Subang, Demokratis
Fenomena penambangan Galian C di wilayah Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, telah menjadi sorotan publik. Pasalnya, diduga sejumlah penambang (pengusaha) mengabaikan regulasi yang berlaku.
Aktivitas penambangan yang tidak terkendali ini menimbulkan kerusakan lingkungan, resiko erosi, pencemaran lingkungan, dan gangguan keamanan ketertiban masyarakat kamtibmas.
Baru-baru ini, seorang warga bernama Juhana, penduduk Desa Kotasari, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, angkat suara melalui surat tertulis bernomor 001/PRB/-GC/X/2025, perihal Pemberitahuan Dugaan Penambangan dan Pengangkutan Tanah Merah (Galian C) Ilegal.
Saat Demokratis membaca surat itu, diketahui dilayangkan kepada Bupati Subang, Kadis ESDM Provinsi Jawa Barat, Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Subang, Kapolres Subang/Ditreskrimsus Polda Jabar, Camat Pagaden dan Purwadadi dan ditembuskan ke sejumlah instansi terkait.
Dalam suratnya, Juhana melaporkan lokus kegiatan penambangan dan pengangkutan tanah merah (Galian C) ilegal di Desa Gambarsari (Kec. Pagaden) dan Desa Purwadadi ( Kec. Purwadadi).
Hasil investigasi di lapangan yang ia lakukan menunjukkan adanya dugaan penambangan dan pengangkutan tanah merah (Galian C) ilegal. Dirinya meminta agar pihak berwenang segera mengambil tindakan untuk menghentikan aktivitas ilegal tersebut dan menindak tegas para pelaku.
Penambangan ilegal ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga membahayakan keselamatan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, Juhana meminta agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas penambangan ilegal di wilayah Kabupaten Subang.
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat Subang, dan diharapkan pemerintah dapat segera mengambil tindakan untuk mengatasi masalah ini dan mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah.
Berdasarkan pengamatan lapangan dan data yang diperoleh Juhana memaparkan secara detail, bila kegiatan penambangan dan pengangkutan tanah Galian C terdapat dugaan pelanggaran hukum serius, seperti:
Penambanagan tanpa izin : Material tanah merah diambil tanpa SIPB/IUP dan tanpa ijin lingkungan. Dugaan ini jelas melanggar UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba Jo Pasal 158 yang mengancam pidana bagi pelaku penambangan ilegal.
Pengangkutan ilegal : Truk-truk pengangkut tanah merah tidak dilengkapi surat jalan atau manifest material, sehingga dianggap melanggar PP Nomor 22 Tahun 2021 dan berpotensi terjadi pidana.
Pengiriman lintas tanpa ijin : Material dikirim ke proyek swasta di Losarang-Indramayu, tanpa koordinasi antar daerah, sehingga berpotensi merugikan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), royalti, retribusi dan mengancam ketertiban umum.
Kerusakan lingkungan nyata : Aktivitas ini menimbulkan resiko erosi, pencemaran lingkungan dan gangguan ketertiban masyarakat.
Ketidak jelasan ijin di lokasi : Saat dicek di lokasi Galian C Desa Gambarsari, material tanah merah berwarna hitam dan pengelola (pengusaha) tidak dapat menunjukkan ijin resmi, begitu juga dugaan serupa terjadi di lokasi Galin C Desa Purwadadi.
Atas dasar fakta-fakta itu, Juhana menuntut tindakan segera dari aparat pemerintah daerah dan APH untuk : Segera melakukan razia dan pemeriksaan terhadap seluruh truk pengangkut tanah merah yang melintas jalan Pantura-Subang; Hentikan sementara seluruh pengiriman tanah merah hingga ijin dan legalitas diverifikasi secara resmi; Audit dokumen ijin dan verifikasi lokasi tambang untuk memastikan kepatuhan terhadap UU Minerba, UU Lingkungan Hidup, Perda Subang dan regulasi terkait;
“Tindak tegas pihak yang melakukan penambangan dan pengangkutan ilegal, termasuk penegakan pidana dan administratif sesuai hukum yang berlaku; Memberikan tanggapan resmi secara tertulis kepada dirinya sebagai pelapor, dengan menyertakan hasil pemeriksaan dan langkah yang diambil,” pungkas Juhana.
Tak hanya itu sebuah sumber kepada Demokratis menginformasikan terkait aktifitas penambangan Galian C, bila intansi terkait telah mengutip kepada penambang ilegal (baca: pengusaha) dana puluhan bahkan hingga ratusan juta rupiah konon katanya peruntukan Jaminan Reklamasi (Jamrek).
“Publik mempertanyakan dana itu kini hinggap di mana, bagaimana jika pengusaha ketika memproses permohonan ijinnya tidak dikabulkan,” ungkapnya. (Abh)