Selesai sudah pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) pada tanggal 14 Februari 2024 kemaren. Asasnya demokrasi jujur, damai dan bermartabat. Persaingan bagi para kandidat calon presiden dan anggota legislatif.
Pemilu dengan tujuan meraup suara untuk menang. Hasilnya hitungan cepat dimenangkan oleh pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran. Hasil resmi perhitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kita tunggu.
Berlangsung dengan penuh semangat. Tetapi tidak hanya berlangsung dengan spirit kompetisi saja tetapi faktor yang lain juga. Memang tujuan kompetisi adalah menang.
Bersaing ditumpangi oleh faktor lain. Faktor menghalalkan segala cara untuk menang. Yang besandar pada faktor money politic, dan transaksi politik. Yang masih perlu bukti-bukti.
Maka kita mengenal faktor money politic dengan beragam pula paketnya. Ada sumbangan sembilan bahan pokok (sembako) maupun bantuan tunai. Atau sumbangan lain. Seperti serangan fajar.
Dengan mendatangi pemilih pada pagi hari sebelum ke tempat pemilihan. Datang dengan memberikan amplop berisi uang agar memilih calon tertentu.
Caranya bemacam-macam itu berguna untuk memikat pemilih untuk mendukung calon tertentu. Inilah strategi untuk menggaet pemilih. Untuk menjadi pendukung pemilih calon yang sudah ditetapkan.
Intervensi lain adalah tansaksi politik. Menggunakan kompromi bantuan kepada pemilih. Seperti janji kalau menang nanti akan diberikan fasilitas tertentu kepada pendukung.
Bisa juga gertakan mengancam. Bila kalah dalam pemilihan nanti pada pegawai akan dicopot dari jabatannya. Sebagai gertakan bargaining pangkat pada pegawai negeri misalnya.
Demikianlah pemilu dengan konsep menang saja. Apapun caranya bermoral atau tidak. Berkompetisi untuk menang.
Mungkin inilah yang disebut permainan kotor dalam film dokumenter karya sutradara Dandhy Dwi Laksono yang berjudul Dirty Vote hanya siap menang tak siap untuk kalah.
Penulis yang sudah terlibat sebagai peneliti dengan pengalaman beragam membenarkan hal itu. Demkianlah jika pemilu didukung oleh peserta yang berpemilu siap menang saja. Tapi tidak siap kalah. Bukan pemilu yang berasaskan demokrasi.
Konsep yang tidak demokratis menimbulkan politik uang, transaksi politik dan politik kotor. Yang demikian itu adalah musuh demokrasi. Merusak demokrasi itu sendiri.
Kita memang anti politik uang, transaksi politik apalagi politik kotor. Pemilu yang kita junjung tinggi adalah pemilu yang berbasiskan demokrasi. Yaitu siap menang dan siap kalah.
Jakarta, 15 Februari 2024
*) Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta