Konstelasi Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada begitu seksi belakangan ini. Pasalnya, Pemilukada saat ini dilakukan secara serentak, bahkan ditetapkan sebagai hari libur melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 22 Tahun 2020.
Seperti bersukaria dalam menyambut hal tersebut, dengan sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Kabupaten Indramayu juga tidak ketinggalan dalam konstelasi Pilkada tersebut. Dengan empat pasangan calonnya dalam merebutkan tahta bupati pada periode berikutnya. Dengan Visi-Misi yang menurut penulis kuarang ‘sampai’ dengan apa yang akan terjadi dan apa yang sedang terjadi hari ini di lapangan, lalu dari partai pengusungnya apa yang bisa diharapkan? Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah memanggil beberapa nama yang ada di jajaran Pemkab Indramayu, namun bukan berarti pasangan independen juga tidak memiliki hal yang begitu kurang sinergis dengan apa yang terjadi dan akan terjadi nantinya. Kita lupakan sejenak soal pandemi Covid-19, namun kita jangan dulu abaikan UU Cipta Kerja yang telah disahkan kemarin. Sebab, UU Ciptaker tersebut berkesinambungan dengan apa yang akan terjadi di depan. Berkat informasi yang berseliweran maka setidaknya bisa merekam how to make para calon kedepannya.
Kita mulai telaah dari mana? Dari pasangan calon dan juga visi-misinya; (Paslon) urut 1 yang diusung oleh PKB, Demokrat, PKS, dan Hanura. Paslon urut 2 adalah perseorangan. Kemudian Paslon 3 diusung Golkar. Sedangkan terahir Paslon 4 diusung PDI Perjuangan, Gerindra, dan Nasdem. Kita amati seksama apa ‘jualan’ para paslon tersebut sehingga kita yakin utuk memilihnya:
Paslon 1: Muhamad Sholihin, S.Sos.I dan dr. Ratnawati, M.K.K.K
Visi: Mewujudkan Indramayu yang lebih baik, berkualitas, berkeadilan, dan pemerataan pembangunan untuk semua.
Misi:
- Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui prinsip good governance.
- Mewujudkan masyarakat yang religius, demokratis, dan berkeadilan.
- Menggerakkan ekonomi lokal dengan prioritas mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan (pro poor), menciptakan lapangan pekerjaan (pro job), mendorong pertumbuhan ekonomi (pro growth), dan berkomitmen terhadap lingkungan hidup (pro environment).
- Menghadirkan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau, murah, dan berkualitas.
- Melakukan akselerasi dalam berbagai bidang pembangunan dengan memberikan perhatian khusus kepada partisipasi aktif perempuan dan milenial.
Paslon 2: Toto Sucartono dan Deis Handika
Visi: Membangun sinergitas kerja yang efektif dan efisien dengan semangat harmoni, transparan yang dilandasi nilai-nilai agamis berintegritas untuk mewujudkan percepatan pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan kualitas pelayanan umum untuk kesejahteraan masyarakat.
Misi: Menerapkan 5 (lima) langkah strategis dalam pembangunan Indramayu pada 25 bidang:
Pertanian, perikanan dan kelautan, peternakan, pariwisata, pemuda dan olahraga, seni dan budaya, perindustrian, perdagangan, kesehatan, pendidikan, kebersihan dan pertamanan, agama, sosial, ketenagakerjaan, pekerjaan umum, PSDA tambang dan energi, perizinan, kependudukan, pemberdayaan perempuan, ketahanan pangan, pemberdayaan masyarakat desa, kominfo, BUMD, BUMDes, dan kepegawaian/birokrasi.
Paslon 3: H. Daniel Mutaqien Syafiuddin, S.T. dan H. Taufik Hidayat, S.H
Visi: Terwujudnya masyarakat Indramayu yang unggul, berdaya saing, maju, mandiri, dan sejahtera.
Misi: “Catur Karya Wangun Raharja” empat kebijakan strategis dalam mengelola masyarakat Indramayu:
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bermutu dan berdaya saing.
- Meningkatkan kemakmuran masyarakat melalui keselarasan industri, pertanian dan lingkungan hidup dengan prinsip kelembagaan ekonomi yang kuat, mandiri, dan berkeadilan.
- Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan infrastruktur dasar dengan berbasis pada desa tuntas.
- Mendayagunakan potensi sumber daya alam dan geografis yang berbasis masyarakat dan budaya.
Paslon 4: Nina Agustina, S.H., M.H., dan Lucky Hakim
Visi: Indramayu bermartabat (bersih, religius, maju, adil, makmur, dan hebat).
Misi: Tujuh penataan mulia dan jaya:
- Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang melayani, melindungi, bersih, bebas korupsi, kolusi, nepotisme, transparan, akuntabel, profesional, dan demokratis.
- Peningkatan pelayanan kehidupan beragama, kepercayaan, pemahaman, dan pengamalan agama, serta kerukunan hidup antarumat beragama dan budaya dalam bingkai kebangsaan bhineka tunggal ika.
- Terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan dalam jumlah kualitas yang memadai dan merata.
- Meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang layak sebagai upaya penanggulangan kemiskinan melalui peningkatan sumber daya sehingga mampu berdikari.
- Peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi.
- Peningkatan pelaksanaan pembangunan di segala bidang sehingga terpenuhinya kebutuhan masyarakat secara adil dan merata.
- Mewujudkan Indramayu sebagai daerah yang unggul dan memiliki daya saing melalui kemandirian ekonomi berbasis sumber daya alam dan pengembangan industri pertanian, perikanan, dan Migas.
