ada jeda 2,5 tahun yang didahului oleh pemilu nasional atau formula lain yang dianggap tepat,” kata Siti Zuhro dalam focus group discussion secara virtual bertajuk “Tata Kelola Negara Berdasarkan Paradigma Pancasila”, Rabu (11/8/2021).
Menurut Siti, pengaturan jarak tersebut penting untuk mengamati dan meninjau kembali penyelenggaraan pesta demokrasi sebelumnya. Hasil pengamatan itu, kata Siti, bertujuan meningkatkan penyelenggaraan pemilu di masa depan.
Siti juga menjadikan Pemilu 2019 sebagai bahan evaluasi. Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 justru mengakibatkan petugas pemilihan mengalami kelelahan. Tak hanya itu lebih dari 500 petugas pemilihan meninggal dunia akibat beban kerja yang terlampau berat.
Peristiwa tersebut memperkuat usulan Siti agar pelaksanaan pemilu tidak lagi secara bersamaan. Selain memberikan waktu untuk evaluasi, pemberian jeda juga dapat mengurangi beban kerja para petugas pemilihan.
Siti juga mendorong penyempurnaan sistem pemilu menuju satu formula campuran yang memungkinkan aspek representatif dan akuntabilitas berjalan beriringan.
Menurut Siti, format pemilu yang saat ini sedang diimplementasikan di Indonesia dapat menjadi lebih baik, apabila dalam prosesnya lebih diperlihatkan dialog atau perdebatan serius antar-kandidat tentang agenda bangsa ke depan.
“Perdebatan tentang arah dan strategi kebijakan seperti apa yang ditawarkan oleh para kandidat dalam memajukan daerah atau negara,” tutur Siti.
Dengan memaksimalkan perdebatan, menurut Siti, masyarakat dapat melihat kapabilitas dan akuntabilitas para kandidat pemimpin yang akan dipilih. (Red/Dem)