Selasa, November 26, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Perubahan Literasi Membaca Milenial Era Digital

Seiring dengan perkembangan zaman dan pesatnya perkembangan teknologi, komunikasi antar manusia dapat dilakukan dengan berbagai alat atau sarana. Salah satu alat yang digunakan saat ini adalah internet.

Patform mesin pencari mempermudah untuk memperoleh informasi yang akurat, bahkan dapat memperoleh data hasil penelitian maupun jurnal yang dipublikasikan oleh lembaga-lembaga yang kredibel.

Saat ini tak ada lagi alasan untuk mempercayai satu berita karena sebagai generasi yang lahir di era digital telah diberikan kemudahan untuk menjadi orang-orang yang “melek media” dan mejadi lebih kritis dalam menyaring informasi yang disajikan.

Generasi milinial adalah generasi yang selalu penasaran akan apapun tanpa melihat atau menelusuri sumbernya atau menyaring terlebih dahulu. Karena selalu mencari tahu hal yang baru dengan mencari berbagai hal yang menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi tanpa memilah-milah. Maka dari itu literasi adalah jawaban terhadap tantangan masa depan dalam rangka menjadikan bangsa Indonesia mampu bersaing dalam kancah percaturan keilmuan dunia.

Literasi tidak hanya berhubungan dengan gerakan membaca semata, lebih dari itu harus diwujudkan dalam gerakan ”belajar” dalam arti yang luas adalah suatu aktivitas reseftif dan produktif dan pada akhirnya gerakan literasi akan menghasilkan produk sebagai buah pikiran intelektual berkualitas.

Membaca membuka pikiran dan wawasan untuk melihat dunia nyata yang terus berkembang tapi yang kita perlukan adalah membaca tidak hanya sekedar membaca. Membaca kritis merupakan cara membaca cerdas bagaimana kita memahami dan mengambil intisari apa yang disampaikan sebuah tulisan.

Oleh karena itu budaya literasi membaca wajib dibudayakan dalam masyarakat Indonesia dan harus dijadikan kebutuhan hidup.

Dalam konteks pendidikan kita saat ini masih dalam tahapan proses pembelajaran melalui PJJ akibat Covid-19 yang berkepanjangan sehingga pemustaka (pelajar, mahasiswa) belajar melalui daring di rumah, di samping itu juga pemustaka untuk mendekatkan buku referensi bacaan mencari koleksi sesuai kebutuhan.

Para generasi milinial untuk mengembagkan keilmuan dalam aktivitas akedemis boleh mampir Kepemilikan Lembaga Non Departemen Perpustakaan Nasional RI telah hadir salah satu prodak keunggulan yaitu “iPusnas” layanan berbasis digital isi fisik buku bisa dibaca sesuai dengan aslinya, tentu untuk mengakses sesuai dengan ketentuan wajib nendaftar menjadi anggota Perpusnas RI.

Pengeseran minat baca
Indonesia mengalami perubahan yaitu pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah menggiring berbagai fasilitas teknologi, seperti ponsel pintar (smartphone) atau perangkat canggih lainnya yang terkadang tidak digunakan secara bijaksana.

Generasi bangsa telah larut dalam aktivitas bermain game, euforia media sosial dan penggunaan fasilitas internet lainnya yang terkadang lebih dominan sisi negatifnya. Perkembangan TIK telah mentransformasi cara pembelajaran abad 21.

Saat ini sumber kekuatan utama adalah
pengetahuan atau informasi dan teknologi yang menjadi salah satu cara untuk menjangkau semua pihak dalam memberikan informasi, termasuk dalam dunia pendidikan dan proses pembelajaran (www.kemdikbud.go.id).

Dalam dunia pendidikan, kita sudah tidak asing lagi dengan berbagai istilah TIK, seperti e-school, e-learning, e-sabak, virtual learning, online learning, web based learning atau berbagai istilah lainnya yang sudah begitu akrab di telinga kita.

Selain itu kita juga semakin sering mendengar istilah buku digital literasi digital menjadi sahabat milinial. Kehadiran teknologi virtual atau dunia maya yang kini akrab di lingkungan pembelajaran generasi miilinial, tak dapat dipungkiri menjadi tantangan bagi pendidik dan pustakawan lingkungan sekolah, dan perguruan tinggi.

Peran pustakawan sebagai motor penggerak untuk mengusung pegiat literasi dalam aktivitas membaca (milinial) harus terus menerus dan berkelanjutan baik mengkampanyekan gerakan minat baca dan disesuaikan kebutuhan kondisi masa kini.

Literasi membaca harus disosialiasikan sampai tingkat desa, pertumbuhan Perpustakaan sebagai penyedia informasi tetap menjadi primadona untuk mengikuti perkembangan dan dapat lebih berinovasi dan berekreasi dalam proses pembelajaran.

Progresivitas perubahan itu dalam proses belajar yang kini terjadi akibat perkembangan teknologi memberi banyak kemudahan guna memperoleh informasi dan pengetahuan secara mudah dan cepat.

Kalau menyimak pengertian literasi adalah keberaksraan, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berpikir yang diikuti proses membaca menulis, yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam proses kegiatan tersebut menciptakan karya melalui penguatan budaya baca, mutu pendidikan dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan kwalitas sumber daya manusia (Yaya S: 2006).

