Bekasi, Demokratis
Ribuan pemulung dan warga sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, kurang peduli terhadap penerapan protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci angan, dan menjaga jarak). Padahal, pemerintah sudah berkali-kali sosialisasi 3M.
“Mereka sepertinya tak peduli dan masa bodoh terhadap ancaman Covid-19. Bahkan, penerapan protokol kesehatan 3M sangat kendur di kalangan pemulung dan warga Bantargebang,” kata Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto, Kamis (17/12/2020), dalam program Zoom Live Beritasatu dengan tema Penerapan Protokol Kesehatan bagi Petugas Kebersihan.
Padahal, kata Bagong, petugas kebersihan di bawah naungan otoritas TPST Bantargebang sudah menerapkan protokol kesehatan. Telah disediakan juga sarana cuci tangan dan hand sanitizer, pekerja dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) seperti masker, sarung tangan, topi/tutup kepala, sepatu bot dan sebagainya.
Dia menilai, ada anggapan di kalangan para pemulung dan warga sekitar merasa kuat menghadapi Covid-19 karena setiap hari bekerja di tempat sampah.
“Apa pun risiko, hambatan, ejekan, dan julukan buruk yang dilekatkan pada pemulung. Mereka mempertaruhkan hidupnya demi sampah meskipun mengancam jiwa. Terlebih lagi, Covid-19 ini tidak memandang bulu, menyerang siapa saja,” imbuhnya.
Dia memerinci, setidaknya para pemulung memperoleh pendapatan dari hasil memungut sampah di area TPST Bantargebang.
“Misalkan, dalam sehari mendapat 30 kg sampah campuran (gabrugan), berarti mengantongi uang Rp 36.000 karena harga plastik kresek yang telah disobek Rp 550/kg. Bahkan April, ketika wabah Covid-19 melanda harga sempat jatuh,” bebernya.
Kehidupan mereka, kata dia, sudah sangat sulit dan jauh dari sejahtera. “Sayangnya, pemulung dan mayoritas warga sekitar TPA Sumurbatu dan TPST Bantargebang tetap melonggarkan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19,” pungkasnya. (BS/Dem)