Subang, Demokratis
Statemen Ketua KPK Firli Bahuri yang menyebut mestinya cukup membuat miris bagi pihak-pihak yang terlibat penanganan virus corona (Covid-19) dan melakukan tindak pidana korupsi ancamannya pidana mati.
“Karena sebagaimana yang kami sampaikan solus populi suprema lex esto (keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi), maka bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana tidak ada pilihan lain dalam penegakkan hukum, yaitu tuntutannya pidana mati,” ujar Firli saat Raker dengan Komisi III DPR yang disiarkan langsung di YouTube seperti dilansir detikNews.
Peringatan orang nomor satu di KPK itu rupanya tak membuat ciut nyali bagi oknum perangkat Desa Sukamulya, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, diduga telah memotong Bantuan Sosial Tunai (BST) antara sebesar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu/KPM.
Berdasarkan investigasi dan sejumlah keterangan sumber menyebut, pemotongan itu berlangsung nyaris terjadi di semua RT yang dilakukan Ketua RT, RW setempat atas perintah atasannya.
Sebagai testimoni seperti terjadi di lingkungan RT 27 dipotong kisaran Rp 50 ribu/KPM dan Blok Julang (RT 32, 33, 34) dipotong Rp 100 ribu/KPM. Sejumlah warga (KPM) yang berhasil ditemui dan mengaku dipotong di antaranya berinisial (1). Nen (2). Ema Gir (3). Mba I (4). Isp (5). Tar (6). Ar (7). En (8). An (9). Ac (10). Ar (11). Akm (12). Ent (13). Aw dan (14). Ars.
Sementara Kades Sukamulya saat dikonfirmasi via WahtApp 089503759XXX pada pukul 18.02 (16/7) tidak berkenan menanggapi, hanya dibaca saja.
Aktivis Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi-RI (GNPK-RI) Kabupaten Subang Yudi Prayogi T, saat dimintai tanggapan di kantornya Sekr : BTN Puskopad Sukajaya Blok A81 Kelurahan Cigadung (19/7/2020) menyesalkan bila hal itu terjadi.
“Perbuatan oknum perangkat Desa Sukamulya itu termasuk Pungli dan bisa dikategorikan korupsi,” ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
“Penyelewengan anggaran untuk penanganan wabah Covid-19 menjadikan prasyarat hukuman mati bagi oknum yang mengkorupsi dana tersebut, karena wabah Covid-19 sebagai bencana non-alam dan bencana skala nasional dapat dimaknai dalam keadaan tertentu,” tandasnya.
Pihaknya berjanji akan membawa kasus ini ke ranah hukum bila nanti sudah diketemukan fakta yuridisnya secara lengkap. (Abh)