Jakarta, Demokratis
Pengamat kebijakan publik Universitas Jember Hermanto Rohman mengatakan potensi korupsi masih bisa terjadi dengan raihan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada sejumlah pemerintah daerah di Jawa Timur.
Pemerintah Kabupaten Jember mendapatkan opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2022 setelah 5 tahun menunggu karena sebelumnya pernah mendapat opini disclaimer pada tahun 2019 dan opini tidak wajar pada tahun 2020.
“Rekomendasi temuan hasil audit BPK di Jember mengindikasikan bahwa potensi oportunistik birokrasi untuk korupsi masih ada dengan keberadaan kelebihan pembayaran honorarium dan belanja modal,” kata Hermanto Rohman, Jumat (26/5/2023).
Menurut dia, opini yang diterbitkan oleh BPK sebagai lembaga berwenang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang disampaikan Pemda pada tahun 2022 berdasarkan empat hal, yakni kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kepatuhan terhadap peraturan perundangan, efektivitas sistem pengendalian internal, dan kecukupan pengungkapan.
“Penilaian WTP memastikan laporan keuangan pemda sudah sesuai dengan SAP. Namun, dalam opini itu juga memungkinkan masih terdapat beberapa rekomendasi yang disampaikan dalam bentuk tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan,” tuturnya.
Dia mengatakan BPK memberikan rekomendasi kepada Pemkab Jember meliputi tiga hal, yakni belanja honorarium sebesar Rp1,4 miliar tidak sesuai dengan ketentuan, kelebihan pembayaran atas realisasi belanja modal, dan penatausahaan barang milik daerah berupa aset tetap yang belum sepenuhnya tertib.
“Tentunya itu hasil temuan yang harus diungkap dan dilakukan perbaikan melalui pengendalian internal. Dari substansi rekomendasi itu, sebenarnya permasalahan klasik yang sepertinya terus-menerus muncul di Jember dan beberapa kabupaten lainnya,” katanya.
Berdasarkan Gone Theory menyebutkan terdapat empat faktor utama penyebab terjadinya korupsi, yakni perilaku keserakahan (greeds), kesempatan (opportunities), kebutuhan (needs), dan pengungkapan (exposures).
“Berdasarkan teori itu, apabila dikaitkan dengan laporan keuangan yang telah mendapat predikat WTP di Jember, dua penyebab korupsi yang dapat diminimalkan adalah opportunities dan exposures,” tuturnya.
Hermanto menilai mental oportunistik birokrasi yang potensial korup masih ada salah satunya adalah melalui skema memperbesar belanja honorarium dan juga belanja modal yang juga potensial terjadi praktik rent seeking, yaitu memberikan peluang pada kelompok ekonomi tertentu mendapatkan keuntungan dari anggaran pemerintah dan modusnya biasanya melalui belanja modal.
“Perlu dipahami bahwa WTP bukanlah tujuan akhir dari pengelolaan keuangan dan capaian prestasi kinerja pemerintah daerah bagi masyarakat, melainkan memang perlu diapresiasi sebagai upaya meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah,” katanya.
Dia menjelaskan capaian WTP ini harus menjadi pemacu pemerintah daerah bekerja keras untuk meningkatkan pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat. (JP)