Subang, Demokratis
Sejumlah LSM dan pemerhati lingkungan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat yang sempat dihubungi awak media baru-baru ini menyatakan pihaknya menengarai bila pengusaha Galian C yang kini marak di sejumlah desa dan kecamatan di Kabupaten Subang kebanyakan diduga bodong alias tidak berijin.
Semestinya para pengusaha ilegal alias bodong yang mengeksplotasi Galian C seperti jenis pasir, baik pasir sedot, ayak atau atras dan tanah merah harus ditutup dan diberi sanksi pidana. Pasalnya jelas-jelas telah merusak lingkungan dan dinilai mengangkangi peraturan perundang-undangan yang berlaku, mulai aspek perijinan, dokumen lingkungan, keselamatan lingkungan, hingga reklamasi pasca penambangan.
Dokumen perijinannya kebanyakan diduga kuat telah habis masa berlakunya alias kadaluwarsa. Bahkan konon beberapa di antaranya tidak mengantongi perijinan sama sekali dari instansi berwenang.
Kendati perijinanannya kadaluwarsa atau sama sekali tidak memiliki ijin, namun nyaris perusahaan Galian C itu tetap beroperasi melakukan kegiatan penambangan alias membandel.
Atas fenomena itu aparat yang berwenang terkesan tutup mata dan membiarkan para pengusaha itu melakukan eksploitasi penambangan secara liar. Ada apa dengan aparat ini yah?
Padahal regulasinya jelas bahwa setiap kegiatan usaha pertambangan Galian C baru bisa dilakukan, ketika setelah memperoleh ijin dari instansi berwenang menerbitkan ijin.
“Seperti tertuang di UU Nomor 4 Tahun 2009, Jo Pasal 158, bahwa Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Ijin Usaha Penambangan (IUP) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 10 miliar. Selain sanksi itu, bisa dikenai sanksi sesuai UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL),” ujar Fungsionaris DPP Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara-RI (LPP-RI) Wahyudin kepada awak media saat dimintai komentarnya seputar perijinan Galian C belum lama ini.
Pihaknya merasa heran, mengapa aparat penegak hukum tidak segera mengambil tindakan, dan instansi yang berperan melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan tidak segera mengambil langkah penertiban.
“Jangan-jangan mandul lantaran bermain mata dengan pengusaha. Boleh jadi miris, lantaran pengusaha Galin C bodong itu dibekingi oknum orang berpengaruh yang menduduki jabatan penting di lembaga-lembaga strategis di Kabupaten Subang atau mungkin gamang lantaran di antara pemiliknya disebut-sebut mantan pejabat penting yang sudah lama malang melintang mengelola Galian C,” cetusnya setengah tanya.
Dari pantauan awak media mendapati di sejumlah lokasi Galian C di antaranya di wilayah Kecamatan Cijambe, Jalancagak, Cipendeuy kondisinya sangat memprihatinkan. Lokasi yang ditambang berbentuk cekungan raksasa dengan kemiringan lerengnya nyaris 90 derajat.
Kondisi itu rentan menimbulkan longsor dan dikhawatirkan bisa menelan korban jiwa, bila sewaktu-waktu terjadi musibah longsor.
Lokasi lainnya yang kini terus berlangsung melakukan penambangan Galian C jenis tanah merah dan diduga tidak memiliki IUP di Kampung Cicondong RT 13/04, Desa Sukamulya, Kecamatan Pagaden.
Hal itu diamini Kepala Desa Sukamulya Amar, dirinya tidak pernah melihat ijin atau legalitas dari pengusaha Galian C. “Saya mengetahui baru ijin lingkungannya saja yang sudah ditempuh dan menandatangani permohonan sebagai lahan pencetakan sawah baru,” ujarnya seperti dilansir dejurnal.com.
Di kesempatan lain, Kasi Trantib Kecamatan Pagaden Drs Sayidin MSi saat ditemui di kantornya mengaku pihaknya sudah memberi teguran dan peringatan terhadap pengusaha Galin C agar tidak beroperasi dahulu sebelum ada ijin operasionalnya.
“Selang beberapa hari setelah saya dan anggota Satpol PP turun dan mengecek ke lokasi ternyata masih tetap beroperasi dan tidak menggubris baik peringatan dan teguran, padahal pengusaha Galian C tersebut tidak bisa menunjukan IUP,” tegas Kasi Trantib.
Kegiatan penambangan Galian C jenis tanah merah diduga tidak berijin dan terus beroperasi didapati di Kampung Kiara koneng, Desa Tanjung dan di Desa Manyingsal, Kecamatan Cipunagara.
Camat Cipunagara Drs Ubay Subarkah saat dihubungi via sambungan selulernya (7/6/2021) membenarkan adanya aktivitas penambangan Galian C jenis tanah merah dan mengaku geram atas adanya aktivitas penambangan Galian C di wilayah kerjanya. Lantaran dampaknya selain merusak lingkungan, jalan-jalan desa yang dilalui armada pengangkut tanah merah menjadi hancur akibat muatan/tonasenya over load.
Pihaknya menegaskan bila tidak pernah mengijinkan para pengusaha yang melakukan penambangan Galian C tanah merah di wilayah kerjanya sebelum mengantongi perijinan (IUP). “Usaha pertambangan tanpa mengantongi IUP bisa dikenakan pidana,” ujarnya.
“Ada salah seorang yang datang menghadap saya, rupanya dari pihak pengusaha Galian C untuk meminta ijin atau rekomendasi, namun saya menolak karena ijin Galin C kini yang berwenang menerbitkan ijinya Pemerintah Pusat tentunya sesuai UU Cipta Kerja,” ujar Ubay.
Lanjut Ubay, armada pengangkut tanah merah itu melalui jalan-jalan desa seperti wilayah teritorial Desa Manyingsal dan Tanjung, sebagai antisipasi di lapangan pihaknya langsung mengistruksikan anggota Satpol PP dan Kepala Desa yang ada lokasi penambangan Galian C untuk menutup akses jalan yang dilalui armada pengangkut tanah Galian C itu, agar kerusakan jalan bisa diminimalisir.
Ketika ditanya sejauh mana Camat mengambil langkah administratif, pihaknya mengaku sudah melaporkan kepada Bupati dengan tembusan ke instansi berwenang terkait adanya kegiatan penambangan Galian C di wilayah kerjanya.
“Terkait tindakan atau sanksi, saya sudah melaporkan ke atasan, dan membuat teguran terhadap para pengusaha Galian C, ihwal bentuknya seperti apa saya belum bisa menyebutkan karena hal itu bukan kewenangan kami melainkan domainnya ada di Pemerintah Pusat Cq Kementerian ESDM,” ungkapnya. (Abh)