Indramayu, Demokratis
Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) Indramayu, Jawa Barat, melalui Direkturnya Ous’hj dialambaqa meminta dengan sangat kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar), agar tidak melokalisir, bahkan harus maksimal menetapkan tersangka hingga minimal 13 orang pada kasus kredit macet penyebab bankrutnya Bank Perkreditan Rakyat-Karya Remaja (BPR-KR) Indramayu.
“Publik tidak mendapat penjelasan Kejati, apakah kerugian negara senilai Rp34 miliar itu merupakan kerugian total akumulatif atas kredit macet dari Rp300 miliar itu, yang kemudian hanya menetapkan dua tersangka yaitu, Dadan Hamdan (DH) dari pihak debitur dan Sugianto Alias Yanto kaper, selaku Dirut BPR-KR,” tanya Oo biasa disapa.
“Lalu jika total yang Rp34 miliar itu diakui oleh DH sendirian, sekalipun faktanya untuk sekian orang, berarti kemungkinannya hanya dua tersangka saja yang ditetapkan oleh Kejati. Seharusnya jika nilai Rp34 miliar itu, terdiri dari sejumlah debitur atau puluhan debitur selain atas nama debitur DH, maka tersangkanya harus lebih dari dua orang. Jadi harus ada atau akan menyusul tersangka lainnya,” ujarnya.
Pertanyaan selanjutnya,”Apakah Kejati berniat melokalisir kasus,atau”sungkan” mengembangkan penyidikannya?,jika demikian di duga kasus kredit macet Rp 300 miliar,akan terkunci pada 2 tersangka saja,dan publik pasti menuding Kejati melokalisir kasusnya.lalu, apakah 2 tersangka itu bentuk order dari rezim penguasa?,itu spekulasi logis publik,”tasdas 0o.
“pada konstruksi pemeriksaan itu sangat jelas untuk menetapkan siapa tersangka utamanya, karena ke-6 pejabat itu, berdasarkan tupoksinya pasti tahu, dan itu semua menjadi tanggung jawab kerjanya.maka Kejati harus mendapatkan informasi dan penjelasan detail dari mereka.sebab tidak mungkin mereka tidak tahu soal itu.”imbuhnya.
“Alasan lain jika dilihat dari konstruksi surat panggilan, mereka semua tentu tahu aturan dan ketentuan kredit diperbankan,yaitu konstruksi (hukum)pada prinsip 5C dan atau 7C saat pemberian kredit,agar tidak terjadi kemacetan atau kerugian negara,via(APBD).Lalu,bila aturan 5C dan atau 7C dilanggar,maka jelas katagorinya perbuatan kejahatan perbankan,semestinya ada banyak terperiksa yang bisa ditetapkan menjadi tersangkanya”.Jadi cukup jelas konstruksinya.”ujar 0o.
“Pertanyaan berikutnya, siapa saja yang bakal menjadi tersangka susulan setelah debitur DH dan Dirut Sugianto?.Sekali lagi, jika Kejati tidak melokalisir pemeriksaan kasusnya, tentu bila dilihat pada konstruksi kasusnya hingga Rp 300 miliar.maka minimal Kejati harus bisa men tersangka kan terhadap 13 orang.Hal itu,jika berdasarkan tupoksi dan otoritasnya minimal 6 orang dari yang terperiksa tersebut,beserta Direktur cabang BPR-KR se Indramayu lainnya.sebab secara hirarkis, tentu tidak hanya anggota Dewan Pengawas (Dewas) saja, tetapi harus juga pada Ketua Dewas yang ex ofisio selaku Asisten Daerah(Asda) 2.karena Asda 2 membawahi tanggung jawab sejumlah Badan Usaha Milik Daerah(BUMD).maka jika anggota Dewasnya 3 orang,bertambah menjadi 4 orang,yaitu Ketua Dewas”.tunjuknya.
