Jumat, September 20, 2024

PETA Cikal Bakal TNI Profesional

Jakarta, Demokratis

Berbagai pemberontakan PETA ataupun Giyugun menjadi semangat perjuangan menentang segala bentuk penjajahan di Tanah Air. Tak pelak, PETA menjadi cikal bakal tentara profesional Indonesia.

Matahari bersinar terang benderang, menerangi kota hujan. Siang itu Kota Bogor cerah. Termasuk kawasan di Istana Presiden dan sekitarnya. Di gedung bergaya arsitektur Eropa (art deco) bantuan Pemerintah Kolonia Belanda pada 1745, pengurus Yayasan Pembela Tanah Air (PETA) Pusat sedang berkumpul.

“Silaturahim sekalian mengenang tempat orangtua kami menimba ilmu militer didikan tentara Jepang. Di sini salah satu pendidikan cikal bakal TNI,” kata Ketua Yayasan PETA Pusat, Tinton Soeprapto Soejatmo.

Orangtua Tinton, almarhum Mayjeu (Purn) Soejatmo, korps polisi militer, merupakan alumnus sekolah Shudai Ico (komando peleton, berpangkat letnan junior) dan Chundancho (komandan kompi berpangkat letnan senior atau kapteu), PETA di Bogor 1943-1945.

Ya, mereka berkumpul di Monumen dan Museum PETA di Kompleks Pusat Pendidikan Zeni (Pusdikzi) Angkatan Darat, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Bogor. Gedung berusia sekitar 2,5 abat itu digunakan tentara Kerajaan Belanda sampai 1942. Dipakai sebagai markas pasukan pengamanan Istana Bogor.

Kemudian dirampas tentara Kekaisaran Jepang pada 1942 untuk mendidik warga Indonesia menjadi tentara bentukan Jepang pada 1943-1945. Namun, setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada pertengahan 1945, bangunan gedung ini diambil alih kembali oleh Depot Ganie Troepen (KNIL). Istilah Genie dari kata Ingenieur (insinyur) di Indonesia diubah menjadi Zeni. Mereka adalah Insinyur Angkatan Darat.

Gedung Pusdikzi Bogor ini merupakan saksi bisu sejarah perjuangn dan pendidikan putra-putri terbaik bangsa. Gedung dengan nama Jalan Jenderal Sudirman ini, bukan tanpa sebab Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia yang pertama 1948-1950.

Dari sini juga lahir sejumlah jenderal bintang empat dan bintang tiga dari korps Zeni, seperti Jenderal (Purn) Try Sutrisno, Letjen (Purn) I Gede Awet Sasra, Letjen (Purn) Soedihyo, Letjen (Purn) Pujono Pranyoto PS, Letjen (Purn) Arie Sudewo, Letjen (Purn) Pujouo Pianyotu, Uijen (Purn) Syarifudin Tippe, Letjen (Purn) Johanes Suryo Prabowo, Letjen (Purn) Langgeng Sulistiyono, dan Jenderal (Purn) Budiman. Diresmikan Presiden Soeharto pada 18 Desember 1995. Sejumlah anak-anak yang orangtuanya alumni PETA tergabung dalam Yayasan PETA termasuk Tommy Soeharto sebagai Pembina.

Pertemuan silaturahim Yayasan PETA Pusat yang dipimpin oleh Tinton Soeprapto (71 tahun) di Museum PETA, Bogor itu, antara lain, dihadiri Pembina Kolonel (Purn) Sani Lupias (96), Brigjen (Purn) Imam Supomo, Mayor (Purn) Imam Supomo, Mayor (Purn) Alwin Nurdin, Sotarto Sigi, Kolonel (Purn) Sani Lupias Abdurahman, R Oedijanto Poerwimiardjo, Letjen (Purn) KRMH Soerjo Wirjohadipoetro. Termasuk yang sudah wafat Mayjen (Purn) Satibi Darwis, Brigjen (Purn) Latiet Hendraningrat, Jenderal (Purn) Poniman, Jenderal (Purn) Surono Reksodiniedjo, Letjen (Purn) R Soeprapto, dan Jenderal (Purn) Umar Wirahadikusuma.

“Kami ada karena orangtua kami!” (Rudy)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles