Jakarta, Demokratis
Pendidikan usia dini, meskipun tampaknya remeh, namun memiliki peranan penting dan luar biasa untuk masa depan anak. Pendidikan usia dini bagaikan membangun fondasi yang akan menentukan bagaimana perkembangan anak kelak ketika dewasa. Pembentukan pola pikir yang kreatif dan kritis juga terjadi di usia ini. Selain secara kognitif, perkembangan sosial dan emosional yang kelak mempersiapkan anak untuk berkontribusi dalam masyarakat luas juga terjadi di usia-usia ini.
Apapun yang diterima anak di usia emas ini, akan menjadi bekal untuk masa depan mereka sebagai penerus bangsa.
Tidak heran orangtua berlomba-lomba memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka. Belakangan ini banyak kurikulum-kurikulum pendidikan dari mancanegara semakin marak berkembang di Indonesia, salah satu contoh yang banyak diminati orangtua yaitu Montessori.
Sebuah pendekatan pendidikan yang memberikan kebebasan pada anak untuk belajar melalui bermain. Tidak hanya Montessori, ada pula filosofi pendidikan lainnya yang patut dipertimbangkan oleh orang tua, yaitu Reggio Emilia Approach. Krista Endinda, seorang praktisi pendidikan asal Semarang, percaya bahwa pendekatan Reggio Emilia ini merupakan level lanjut dari Montessori.
“Keduanya sama-sama bagus, sama-sama memberikan anak kebebasan. Tapi Reggio Emilia memberikan anak kesempatan eksplorasi lebih mendalam,” kata Krista Endinda, Minggu (3/1/2020).
Krista Endinda sudah dua kali mengunjungi Kota Reggio Emilia di Italia untuk belajar dan menyaksikan langsung bagaimana murid-murid usia 0-6 tahun di kota tersebut dididik dengan pendekatan ini. Sejak kunjungan pertamanya, Krista Endinda segera menerapkan pendekatan tersebut di sekolah yang dikelolanya: Bukit Aksara dan Sanggar Aksara.
“Banyak sekali perkembangan luar biasa yang saya amati. Anak-anak jauh lebih kritis, lebih kreatif, dan lebih mandiri. Mereka lebih fokus dan terlibat dalam topik pembelajaran,” ujarnya.
Menurut Krista Endinda, yang saat ini tengah menjalani studi magister di Bank Street, AS, pendekatan Reggio Emilia ini mendorong anak untuk melakukan penelitian melalui bermain. Penelitian ini cenderung muncul dalam bentuk proyek jangka panjang sesuai minat individual anak. Pembelajaran proyek ini memungkinkan anak untuk mengembangkan fungsi eksekutif otak dan melatih cara berpikir anak hingga level HOTS (High Order Thinking Skills).
Pendekatan Reggio Emilia percaya akan ‘Seratus Bahasa Anak’ yaitu pengembangan dari kecerdasan majemuk. Setiap anak memiliki caranya sendiri untuk belajar, untuk mengekspresikan diri, dan untuk berkomunikasi. Setiap mereka memiliki hak untuk menggunakan seratus bahasa tersebut. Oleh karena itu masing-masing anak di sebuah kelas bisa saja belajar dengan topik yang berbeda pada waktu bersamaan.
Krista Endinda percaya bahwa pendekatan ini efektif mempersiapkan anak untuk menghadapi tantangan jaman di abad ke-21 yang tidak menentu. “Anak belajar cara untuk belajar, bukan belajar konten, atau pengetahuan yang bisa diperoleh lewat Google,” ungkap Krista
Sayangnya belum banyak sekolah yang menawarkan program ini di Indonesia. Sehingga Krista Endinda bertekad untuk membagikan tips-tips dan membantu orangtua mempraktikkan pendekatan ini di rumah melalui akun Instagram pribadinya, @kristaendinda. (Bs/Dem)