Pelalawan, Demokratis
Berbicara keadilan hukum di Indonesia bisa diibaratkan seperti daun ilalang yang ada di puncak bukit, daun itu bisa ditiup ke kiri atapun ke kanan. Asalkan ada pelicin, keputusan hukum bisa berubah-ubah sesuai dengan yang menginginkannya.
Padahal keadilan hukum yang diharapkan adalah keadilan yang hukumannya harus ditegakkan oleh penegak hukum demi memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Namun saat ini sering dijumpai penegak hukum lebih mengutamakan kepastian hukum dari pada keadilan, padahal sudah jelas-jelas salah masih saja dibela-bela atau diringankan.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Pelalawan, penegakkan hukum tergantung pada siapa yang akan dihukum. Jika si pelanggar hukum berasal dari kalangan tidak berada, maka hukum akan ditegakkan setegak-tegaknya, namun perlakuan berbeda terlihat pada si pelanggar yang berasal dari kaum berada.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari website SIPP Pelalawan, terdapat beberapa kejanggalan atau perlakukan hukum yang berbeda, padahal kasus terdakwa mendapat tuduhan pasal yang sama.
Adapun kasus tersebut dialami Desi Kurniawan yang didakwa dengan Pasal 112 UU Nomor 35 tentang Narkotika terhadap Desi alias Gojor, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut enam tahun penjara dan diputus oleh Pengadilan dengan hukuman lima tahun penjara.
Padahal, Gojor merupakan tersangka yang sengaja ditangkap oleh polisi untuk dijadikan bahan percontohan. Sebab, barang bukti Gojor kala itu adalah gula pasir yang akhirnya dibuktikan menjadi narkoba jenis sabu. Begitu juga dengan teman Gojor yang hanya dijadikan saksi dan dilepaskan oleh Polres Pelalawan.
“Pada dasarnya kami sebagai keluarga keberatan, tapi karena kami tidak punya uang dan tidak mengerti hukum, jadi kami terpaksa menerima keputusan pengadilan itu,” ujar salah seorang keluarga Desi Kurniawan kepada Demokratis, baru-baru ini.
Anehnya, dalam penanganan kasus yang sama, dengan tiga orang tersangka, JPU dari Kejaksaan Negeri Pelalawan hanya menuntut dua orang terdakwa dengan hukuman dua tahun penjara yakni Rahmat Hidayat dan Jarkoni dan diputus hukuman penjara selama satu tahun enam bulan, sedangkan satu orang tersangka lainnya yakni Heri yang disangkakan sebagai pengedar dituntut Sembilan tahun penjara dan diputus tujuh tahun penjara.
Miris memang, tuntutan yang seharusnya diberikan kepada pelaku pemakai narkotika dan obat terlarang itu harusnya di atas atau paling sedikitnya empat tahun penjara, namun dengan berbagai alasan yang tidak diketahui, JPU Kejari Pelalawan malah menuntut di bawah empat tahun atau hanya dua tahun penjara.
Namun demikian, ketika Demokratis mencoba untuk melakukan konfirmasi kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pelalawan, Nophy T South, hingga berita ini diturunkan belum mau memberikan tanggapan, padahal keputusan untuk menuntut seorang terdakwa harus melalui meja beliau.
Di sisi lain, Keluarga Desi Kurniawan berharap penegak hukum hendaknya dapat memberikan atau menghukum pelaku pelanggar narkoba sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak pandang bulu. “Kami sangat menyesalkan adanya perbedaan,” pungkasnya. (Yung)