Oleh O’ushj.dialambaqa*)
Angin sorga bertiup ke seluruh nusantara negeri ini. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 yang digembar-gemborkan lewat media massa menjadi perburuan para pemburu uang harta karun. Kini para pelapor kasus korupsi dan suap bisa mendapatkan hadiah hingga Rp200 juta. Begitulah angin sorga yang dihembuskan, yang bertanda dan berarti pemerintah sungguh-sungguh berniat melakukan pemberantasan korupsi yang konon Presiden katakan, bahwa korupsi adalah musuh kita bersama. Sungguhkah begitu keniscayaan PP tersebut?
UU & PP Berlapis
Dalam konstitusi republik ini sesungguhnya dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi dan begitu juga dengan hal peran serta masyarakat dalam turut serta melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi untuk mewujudkan pemerintahan yang good governance dan clean government terbebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme sudah lebih dari cukup.
Ada Undang-Undang (UU) dan PP yang berlapis-lapis dalam hal ini, yakni, UU Nomor 3/1971 tentang Pemberantasan Korupsi. UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001. PP Nomor 71/200 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU Nomor 7/2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption, 2003/Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi). Inpres Nomor 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan UU Nomor 30/2002, sebagaimana telah diubah dengan Revisi UU KPK dengan perubahan UU Nomor 19/2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
UU KPK 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU KPK 20 Tahun 2001, pasal 41 ayat (1): Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. ayat (2): Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:
- Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
- Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi;
- Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
- Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;
- Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal: 1) Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c; 2) Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi atau saksi ahli, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Ayat (3): Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi; Ayat (4): Hak dan tanggung jawab sebagaimana dalam ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mentaati norma, agama dan norma sosial lainnya. Ayat (5): Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 42 ayat (1): Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi. Ayat (2): Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 41 ayat (5) dan pasal 42 ayat (6) turunannya adalah PP No. 71/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 7 ayat (1): Setiap orang , organisasi masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat yang telah berjasa dalam usaha membantu upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana korupsi berhak mendapat penghargaan. Ayat (2): Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa piagam atau premi.
Pasal 8: Ketentuan mengenai tata cara pemberian penghargaan serta bentuk dan jenis piagam sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan. Pasal 9: Besar premi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) ditetapkan paling banyak sebesar dua permil dari nilai kerugian Negara yang dikembalikan. Pasal 10 ayat (1): Piagam diberikan kepada pelapor setelah perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri. Ayat (2): Penyerahan piagam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh penegak hukum atau Komisi. Pasal 11 ayat (1): Premi diberikan kepada pelapor setelah putusan Pengadilan yang memidanakan terdakwa memperoleh kekuatan hukum tetap. Ayat (2): Penyerahan premi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Jaksa Agung atau Pejabat yang ditunjuk.
Peran serta masyarakat juga termuat dalam UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 2 ayat (1): Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Negara untuk mewujudkan Negara yang bersih.
UU dan PP tersebut yang urgensi dan substansinya perihal peran serta masyarakat hingga ini oleh penyelenggara Negara atau Negara ternyata diabaikan, yang pada akhirnya hanya merupakan “pepesan kosong” dan hanya ber-rumah di atas angin dari Presiden ke Presiden.
Di tangan Presiden Joko Widoda kemudian menerbitkan PP baru mengenai peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan PP No. 43 Tahun 2018 tenttang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada pasal 2 ayat (1): Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tidak pidana korupsi. Ayat (2): Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksiud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:
- Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
- Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada Penegak Hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
- Hak menyampaikan saran dan pendapat secarabertanggungjawab kepada Penegak Hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
- Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada Penegak Hukum; dan
- Hak untuk memperoleh perlindungan hukum. Ayat (3): hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan , norma agama, dan norma sosial.
Pasal 3 ayat (1): Masyarakat dapat mencari dan memperoleh informasi mengenai dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi dari badan publik atau swasta. Ayat (2): Untuk mencari dan memperoleh informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang pada badan public atau swasta.
Pasal 4 ayat (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) dapat disampaikan secara lisan baik melalui media elektroinik maupun non elektronik. Ayat (2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara lisan, pejabat yang berwenang pada badan publik atau swasta wajib mencatat permohonan secara tertulis. Ayat (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
- Identitas diri disertai dengan dokumenh pendukung; dan
- Informasi yang sedang dicari dan akan diperoleh dari badan publik atau swasta.
Pasal 13 ayat (1): Masyarakat yang berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi diberikan penghargaan. Ayat (2): Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) debrikan kepada:
- Masyarakat yang secara aktif, konsisten, dan berkelanjutan bergerak di bidang pencegahan tindak pidana korupsi; atau
- Ayat (3): Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk:
- piagam; dan/atau
Pasal 14 ayat (1): Penghargaan dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi diberikan kepada Masyarakat yang secara aktif, konsisten, dan berkelanjutan bergerak di bidang pencegahan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) huruf a. Ayat (2): Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikkan dalam bentuk piagam. Ayat (3): Untuk memberikan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penegak Hukum melakukan penilaian berdasarkan laporan kegiatan pencegahan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan. Ayat (4): Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara berkala.
