Jumat, September 20, 2024

Pergeseran Politik

Budayawan A Nafis menulis buku yang berjudul Robohnya Surau Kami pada tahun enam puluhan. Terkenal karena mengangkat sebuah episode masyarakat di Minangkabau ketika itu yang lupa kampung halaman. Mengingatkan orang Minang kabau pada tanah tumpah darahnya yang lalai terhadap agama.

Bukunya AA Navis itu (1924-1993) berisi kumpulan sembilan cerita pendek. Ditulis dengan kata yang menarik, bahasa budaya. Sungguh mengasikkan membacanya.

Sangat laris tulisan Nafis tersebut, banyak dibaca orang dan menginpirasi menjadi topik diskusi dan pembicaraan. Baik tingkat kedai kopi level atau peringkat rendah bawah, publik maupun kalangan gedungan masyarakat tingkat atas.

Sehingga tidaklah mengherankan kalau Buya A Syafii Maarif menanggapi hal itu (Republika, 21 April 2021). Dalam sebuah artikelnya bertopik Robohnya Surau Kami yang membentangkan terminologi budaya orang Minang Kabau. Pada masa itu yang difokuskan pada bidang politik.

Bagaimana politik orang Minang Kabau dibandingkan dahulu dan yang dipandangnya berbeda. Politik yang bernuansa kegamaan dan sopan santun di masa lalu dibandingkan dengan poltik masa itu (tahun 2022). Dalam perspektif politik uang dan materil kekuasan.

Syafii Maarif mempersepsikan Robohnya Surau Kami dalam arti agama dan moral politik. Politik hanya pembagian kekuasaan dan materi. Yang demikian menjadi pola orang Minang Kabau pula dalam politik.

Padahal defenisi politik bukan itu saja yang berkait juga dengan budaya, moral dan etika. Namun budaya etika dan moral tidak dipedulikan lagi. Realitanya serta perspektifnya tidak sana. Berubah atau bergeser pada yang lain. Misalnya materi dan kekuasaan.

Opini Syafii Maarif diaminkan banyak orang karena orang Minang tiada lagi kokoh padanya yang tidak lekang karena panas tak lapuk karena hujan. Yang menjadi sama saja dengan budaya pasar yang mana yang ijuk dan mana yang tali, mana yang esok dan mana yang kini. Tiada perbedaan.

Budaya atau etika dulu yakni orang Minang Kabau terkenal santun dan lemah lembut dalam bicara, kini orang Minang Kabau pun ada yang kasar dan beringas. Sama saja dengan pembawaan suku lain. Tiada kelainan dibandingkan suku yang lain.

Maka diambil simpulan robohnya surau kami yang dulu surau diambil sebagai literasi  orang Minang Kabau, kini tidak lagi sudah runtuh. Bergesernya budaya dari dulu dengan sekarang. Sama saja dengan suku yang lain di Nusantara.

Karena itu menjadi relevan kita berpikir ulang, tentang buku AA Navis dan opini almarhum A. Syafii Maarif tentang Rubuhnya Surau Kami dimaksud. Yang kita bayangkan runtuhnya agama dan moral estetika di ranah Minang yang harus kita risaukan. Coba kita renungkan ulang fenomena tersebut secara mendalam.

Marilah kita berpikir sinyalemen Surau Kami dimaknakan bahwa telah bergeser fenomena  agama. Termasuk sinyalemen agama bagi suku Minang Kabau. Ayolah kita berpikir dan berkerja mencari jalan mengatasi soal tersebut. Semoga sukses!

Jakarta, 6 Mei 2023

*) Masud HMN adalah Doktor dan Dosen Paskasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles