Madina, Demokratis
Mulai sekitar tahun 2015 hingga saat ini tahun 2020, lahan masyarakat Desa Rantobi, Kecamatan Batang Natal dan Desa Kampung Baru Lobung, Simpanggambir yang diajukan untuk diganti rugi oleh PT Perkebunan Sumatera Utara (PT PSU) perusahaan plat merah milik Pemprov Sumut belum melunasi pembayaran ganti ruginya. Masyarakat menuntut ganti rugi lahan, karena pihak perusahaan telah merusak lahan kebun karet milik warga, namun pihak PT PSU saat ini terkesan seperti “tutup mata”.
Salah satu tokoh masyarakat Simpanggambir mengatakan, hingga saat ini pembayaran ganti rugi lahan belum terlunasi karena keuangan perusahaan PT PSU sendiri saat ini terseok-seok dan penyertaan modal pun dari APBD Provinsi Sumut tak mengalir.
“Dulu masih Pak Darwin Sembiring pimpinan di Simpanggambir ini kurun waktu setahun atau dua tahun selesai dibayar kepada warga,” tutur Lubis kepada Demokratis.
Sementara pengurus harian Koperasi Sikap Mandiri (KSM) Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal diduga keras suka menyalahgunakan wewenang dan diduga tidak profesional dalam menjalankan tugasnya di lapangan, sehingga tidak mematuhi Visi dan Misi AD/ART Koperasi Sikap Mandiri. Akibatnya beberapa hal yang menyangkut dugaan carut-marutnya persoalan ganti rugi lahan dari pemilik lahan di wilayah Desa Rantobi yang pada gilirannya sangat erat sekali hubungannya dengan penundaan pencairan ganti rugi lahan dari PT Perkebunan Sumatera Utara melalui Koperasi KSM.
Potret buram soal ganti rugi lahan yang menuai permasalahan “lahan berlapis”, yang tak kunjung selesai mulai tahun 2013 hingga kini, menunjukkan bahwa kepemimpinan Ketua Koperasi Sikap Mandiri sangat pantas untuk diganti, karena kurang mengerti tentang perkoperasian, akibat permasalahan pengelolaan Koperasi Sikap Mandiri yang kurang mementingkan perwujudan keanggotaan masyarakat Simpanggambir/Kampung Baru untuk ikut menjadi anggota kebun plasma diduga menjadi buram, antara ada dan tiada, buktinya keanggotaan plasma Simpang Gambir/Kampung Baru hingga saat ini belum terealisasi, akibat sibuknya pengurus harian KSM dengan urusan “olah-mengolah ganti rugi lahan” demi keuntungan pribadi. Ujung-ujungnya manager PT PSU Simpanggambir yang berinisial DS menjadi terimbas.
Fajaruddin Nasution mantan Kepala Desa Rantobi, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Madina saat ini telah memberi laporan tertulis persoalan yang membelit kasus dugaan korupsi yang merupakan persekongkolan pengurus Koperasi Sikap Mandiri dengan TA selaku petugas ukur PT PSU yang sering menimbulkan istilah “lahan berlapis”, sehingga pemilik lahan menjadi rugi hingga ratusan juta rupiah.
Lebih lanjut disampaikan kepada wartawan dalam jumpa pers di Penyabungan, Minggu lalu, bahwa adanya kerjasama antara pihak petugas ukur maupun petugas lapangan PT PSU dengan pengurus harian Koperasi Sikap Mandiri (KSM) Simpanggambir dalam hal pelaksanaan pengukuran lahan warga yang terkait dengan ganti rugi, sebagaimana yang terjadi di Desa Rantobi, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, bahwa proses pengukuran lahan yang selama ini sering menimbulkan polemik antara pemilik lahan dengan pihak Koperasi KSM, yang pada akhirnya pemilik lahan sering menjadi kehilangan lahannya akibat “lahan berlapis”.
Contoh lahan berlapis adalah lahan a/n Sahnan Nasution (Kepala Lorong Simarrobu) yang mempunyai lahan di Guo Jagogar sekira empat hektar. Lahan tersebut diinformasikan oleh pihak Koperasi KSM dan pihak petugas ukur PT PSU (Tony Aquino), bahwa lahan tersebut dinyatakan “berlapis“, sehingga lahan a/n Sahnan Nst tersebut ditolak oleh pihak Koperasi KSM, padahal lahan a/n Sahnan Nst tersebut memang nyata ada di Guo Jagogar, Desa Rantobi. Dan banyak lagi lahan masyarakat yang notabene “berlapis atau hilang”.
Isu yang berkembang di lapangan, lahan a/n Sahnan Nst tersebut diduga keras telah pernah diganti rugikan oleh pihak tertentu. Artinya di balik hilang atau berlapisnya lahan tersebut, ada oknum yang telah mengganti rugikan lahan dimaksud ke PT PSU. Itulah akibat kinerja pihak Koperasi KSM yang bersifat “siluman”, tanpa ada alas hak yang jelas dari pemilik lahan yang bersangkutan, demi mengejar keuntungan pribadi.
Pihak Koperasi bisa melakukan POM ke PT PSU tanpa ada ketentuan yang jelas dari pemilik. Setiap pemilik lahan berangkat ke lokasi untuk menunjukkan lahan yang bersangkutan, ternyata pihak petugas ukur PT PSU Tony Aquino mengatakan bahwa lahan tersebut telah berlapis. Apakah mungkin ada orang luar yang menguasai lahan tersebut tanpa sepengetahuan si pemilik lahan, sehingga lahannya hilang dan telah diganti rugikan oleh orang lain. Sementara pemilik lahan mengatakan dia belum pernah melakukan atau memindahtangankan kepada orang lain.
“Di samping itu, soal pengurangan luas hektaran lahan warga, ketika selesai dilaksanakan pengukuran oleh petugas ukur (Tony Aquino) dari PT PSU, maka pemilik lahan sering mengeluh akibat luas hektaran kebunnya menjadi berkurang hingga 0,5 hektar, sehingga ada dugaan kuat sisa atau kelebihan luas hektaran itu dikumpulkan oleh petugas lapangan/petugas ukur bekerja sama dengan pihak pengurus Koperasi KSM untuk dibuat rekayasa surat (alas hak) atas nama orang tertentu, yang pada gilirannya hasil uang ganti rugi yang di POM kan tersebut menjadi milik oknum yang bermain dengan mafia hektaran. Dari hasil “olah-mengolah” oleh mafia hektaran tersebut, jelas pihak perusahaan PT PSU dan anggota peserta plasma menjadi menderita kerugian yang besar,” ujar Fajar.
Di tempat terpisah, Mangudut Hutagalung Koordinator Investigasi LSM Lippan Sumut menanggapi soal permasalahan Koperasi KSM terkait dengan ganti rugi lahan seperti lahan tumbangan atau gas-gas untuk di POM-kan ke PT PSU melalui Koperasi Sikap Mandiri (KSM) Simpanggambir, maka penggelembungan harga kerap terjadi menjadi harga lahan kebun havea (karet) yang berproduksi dengan dasar bukti bahwa si pemilik lahan gas-gas diperintahkan oleh pengurus harian Koperasi Sikap Mandiri bekerja sama dengan Marsudi selaku petugas lapangan PT PSU Simpanggambir berfoto di samping pohon karet di kebun masyarakat yang mempunyai kebun karet. Sementara setelah pencairan ganti rugi lahan dilaksanakan di kantor administrasi PMKS Simpang Gambir, nilai harga ganti rugi pemilik lahan tetap menerima harga kebun gas-gas.
“Maka kelebihan uang dari harga kebun havea berproduksi dengan lahan gas-gas diduga dibagi-bagi oleh oknum petugas bekerja sama dengan pihak pengurus Koperasi KSM. Jadi tak heran oknum tersebut memiliki aset seperti rumah mewah, kebun sawit dan kebun durian di daerah lain (di luar Kecamatan Lingga Bayu),” tegas Hutagalung. (UNH)