Pasal 15 ayat (1): Penghargaan dalam upaya pemberantasan korupsi atau pengungkapan tindak pidana korupsi diberikan kepada Pelapor sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) huruf b. Ayat (2): Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk:
- Piagam; dan/atau
Ayat (3): Untuk memberikan penghargaan sebagaimana dimaksuid pada ayat (2), penegak Hukum melakukan penilaian terhadap tingkayt kebenaran laporan yang disampaikan oleh pelapor dalam upaya pemberantasan atau pengungkapan tindak pidana korupsi. Ayat (4): Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima oleh Jaksa. Ayat (5): Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan oleh Jaksa.
Pasal 16: Dalam memberikan penilaian sebagaimana dimaksud dalam pasal 15, Penegak Hukum mempertimbangkan paling sedikit:
- Peran aktif Pelapor dalam mengungkap tindak pidana korupsi;
- Kualitas data laporan atau alat bukti; dan
- Resiko faktual bagi Pelapor.
Pasal 17 ayat (1): Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 disepakati untuk memberikan penghargaan berupa premi, besaran premi diberikan sebesar 2‰ (dua permil) dari jumlah kerugian keuangan Negara yang dapat dikembalikan kepada Negara. Ayat (2): Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Ayat (3): Dalam hal tindak pidana korupsi suap, besaran premi diberikan sebesar 2‰ (dua permil) dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan. Ayat (4): Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 20 ayat (1): Pelaksanaan pemberian penghargaan berupa premi dilakukan setelah kerugian keuangan Negara, uang suap,, dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan disetor ke kas Negara. Ayat (2): Pengalokasian dan pencairan dana untuk pemberian penghargaan berupa premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 21:Upaya hukum luar biasa tidak membatalkan pemberian penghargaan kepada pelapor.
PP tersebut digaungkan dan digemakan, seolah-olah merupakan sayembara yang berhadiah yang sangat “Waahh” kepada masyarakat yang berhasil membongkar persoalan korupsi di republik negeri ini. Yang faktanya yang lebih aktif dan sigap adalah publik dalam membongkar kasus perkorupsian ketimbang BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan atau Inspektorat yang diberikan mandate dan otoritas yang melekat pada dirinya.
Para Pemburu
PP No. 43 Tahun 2018 mengidentifisir bahwa Aparatus Negara dan atau institusi penegak hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tak mampu bekerja untuk memberantasan korupsi di negeri ini yang sudah akut dan kronis jika berjalan sendirian atau masing-masing saja, maka harus bersinergi dan bergandeng-tangan dengan erat bersama masyarakat (publik) dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pada institusi penegak hukum tersebut dilengkapi dengan divisi atau bagian atau unit atau apapun namanya yang kita kenal ada Aparatus Negara bidang intel(ejen) yang dilengkapi dengan alat yang berteknologi canggih seperti alat penyadapan, kamera penginderaan jarak jauh dan seterusnya, bahkan intelejen tersebut juga ada di luar ketiga institusi penegak hukum tersebut. seperti Intelejen dibidang pertahanan dan keamanan Negara, ada BIN (Badan Intelejen Negara) yang derivatnya adalah Densus 88, dibidang narkoba ada BNN (Badan Narkotika Nasional) dan intelejen dibidang kejahatan ekonomi yang derivate kasusnya adalah pada potensi terhadap adanya kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara yang kita sebut perkorupsian.
UU dan PP yang berlapis-lapis tersebut apalagi dengan PP No. 43/2018 yang menyebut besaran nominalnya dengan gamblang, maka menjadi berlomba-lomba para pemburu uang harta karun untuk mendapatkan itu semua.
Perburuan tersebut bukan lagi menjadi kepedulian terhadap marak atau merajalelanya korupsi di negeri ini, melainkan sudah mengubah mindset yang paradigmatik menjadi ovonturir pragmatik, sebagai pekerjaan berburu harta karun yang kemudian dibayang-bayangi di depan matanya mengenai Rp 200 juta. Para pemburu itu tentunya bukan bagian atau himpunan matematik dari apa yang kita namakan penggiat antikorupsi.
Sejak Pemerintah menerbitkan UU dan PP di muka, hingga PP No. 43/2018 ini diberlakukan, sudah berjalan lebih 5 tahunan, ternyata para pemburu harta karun sebagai pekerjaan yang menggiurkan, belum terdengar atau Pemerintah belum pernah memberitakan bahwa PP tersebut telah dilaksanakan dan atau janji Pemerintah atas pelaksanaan PP tersebut telah tertunaikan; terbitnya penghargaan.
Harta karun tersebut, dan apalagi yang Rp 200 juta, ternyata hanya “pepesan kosong” yang tetap terpelihara dengan aman dan ajeg. Nilai besaran uang tersebut terkunci dalam lemari kaca atau tersimpan dengan baik dalam akuarium bagaikan ikan-ikan yang berenang ke sana ke mari mengundang para pemburu untuk membelalakkan matanya hingga jereng, tetapi pada akhirnya kita bagaikan melihat gerhana matahari total. Itu hanya “pepesan kosong” semata. *****
Penulis adalah Penyair, Peneliti sekaligus Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) dan Accountant Freelance, tinggal di Singaraja. Kontak: 0819 3116 4563. Email: jurnalepkspd@gmail.com