Di negeri bla bla bla, setiap orang bisa bla bla bla. setiap orang bisa menjadi bla bla bla. siapapun bisa ngomong bla bla bla. sekarang bla bla bla. besok bla bla bla. kemudian hari pun bisa bla bla bla. bla bla bla tidak bisa didefinisikan karena bla bla bla. dan pula tidak bisa dimaknai oleh sebab bla bla bla. dibolakbalik pun akan tetap menjadi bla bla bla. itulah bla bla bla.
Di negeri bla bla bla, yang baru melek pun sudah bisa bilang bla bla bla. apalagi jika sudah berjenggot semakin bla bla bla. garang nyocot hanya sekedar bla bla bla. untuk membacot bla bla bla. kata-kata tak menjadi saripati pikiran. Apalagi untuk menyoal pertanyaan bla bla bla. tak menyelesaikan persoalan bla bla bla.
Di negeri bla bla bla, selalu saja mencampuradukan bla bla bla. manakala muncul persoalan bla bla bla. sehingga kegaduhan menjadi bla bla bla. Riuh dibakar kemarau jiwa bla bla bla. gelombang dan ombak silih berganti bla bla bla. menerjang karang dalam musim yang senyap bla bla bla.
Di negeri bla bla bla, hilang akal bla bla bla. hilang pikiran bla bla bla. hilang pula keyakinan bla bla bla. hingga tuhan pun menjadi bla bla bla. (0’ushj.dialambaqa: Sajak: Negeri Bla Bla Bla, Singaraja, Maret 2021).
Presiden RI Joko Widodo kini telah menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 6 April 2021. Keppres tersebut merupakan upaya penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti. Bla bla bla.
Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI selanjutnya disebut Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Satgas berada di bawah Presiden dan bertanggungjawab kepada Presiden, bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara atas dana BLBI secara efektif dan efisien, berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana BLBI. Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI dapat melibatkan dan/atau berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta, serta pihak lain yang dianggap perlu. Bla bla bla.
Dalam Keppres, Pengarah terdiri dari Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Menko Bidang Perekonomian; Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi; Menteri Keuangan (Menkeu); Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham); Jaksa Agung; dan Kapolri.
Ketua Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada pengarah sesuai dengan kebutuhan dan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan selaku pengarah, paling sedikit satu kali setiap enam bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Keppres juga menyebutkan, segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Satgas dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan. Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI bertugas sejak ditetapkannya Keputusan Presiden sampai dengan 31 Desember 2023.
Keppres pada bagian awal menjelaskan saat terjadi krisis sektor keuangan tahun 1997, pemerintah telah memberikan BLBI terhadap korporasi atau perseorangan yang pelaksanaan pemulihannya dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang diatur dengan Keppres Nomor 27 Tahun 1998 tentang Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional. BPPN telah berakhir masa tugasnya dan dibubarkan dengan Keppres Nomor 15 Tahun 2004 yang menyatakan segala kekayaan BPPN menjadi kekayaan negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan.
Hak Tagih Negara dan SKL BLBI
Jika kita membaca apa yang ada dalam Keppres tersebut, maka negara punya hak tagih absolut atas kucuran dana talangan BLBI, dalam hal ini adalah baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya. Sesungguhnya masih berapa besar sisa piutang yang menjadi hak tagih negara atas amblasnya dana BLBI tersebut? “Pemerintah telah mendata aset BLBI. Tagihan utang dari BLBI kalau ditulis dengan angka adalah Rp 110.454.809.645.467,00 atau Rp 110,454 triliun lebih.” (Menko Polhukam Mahfud MD: Total Aset BLBI Rp 10 Triliun, Merdeka.com, Kamis, 15/4/2021.13:31:56).
“Ada sejumlah 48 bank komersil bermasalah akibat krisis ekonomi saat itu, di antaranya adalah Bank Central Asia (BCA) milik Anthoni Salim (yang juga pemilik Indofood), Bank Umum Nasional (BUN) milik Mohamad Bob Hasan, Bank Surya milik Sudwikatmono, Bank Yakin Makmur milik Siti Hardiyanti Rukmana Soeharto, Bank Papan Sejahtera milik Hasjim Djojohadikusumo, Bank Nusa Nasional milik Nirwan Bakrie, Bank Risjad Salim Internasional milik Ibrahim Risjad. Dana talangan BLBI yang dikeluarkan sebesar Rp 144,5 triliun. Namun 95% dana tersebut ternyata diselewengkan, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan dinilai sebagai korupsi paling besar sepanjang sejarah Indonesia.” (BBC Indonesia, 27/4/2017). “Total dana talangan BLBI yang dikucurkan hingga program penyehatan perbankan nasional selesai mencapai Rp 144,5 triliun, dana tersalur ke 48 bank. Ke 48 bank itupun dibedakan atas kategori 10 Bank Beku Operasi (BBO) sebesar Rp 57,7 triliun, 5 Bank Take Over (BTO) sebesar Rp 57,6 triliun, 18 Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sebesar Rp 17,3 triliun, dan 15 Bank Dalam Likuidasi (BDL) sebesar Rp 11,9 triliun.” (Find Study Resources).
Dengan dikeluarkan Keppres Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 6 April 2021 itu, apakah negara masih mempunyai hak tagih kepada obligor Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sebagai pemilik BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia? Apakah juga negara masih bisa atau mempunyai hak tagih kepada para petani tambak dan atau PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM)? Apakah negara masih bisa mempunyai hak sita jaminan dan atau hak lelang negara atas aset Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim dan atau BDNI?