Dari pembacaan di atas, satu demi satu lalu kemudian kita komparasikan dengan apa yang ada di lapangan maka hal ini jelas menjadi timpang, jika tidak absurd. Pada saat debat Paslon saja memang sudah memiliki aftinitas sama sekali dengan apa yang terjadi saat ini, apalagi jika berbicara soal SDM dan SDA di Indramayu.
Hal ini terutama sekali menyangkut kedaulatan pangan terutama sektor agrari dan bahari. Mengingat luas wilayah yang mencapai 209.942 hektare dengan panjang garis pantai mencapai 147 kilometer hal ini di-supoort dengan fasilitas yang telah ada di kabupaten tetangga seperti Tol Cipali, Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dan juga Pelabuhan Patimban.
Maka mega proyek Segi Tiga Rebana atau Kawasan Rebana Metropolitan telah deal akan dimemberikan tanah seluas 20 ribu hektare sebagai kawasan peruntukan industri (KPI). Kawasan KPI ini tersebar di 10 kecamatan; Kecamatan Balongan 1.438 Hektar, Krangkeng 3.507 Hektar, Losarang 4.523 Hektar, Kandanghaur 2.025 Hektar, Patrol 1.385 Hektar, Sukra 2.814 Hektar, Juntinyuat 643,1 Hektar, Tukdana 664,7 Hektar, Terisi 1.379 Hektar, serta Gantar 1.574 Hektar.
Dalam pembangunan infrastrutur saja, saat ini JICA dengan cara loannya ‘membantu’ dalam proyek PLTU dan juga dalam ‘mengupgrade’ irigasi, meski banyak sekali ditemukan kejanggalan, mulai dari papan informasi yang tidak mencantumkan besaran dana hingga program padat karya yang ternyata tidak mendayagunakan masyarakat setempat. Persoalan yang tidak kalah urgennya ialah selain persoalan pupuk yang selama ini menjadi tabu – apalgi pupuk bersubsidi, lebih krusialnya ialah persoalan harga padi yang terus stagnan dan sudah tentu kontras dengan produksinya. Lalu dengan apa yang pasangan calon beberkan menjadi sangat janggal. Atau jangan-jangan hanya sebatas misi sebagai brand ambasador yang dijual oleh tim sukses (Timses) yang tak ayalnya seorang agen marketing, pada akhirnya para Timses itu saja yang sejahtera? Apa bedanya dengan pelanggengan nepotisme serta perpanjangan tangan dari oligarki? Timses itu sebagaiman seperti kalimat M. Bakunin dalam God & State-nya; orang yang diberi hak previlege, baik secara politik maupun ekonomi, adalah orang yang rusak pikiran dan hatinya.
Meskipun pada 2030 nanti Pemda Jabar berupaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi hingga 10 persen, pertumbuhan nilai investasi hingga 17 persen, dan menciptakan kurang lebih 4,3 juta lapangan pekerjaan baru. Namun kita lihat di lapangan saat ini, yang bekerja tidak sepenuhnya rakyat Indramayu, melainkan dari daerah lain. Dengan istilah ADM hingga ‘wong dewek’ yang sampai hari ini membuat Indramayu terus dijauhi oleh para pencari pekerjanya. Jika menyoroti detail persoalan yang akan dihadapi para calon, dari mulai ‘kekonyolan’ birokrasi, TKI hingga stigma soal prostitusi maka entah bagaimana persoalan yang sudah mejadi tradisi tersebut bisa diatasi.
Para Paslon atau para Timses hanya bergeliat di tataran retorika yang setalah kekalahan atau kemenangan entah ‘populisme’ model apalagi yang hendak dibangun. Setelah pemenangan yang ada hanyalah berbagi kuasa dan mencengkram cakar kekuasaannya, seperti yang sudah-sudah. Persoalan masyarakat adalah persoalan lain, yang masyarakat itu sendiri yang harus memiliki sikap, ini berangkat dari faktor empiris yang memang dalam tatanan birokrasi kita tiada lain adalah birokrasi amplop (baca; jatah preman), serta dominasi geografis. Lantas bagaimana kami, rakyat, percaya dengan visi-misi yang dipasang dalam spanduk juga poster virtual? Sama sekali tidak apik apalagi heroik dengan bertebarannya poster dan juga spanduk tersebut, sebaliknya, hal itu tidak jauh berbeda dengan apa yang biasa dikatakan sebagai vandalisme.
Jadi sebenarnya kita sedang memperjuangkan apa? Siapa yang kita perjuangkan jika selama ini hanya berlabuh pada sebuah “alat kapitalisme”? Kita seperti diadu dengan adanya konstelasi tersebut, dengan fanatisme yang mendarah daging hanya demi sebuah ‘amplop’ tanpa jaminan apa-apa pada hari mendatang. Algemeen Kiesrecht atau hak memilih bagi setiap orang, juga telah terkooptasi dengan terbiasanya money politic serta zonasi program. Lalu sebenarnya adakah pemilih yang merdeka? Atau dalam bahasa Tan Malaka evenredige vertegenwoordiging, ialah pemilih yang tanpa ‘embel-embel’, sebab ia mau memilih.
Jangankan jaminan di masa mendatang, malah kita sudah mengetahui bahwa dengan mega proyek itu saja berapa ribu atau bahka juta rakyat Indramayu yang akan kehilangan pekerjaannya, atau malah menciptakan pengangguran baru (baca; pengangguran struktural). ***