Novi Rahman dan enam tersangka lain tiba di Jakarta sekitar pukul 03.00 kemarin. Seluruh tersangka langsung dibawa ke Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Pukul 10.30, para tersangka ditunjukkan kepada publik. Novi Rahman yang mengenakan pakaian tahanan Bareskrim tampak tertunduk lesu. Tersangka lain di samping kanan dan kirinya juga berusaha menyembunyikan muka. Mulai kemarin, mereka resmi ditahan dengan opsi perpanjangan penahanan.
Meski sudah sering bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Argo mengakui baru pertama Polri menangkap seorang kepala daerah dengan bantuan lembaga antirasuah. Pemeriksaan terhadap para tersangka berikut 18 saksi lainnya, sambung Argo, akan dilanjutkan lebih mendalam. “Misalnya, apakah ada yang menyuruh, kemudian uang dikumpulkan untuk apa, dan sebagainya,” beber mantan kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya tersebut.
Argo memastikan, perkembangan penanganan perkara tersebut akan disampaikan secara terbuka. “Kita tunggu nanti dari penyidik tipikor Bareskrim untuk melakukan pendalaman,” jelasnya. Strategi yang sama akan dilakukan untuk mendalami temuan barang bukti. Termasuk barang bukti rekening tabungan dengan nama Tri Basuki Widodo. “Buku tabungan pun kami periksa lagi. Ada buku tabungan atas nama orang lain, buku tabungan atas nama sendiri, ada juga lebih dari satu buku tabungan. Itu masih kami kroscek ke para tersangka,” jelasnya.
Berdasar data yang diperoleh penyidik, duit untuk jual beli jabatan di Nganjuk bersumber dari bawah. Berjenjang mulai tingkat desa sampai kecamatan. Besaran uang yang diberikan beragam. Mulai Rp 2 juta sampai Rp 50 juta. Namun, data KPK menyebut besaran uang yang mengalir dalam perkara itu Rp 10 juta sampai Rp 150 juta. “Jadi, sedang kami dalami, sudah berapa lama berlangsung,” kata pria yang juga pernah bertugas sebagai Karopenmas Divhumas Polri tersebut.