Menurut 0o,jika Dewasnya “waras”,tentu kinerjanya sesuai tupoksi,lalu kredit macet bisa terhindarkan,dan berarti potensi kerugian negara tidak terjadi.Lantas siapa lagi berdasarkan konstruksi hukum dan tupoksi yang di duga terlibat untuk bisa dijadikan tersangka,mereka adalah para auditor Inspektorat.karena jika Inspektorat mengemban tupoksi dan tanggung jawabnya sesuai aturan, kredit macet dan atau kerugian keuangan negara di taman kembang Ganyong BPR-KR tidak terjadi.karena akan menghasilkan temuan fraud dalam rekomendasi Inspektorat,baik ke Bupati sebagai Kuasa Penyertaan Modal(KPM),ataupun pada Dirut BPR KR untuk menindaklanjuti temuannya, sebagai peran dan fungsi pecegahan agar tidak terjadi prilaku tipikor di BUMD, kususnya di BPR KR.
Selanjutnya kata 0o,yang bisa dijadikan tersangka adalah, auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia(BPK RI), karena setiap tahun BPR KR dan atau BUMD,BPR-KR,Perusahaan Daerah Air Minum-Tirta Darma Ayu(PDAM-TDA)dan Perusahaan Daerah-Bumi Wiralodra Indramayu(PD-BWI) adalah bagian dari obyek pemeriksaan BPK, dalam audit tahunan terhadap tata kelola pemerintahan dan audit atas pelaksanaan dan pertanggung jawaban APBD oleh Bupati.
Inspektorat maupun BPK tupoksi utamanya adalah untuk melakukan pencegahan atas perilaku korupsi,sehingga jangan sampai terjadi adanya kerugian keuangan negara, maka dalam Laporan Hasil Pemeriksaan(LHP)nya harus ada temuan,bila melihat fakta empiriknya sekarang.
Bila ditemukan unsur tipikor dalam auditnya, maka harus merekomendasikanya ke Aparat Penegak Hukum(APH). Jika hal itu dilakukan tidak akan membengkak kerugian negaranya.Jika temuan itu bersifat administratif, maka diberi waktu 60 hari kerja untuk menindaklanjuti temuan,bila melampaui waktu 60 hari,segera memberi rekomendasi ke APH.Melihat kredit macet fantastik itu, auditor Inspektorat maupun auditor BPK harus bisa dijadikan tersangka, karena di duga tidak menjalankan tupoksinya secara profesional.
Bahkan Indikasi kuatnya,ada main mata,pagar makan tanaman,dan atau pura-pura tidak tahu,karena profesionalitasnya terbunuh oleh mentalitas yang buruk sebagai auditor.jika kita melihat konstruksi hukum dan hasil pemerikasaan Kejati pada Kamis,(15/9/2022),dan merekonstruksi persoalan kredit macet ratusan miliar itu,maka debitur nakal,yang definisinya menyalahgunakan kredit dan bukan untuk kepentingan usahanya dan atau dipinjamkan lagi kepada pihak lain dan atau yang tanpa agunan atau tidak cukup agunannya,dan atau mengakal-akali pemberian kredit yg melanggar ketentuan prinsip 5C dan atay 7C.sehingga terjadi kerugian negara,maka harus bisa dijadikan tersangka,itu konkretnya.tandas 0o.
“Untuk itu, kasus kredit macet BPR KR Indramayu yang sedang diproses KEJATI Jabar, harus dikawal ketat oleh publik dan media, kita semua yang menaruh mimpi perubahan bagi takdir sosial Indramayu tercinta.maka bila hanya berdiam diri, biasa kasusnya tenggelam menjadi antah berantah,seperti kasus PDAM-TDA yang statusnya sudah tersangka.begitu juga kasus Corporat sosialbility responsip(CSR)dari PT Pertamina RU VI Balongan, senilai Rp 15 miliar yang statusnya juga sudah tersangka.kemudian tenggelam di duga tertelan integritas Aparat Penegak hukum yang masih sangat memprihatinkan”.pungkas Dirut PKSPD. (S Tarigan)