Pertumbuhan generasi sebelumnya menuju ke generasi yang lebih modren membuat generasi modren dikenal sebagai generasi milinial. Hal ini disebabkan karena generasi modren dilahirkan di era teknologi digital yang semakin canggih dibandingkan generasi sebelumnya.

Menurut ahli peneliti demokrafis, H Ali dan L Purwandi (2917) mengatakan generasi milinial merupakan keadaan perkembangan dan pertumbuhan dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh kedaan lingkungan, sehingga mengalami perubahan yang sangat cepat.

Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran teknologi informasi dan komunikasi berserta sistem dan perangkat canggihnya telah mengalihkan perhatian masyarakat dari bahan bacaan ke layar plastik-plastik magis yang lebih menarik, baik sebagai komputer, laptop, hanphone dan lain-lain.

Kecendrungan yang terjadi saat ini adalah bahwa anak-anak sudah menjauh dari layar telivisi tetapi dekat dengan layar gawai di tangan mereka.Tekologi digital menjadikan mereka sebagai global dan dunia ada di dalam genggaman. Kalau demikian aspek teknologi literasi sudah menuju percepatan melalui membaca.

Kenapa?
Bagaimana dengan dari hasil penelitian PISA tahun 2018, Indonesia masih menempati urutan ke 75 dari 78 negara dan setiap data tentang indeks literasi dipublikasikan oleh lembaga-lembaga internasional tertentu. Indonesia selalu di urutan terendah dalam komponen literasi membaca. Mungkin kita bertanya mengapa membaca buku masih menjadi tolok ukur kegiatan literasi padahal bahan bacaan daring (online) begitu melimpah seolah-olah tidak terbatas? Dari hasil penetian membuktikan bahwa kegiatan membaca secara online tidak mengasilkan pemahaman dan kemampuan berpikir kritik yang tinggi di para pembaca.

Dalaman (2014:145) menyatakan bahwa minat baca seseorang tidak bisa tumbuh dengan sendirinya tetapi membutuhkan peranan orang lain dengan dorongan atau upaya lain yang bisa dijadikan anak terangsang untuk membaca, dan hal ini tidak lepas dari kontinuitas bahan bacaannya.

Adapun masyarakat Indonesia melakukan aktivitas membaca dengan tujuan yang berbeda, yaitu membaca untuk mencari hiburan, membaca untuk studi dan membaca sebagai kebutuhan.

Penyediaan sarana dan prasara
Oleh sebab itu apa langkah yang dilakukan, bahwa pertumbuhan perpustakaan di lingkungan masyarakat perlu ada tempat akses informasi dan menghadirkan pustaka di lingkungan masyarakat. Artinya pertumbuhan minat baca akan menjadi sebuah proses pemustaka apabila di seluruh tanah air dijalankan, budaya minat akan lahir ketika kebutuhan pemustaka tercukupi untuk menunjang program literasi membaca secara konvensional harus diiringi dengan kondisi perkembangan teknologi dan didorong oleh pemerintah pusat dan daerah. Jadi pusat-pusat literasi membaca secara digital, baik literasi konvensional harus memperhatikan sarana dan prasarana yang harus dibangun sesuai kebutuhan, baik itu di lingkungan masyarakat harus disediakan untuk mengimbangi kondisi para melinial meningkatkan literasi membaca untuk bertranformasi menjadi pilihan pemustaka (milinial). Konsep literasi dijadikan kebutuhan hidup dan budaya di seluruh Nusantara. Perilaku masyarakat, terutama dalam dunia pendidikan harus diupayakan untuk berubah dari budaya tidak suka membaca menjadi masyarakat membaca (reading society). Menurut Gleen Doman (1991), membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca.

Inti dan tujuan membaca
Ada istilah “membaca adalah jendela dunia”. Benar sekali kata-kata tersebut untuk konteks saat ini, siapa yang tidak baca pasti dan dijamin akan timbul kecerdasan karena membaca, yang pasti wawasan, pengetahuan serta pengalamannya lebih luas benar. Karena era milenial saat ini dibutuhkan budaya literasi yang harus dibangun mulai sejak dini bagi siapa saja yang ingin senang membaca, karena dengan membaca kita menerima informasi, wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan gagasan seseorang yang menulis buku serta data-data yang ada dari membaca.

Membaca merupakan hal yang sangat penting bagi kita semua agar mengetahui perkembangan pengetahuan, teknologi dan informasi yang berkembang. Dengan membaca menjadikan kita memiliki cakrawala. Demikian tulisan dibuat dan dapat bermanfaat untuk generasi penerus… Salam literasi.

Daftar Referensi :
1. Hendartno (Editor): Pembudayaan Literasi di Sekolah Dasar, Jakarta, Tankali, 2016
2. Esti Junining : Membaca Kritis Membaca Kreatif, Malang : Universitas Brawijaya, 2017
3. Yunus : Pembelajaran Literasi Membaca : strategi meningkatkan kemampuan literasi, matematika, sains, membaca, dan menulis,
Jakarta : Bumi Aksara, 2017

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles