Subang, Demokratis
Ratusan massa aksi yang merupakan gabungan sejumlah Ormas dan LSM di antaranya, LSM AKSI (Anti Korupsi Seluruh Indonesia), perkumpulan Jampang Pantura, LSM Pendekar dan LSM ALSYS (Alternatif System), geruduk kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Subang menuntut penegakan hukum atas sejumlah kasus dugaan korupsi di Subang, (20/1/2022).
Di tengah aksi itu pengunjukrasa menghadiahi Kejari ribuan ‘jangkrik’ yang dilepas di depan kantor Kejari Subang sebagai bentuk ketidak percayaan masyarakat terhadap kinerja Kejari.
Ratusan massa aksi tersebut ketika menampaikan orasi mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian Polres Subang.
Masa aksi saling bergantian dalam melakukan orasinya. Para pentolan LSM dan Ormas meminta aparat penegak hukum (APH) khususnya Kejaksaan Negeri Subang agar mengusut berbagai kasus. Di antaranya, kasus korupsi SPPD fiktif DPRD Subang tahun 2017, kasus dugaan penyimpangan program Upland Manggis Dinas Pertanian, permasalahan alih fungsi lahan oleh PTPN VIII Subang, berbagai temuan BPK dari tahun 2016 hingga 2020 dan kasus-kasus lainnya yang sedang ditangani pihak Kejaksaan Negeri Subang.
Pentolan LSM AKSI, yang juga koordinator gabungan masa aksi demo H Warlan, SE., dalam orasinya di hadapan ratusan aksi masa demo menyampaikan bahwa beberapa kasus yang ditangani pihak Kejaksaan Negeri Subang di antaranya kasus dugaan penyelewengan dana program upland dan kasus SPPD fiktif DPRD Subang tahun 2017 dengan dua terpidana yakni mantan Sekda Subang H Aminudin dan Staf Setwan Johan Maydar, belum selesai.
“Kasus SPPD fiktif ini belum selesai,” teriak Warlan dalam orasinya.
Dia mengaku memiliki dokumen putusan pengadilan SPPD fiktif yang di dalamnya mengindikasikan keterlibatan unsur pimpinan DPRD Subang saat kasus itu terjadi.
Karena itu, pihaknya akan melakukan pelaporan baru kasus SPPD fiktif dengan sejumlah bukti baru berdasarkan dokumen pengadilan tersebut. Sebab pihaknya mempertanyakan kemana aliran uang kasus SPPD senilai Rp835 jutaan itu dinikmatinya.
“Saya akan bikin laporan baru soal kasus SPPD fiktif tersebut, di situ jelas ada kerugian negara Rp835 jutaan, kita pertanyakan kemana uang itu, siapa saja yang menikmatinya. Ini kan harus diusut,” tegasnya.
Pihaknya juga menyebut, SPPD fiktif tersebut sudah jelas dilakukan berdasarkan rapat bamus DPRD, sehingga tidak mungkin tidak diketahui oleh pimpinan dewan.
“Kalau memang di kasus itu ada tandatangan pimpinan yang dipalsukan, kenapa tidak dilaporkan ke penegak hukum, kenapa juga tidak dilakukan uji labfor untuk memastikan otentikasi tandatangan tersebut. Kalau benar ada pemalsuan, itu jelas ranah pidana umum,” tuturnya.
Karena itu, pihaknya mendesak Kejari Subang agar membuka kembali dan melanjutkan penuntasan kasus SPPD fiktif tersebut.
“Harusnya di kasus ini ada tersangka baru kalau penegakan hukumnya dituntaskan,” tegas Warlan.
Usai melakukan audiensi dengan jajaran Kejaksaan Negeri Subang Warlan SE di hadapan para awak media mengatakan bukan kasus SPPD fiktif saja yang akan dikawal dan laporkan, dirinya akan mengawal dan mendesak Kejaksaan Negeri Subang mengenai kasus-kasus korupsi lainnya di antaranya kasus yang begitu seksi yaitu kasus dugaan penyimpangan dana program Upland Dinas Pertanian Subang.
Dalam kasus upland manggis itu menurutnya program ini keliatan seksi tapi dalam kenyataannya tidak transparan padahal anggarannya besar sekali mencapai miliaran rupiah.
Semestinya ketika membuat perjanjian antara Pemkab Subang dengan pihak Kementerian yang tertuang di APBD TA 2021 seharusnya anggarannya disahkan di TA 2020, sementara di TA 2020 tidak menganggarkan program upland, terus apa yang harus dicairkan? “Menurut saya salah, karena harus ada dasar hukumnya dan anggaran tersebut harus disahkan oleh DPRD Subang,” tegasnya.
Untuk alih fungsi lahan, kebanyakan di wilayah selatan. Banyak aktivis yang teriak-teriak tentang tanah yang sudah habis HGU-nya di tahun 2022, ada tiga perusahaan yang telah melakukan MoU dengan PTPN VIII yang diperuntukkan pariwisata.
“Yang dibuat MoU-nya itu adalah tanahnya, apakah pihak PTPN VIII memiliki tanah, menurut saya pihak PTPN tidak memiliki tanah. Pihak PTPN VIII kini hanya punya asetnya saja misalnya pohon, bangunan atau jalan yang sudah diaspal, menurut saya pihak PTPN VIII ketika membuat MoU dengan pihak ketiga dengan materinya adalah keliru salah besar, karena HGU-nya sudah habis. Lebih parahnya lagi Pemerintah Daerahnya telah mengeluarkan ijin untuk perusahaan wisata itu,” jelasnya.
Lanjut Warlan, banyak temuan lainnya yang belum disentuh Kejari Subang dimana ada temuan BPK dari 2016 hingga 2020, banyak kasus-kasus TGR , di mana kerugian negaranya belum dikembalikan, harusnya kerugian negara tersebut limit waktunya selama 60 hari.
Warlan menambahkan bila hasil audensi dengan Kajari, pihak Kejari menjanjikan akan menyelesaikan segala kasus yang sudah ditangani pihak Kejaksaan Negeri Subang.
Saat dikonfirmasi usai aksi demo, Kepala Kejari Subang I Wayan Sumertayasa, didampingi Kasi Intelejen dan Pidsus, mengatakan jika selama ini tidak adanya rilis kasus bukan berarti Kejari Subang tidak bekerja. Dia menegaskan jika Kejari Subang bekerja dengan diawasi masyarakat.
“Sebagai aparat penegak hukum kami dari Kejari Subang dan jajaran bukan berarti tidak bekerja, selama ini kami kerjakan banyak hal yang erat kaitannya dengan penegakan hukum di Subang, namun belum bisa kami sampaikan karena beberapa masih dalam tahap penyelidikan,” katanya.
Sebagai lembaga penegak hukum, Wayan juga menegaskan jika Kejari Subang selama ini sangat mengapresiasi kritik yang datang dari masyarakat, jangankan yang membangun dan positif, yang kritik sebaliknya juga Wayan mengaku jika Kejari Subang selalu tanggapi.
“Kritik itu kan sebagai bahan evaluasi kedepannya, untuk menjadi lebih baik, jadi mau positif atau sebaliknya, kita pasti tanggapi,” tambahnya.
Sekali lagi dia menegaskan jika Kejari Subang diam selama ini bukan berarti tidak bekerja. Di samping terus melakukan reformasi birokrasi Kejari Subang juga sedang melakukan banyak inovasi yang menyeluruh yaitu penegakan hukum.
“Yang jelas tidak ada tebang pilih dalam penegakan hukum, kita juga mau menuntaskan semua kasus aduan hukum yang ada di Subang, namun apa daya kita juga harus disesuaikan dengan SDM yang ada, Jaksa saya juga tidak banyak,” ungkapnya. (Abh)