Subang, Demokratis
Terbitnya sebagian perijinan perusahaan yang bergerak di bidang industri mainan (boneka) PT Jaya Raya Cipta Indah (JCI) dipertanyakan sejumah kalangan. Tak hanya itu jeda lamanya waktu yang nyaris mencapai kurun waktu satu tahun sejak beroperasinya PT JCI hingga kini ijinnya belum kelar seluruhnya. Sesungguhnya apa yang menjadi kendala?
Hal itu mengemuka saat awak media mewawancarai fungsionaris DPD Laskar Indonesia (LI) Subang seusai digelarnya audiensi antara pihak perusahaan PT JCI dan fugsionaris DPD LI Subang di kantor Managemen PT JCI terletak di Jl Raya Purwadadi, Desa/Kec. Purwadadi, Kabupaten Subang, difasilitasi Kapolsek Purwadadi AKP Asep Sunandar, SH (15/12/2025).
Pentolan DPD LI Subang Alfianto didampingi Sekjen Yadi Supriadi, S.Fil dalam audiensi mempertanyakan, kenapa sebagian surat perijinan seperti PKKPR dan PKPLH bisa terbit, sementara menurut sepengetahuannya sesuai Perda RTRW yang berlaku PT JCI berdiri bukan di Kp. Sidamukti, Desa Wanakerta tetapi terletak di Desa Purwadadi artinya berada di zona kuning (zona perkampungan), jika perijinan terbit berarti mengangkangi Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang RTRW.
“Namun bila referensinya merujuk Perda RTRW Perubahan, hingga kini Perda tsb belum disahkan atau diberlakukan, itu artinya telah terjadi penyelundupan hukum,” tandasnya.
Di kesempatan itu, saat pihak PT JCI yang merupakan perusahaan baru, asetnya dapat beli sebagian milik PT Wilbes Global memperlihatkan dokumen surat perijinan, kata Yadi, diketahui belum lengkap secara keseluruhan.
Sementara unsur pimpinan PT JCI Pian yang didampingi HRD Acep menyatakan dan mengakui bila perijinan belum diperoleh secara lengkap, namun ada arahan dari oknum pejabat DPM PTSP bila PT JCI bisa beroperasi lantaran sedang on proses.
Pejabat itu menganalogikan bila perusahaan/pabrik yang beroperasi seperti di jalur pantura PT PAN PASIFIC, PT C-SITE dsb.
Dari temuan di lapangan terkonfirmasi terkait pengurusan perijinan, kuat dugaan adanya “campur tangan” oknum pejabat DPMPTSP dengan modus pengondisian pihak ketiga sebagai konsultan. Hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) yang mengindikasikan tidak adanya sikap tegas atas beroperasinya PT JCI.
Mestinya Pemkab Subang bertindak tegas secara terukur, bukan sebaliknya terkesan menjadikannya “peluang” sebagai pundi-pundi rupiah.
Berdasarkan fakta lapangan PT JCI sudah beroperasi hamper satu tahun sementara perijinan masih dalam proses hingga saat ini.
Atas fenomena ini fungsionaris DPD LI Subang menyatakan sikap:
- Tindak tegas oknum pejabat yang bermain-main menjadi calo perizinan
- Bupati Subang untuk bersikap tegas atas segala bentuk pelanggaran tidak tebang pilih, guna memenuhi rasa keadilanmasyarakat kabupaten Subang.
Apakah Resiko Hukum Jika Perusahaan Tidak Memiliki Izin Usaha Yang Lengkap?
Sebagai pengingat bila industri yang beroperasi tanpa izin melanggar beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, dengan sanksi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dan peraturan pelaksanannya.
Undang-Undang Utama yang Dilanggar
Dasar hukum utama yang mewajibkan setiap kegiatan usaha, termasuk industri, untuk memiliki perizinan berusaha adalah:
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja: UU ini mengubah pendekatan perizinan dari berbasis izin menjadi berbasis risiko. Setiap kegiatan usaha wajib memiliki perizinan berusaha yang sesuai dengan tingkat risikonya.
- Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepastian hukum).
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian: UU ini mengatur mengenai pembinaan dan pengembangan industri nasional, termasuk kewajiban memiliki Izin Usaha Industri (IUI) pada saat itu, yang kini telah disesuaikan dengan sistem perizinan berbasis risiko.
Sanksi dan Konsekuensi Hukum
Perusahaan atau industri yang beroperasi tanpa izin yang lengkap dianggap ilegal dan berpotensi dikenakan berbagai sanksi, yang dapat bersifat administratif maupun pidana, antara lain:
- Sanksi Administratif: Meliputi teguran tertulis, denda, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan perizinan berusaha.
- Sanksi Pidana: Pelaku usaha yang membandel dan tidak mengurus izin usahanya dapat dikategorikan sebagai pelanggaran dan dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana dapat berupa denda atau pidana penjara, tergantung pada jenis pelanggaran spesifik dan dampak yang ditimbulkan (misalnya, jika terkait dengan pencemaran lingkungan atau produksi produk tertentu tanpa izin edar).
- Sanksi Lingkungan Hidup: Jika industri tersebut menimbulkan pencemaran lingkungan tanpa memiliki Izin Lingkungan atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diwajibkan, sanksi dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat diterapkan, termasuk denda miliaran rupiah dan pidana penjara. (Abdulah)
