Subang, Demokratis
Penggunaan anggaran Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau (DBHCHT) Tahun Anggaran 2022 di sejumlah OPD Pemkab Subang senilai Rp5 miliar lebih, diduga sarat penyimpangan dan menabrak Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Demikian diungkapkan Ketua Gerakan Pemuda Islam (GPI) Kabupaten Subang Diny Khaerudin, (2/1/2023) seperti dikutip Jabarpubliser.co.id.
Menurut Diny, DBHCHT merupakan kompensasi dampak dari rokok bagi semua kalangan. Namun dalam prakteknya, pemanfaatkan DBHCHT diduga menyimpang dari ketentuan dan tujuan semula dengan alasan fleksibilitas kebutuhan.
“Tujuan DBHCHT di antaranya untuk mengkompensasi akibat dampak dari rokok. Sehingga penggunaannya tetap harus pada tujuan awal,” katanya.
Lanjut Diny, pemanfaatan DBHCHT tersebut dibagi untuk bidang penegakan hukum, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Dia menambahkan, DBHCHT merupakan penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau yang diberikan kepada pemerintah daerah salah satunya Kabupaten Subang.
“Kami mendesak aparatur hukum untuk segera melakukan cross check terkait apa yang disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Subang, berkenaan masalah dana bagi hasil cukai dan hasil tembakau. Pengalokasian dana tersebut dipaksakan untuk pembelanjaan dan kegiatan yang kurang tepat dan tidak sesuai dengan yang direncanakan awal, padahal seharusnya mengacu pada APBD Kabupaten Subang yang sudah diketok palu,” tandasnya.
Indikasinya, menurut Diny, tidak saja terjadi pada tahap implementasi berupa penggelembungan anggaran program, namun juga pada penentuan prioritas sasaran bentuk-bentuk program yang dibuat oleh tujuh lembaga dinas penerima alokasi anggaran DBHCHT tahun 2022.
“Ini terlihat kasat mata, ketika kita bicara tugas pengawasan serta pemberian sanksi terhadap penggunaan cukai tembakau, yaitu ketentuan Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK.07/2021. Sungguh ironis, ada indikasi penyalahgunaan DBHCHT dan tindak pidana korupsi Pemda yang selama ini concern terhadap isu korupsi dan clean government, namun faktanya hanya digunakan pencitraan semata,” sesalnya.
Menurut Diny, alih-alih mendesain kinerja dan spirit clean government, hingga sukses mendorong perbaikan kesejahteraan masyarakat, namun yang terjadi malah sebaliknya.
“Bukan tidak mungkin distorsi regulasi DBHCHT malah bermuara pada munculnya fenomena korupsi secara kolegial dan sistemik, bahkan konstitusionalistik. Padahal korupsi adalah korupsi!” urainya.
Ditambahkannya, jika merujuk pada upaya pencegahan tindak pidana korupsi, maka semestinya sistemnya dibenahi. Tantangan kita ialah bagaimana mendesain sistem yang mempersulit munculnya celah dan potensi korupsi.
“Pasalnya, sistem yang dikonstruksi secara serampangan, sebagaimana kasat mata pada kasus DBH CHT, banyak sekali penyimpangan yang anggarannya dialihkan ke arah yang tidak jelas dan proyek tertentu, yang sepertinya untuk pencitraan,” pungkasnya.
Hingga berita ini ditayangkan, Demokratis masih belum bisa menghubungi OPD terkait untuk mengkonfirmasi dugaan yang diungkapkan Ketua GPI Subang itu. (Abdulah)