Subang, Demokratis
Perilaku korupsi di negeri ini bukan lagi merupakan gejala, melainkan sudah akut dan merupakan bagian dari kehidupan dan kegiatan di hampir semua lini, baik di birokrasi, sosial, ekonomi, budaya dan tak terkecuali di bidang politik.
Hal tersebut tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi juga bisa menghancurkan perekonomian dan menyengsarakan rakyat, dan dalam skala lebih luas juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional sebagai akibat dari efek domino.
Fenomena ini seperti yang melanda di tubuh Pemerintahan Desa Padamulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, terkait penggunaan anggaran desa (baca: Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa/APBDes) bersumber dari Dana Desa (DD), BKUD/K (APBD-II Kab. Subang) Banprov (APBD-I Prov. Jawa Barat), yang nyaris tak tersentuh oleh Inspektorat daerah ataupun aparat penegak hukum (APH), sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa hingga mencapai ratusan juta rupiah.
Hasil investigasi dan keterangan sejumlah sumber menyebutkan kegiatan yang diduga jadi ajang KKN di antaranya bersumber dari Dana Desa (DD) diperuntukaan penyertaan modal BUMDes sebesar ratusan juta rupiah tidak jelas juntrungannya, pasalnya hingga kini tidak ada progresnya.
Tak hanya itu, kegiatan yang dananya diduga dibancak masih dari sumber sama TA 2022 dan 2023 masing-masing Rp.100 jutaan ialah program Ketahanan Pangan diperuntukan bagi kelompok Tani Ternak. Menurut pengakuan Ketua Kelota NW tidak mengetahui juga tidak merasa menerima bantuan dana/anggaran tersebut.
Lalu pembangunan/pelesterisasi /Cor ruas jalan Dsn.Sarpadasih- Santoaan, dengan anggaran Rp.135 jutaan (sumber DD TA 2023) diduga tidak diterapkan, modusnya kata AS alias AJ memanipulasi data di titik kegiatan tersebut (baca: doble/penumpukan). Sementara Kades Padamulya menganggarkan bersumber dari DD tetapi dikerjakan oleh Dinas PUPR dari sumber lain. “ Itu artinya diduga kuat Kades menggunakan dana DD untuk kepentingan pribadi”. Tandas AJ.
Selanjutnya beberapa keterangan Ketua RT di Dsn.Padamulya kedapatan dana BLT DD TA 2022 dan 2023 yang disalurkan hanya satu tahun anggaran sebesar Rp.3,6 juta, mestinya masing-masing KPM mendapat Rp.300 ribu/KPM setiap realisasi Triwulanan.
Tak hanya itu dana stimulan BKUD/K TA 2022 dan 2023 yang diperuntukan pembelian domba di 8 RT masing-masing 10 juta/RT , menurut pengakuan sejumklah Ketua RT ,yang realisasi hanya di Dsn Santoaan masing-masing menerima 1(satu) ekor domba, itupun hanya di 4 RT, RT lainnya tidak menerima.
Begitu pula dana yang bersumber dari Banprov Jawa Barat sebesar ratusan juta sejak diterima bln Juni 2024, namun hingga kini (menyebrang tahun/2025) belum direalisasikan. Turu sumber geram.
Kemudian dana yang dijadikan bancakan bersumber dari Bandes (baca : dana aspirasi/pokir)> Menurut sumber oknum anggota Dewannya saja minta japrem 20-30% dari pagu anggararan. Jika saja Pemdes ybs menggasab dengan besaran prosentase sama aspirator, maka dana yang tersisa/diterapkan hanya separuhnya. “ Makanya lihat saja hasil kegiatan pembangunanya, baru seumur jagung sudah amburadul. Dari 3 titik kegiatan senilai Rp.200 jutaan pembangunannya terkesan asal jadi (Asjad), bahkan pengecoran jalan Gang Asep (Dsn Cipacar-I) kini mangkrak, bahkan belum lama ini sempat didemo oleh masyarakat setempat.
Guna menghindari terjadinya penghakiman oleh media (trial by the press) sebagaimana belakangan ini kerap dikeluhkan oleh narasumber berita akibat kurangnya validasi informasi serta informasi serta keterangan yang diterima, maka dipandang perlu untuk melakukan crosscheck/penelusuran langsung terhadap para pihak terkait dengan permasalahan yang ditemukan, namun sayangnya Kades Padamulya Ade Supriatna saat dikonfirmasi melalui surat terkirim medio DEsember 2024, perihal permintaan konfirmasi dan klarifikasi Ade Supriatna tidak berkenan menanggapi.
Terkait terjadinya dugaan KKN yang melanda Pemerintahan Desa Kiarasari, pentolan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) “Kaliber Indonesia Bersatu” Kabupaten Subang Yadi Supriadi, S.Fil menyesalkan atas perilaku KKN oknum Kades Kiarasari Samsudin sehingga berdampak dan berpotensi merugikan keuangan negara/daerah/desa.
Yadi saat dihubungi di kantornya belum lama ini menyatakan perbuatan dugaan KKN oknum perangkat desa itu merupakan peristiwa pidana, sehingga aparat penegak hokum (APH) tidak harus menunggu pengaduan, tetapi dapat mencokok langsung terduga pelakunya sepanjang terpenuhinya alat bukti.
“Kami akan membawa kasus ini ke ranah hukum, bila kelak sudah diketemukan fakta-fakta yiridisnya secara legkap,” pungkasnya. (Abh)