Gaya anak muda tidak suka selalu serius. Terkadang bercanda menggunakan bahasa gaul terkadang menari atau berjoget. Demikianlah lingkungan anak muda yang berbeda dengan orang sudah berumur.
Berada di kalangan demikian mau tidak mau kita mengikuti arus. Pada peristiwa kampanye di mana banyak muda. Menggunakan komunikasi bahasa gaul, menari dan berjoget di mana perlu.
Agaknya itulah yang terjadi pada Prabowo Sugianto. Maka kala ia datang dalam kerumunan anak muda ia pun terlibat. Menari, menyanyi dan berjoget.
Identik juga waktu ada dalam masyarakat Melayu yang gemar berbahasa dengan pantun maka bahasa diakukan. Seperti pantun “kalau ada sumur di ladang bolehlah kita menumpang mandi, kalau ada umur panjang bolehlah kita menjadi calon presiden lagi”. Begitu Prabowo berpantun pula untuk menyatakan niatnya.
Sukses kah dia dalam menyesuaikan diri itu dengan lingkungan maka kita menjawab sukses. Meski bukan dunianya berjoget dan berpantun. Dunianya adalah militer bukan dunia seni.
Keberhasilan itu bukan tidak masalah bagi kandidat dan pihak lain. Seumpama Megawati Sukarnoputri pendukung calon nomor dua tidak suka dengan cara itu. Yang tidak disenangi bukan gayanya, tapi dengan mimiknya yang jelas tidak suka menyatakan tak sukanya dengan kata bahwa telah terjadi kelompok oligarki bergabung dengan kekuatannya. Kekuatan orde baru bersama dengan kekuatan oligarki.
Tuduhan orde baru dan oligarki telah diarahkan ke kubu Prabowo oleh Megawati Sukarnoputri. Orde baru dan oligarki amat melemahkan kubu nomor tiga itu.
Bagi masyarakat pemilih tidak soal tuduh menuduh itu sepangjang mencari kemenangan. Yang penting adanya pengkhidmatan kepada negara itu benar-benar. Bukan manis di mulut lain di hati. Bukan hanya menang pada kampanye tapi menang dalam melaksanakan janji kampanye.
Adanya Prabowo Subianto nampaknya santai saja untuk memasuki arena anak muda. Yang tidak suka terlalu sikap serius. Itu saja.
Jakarta, 2 Desember 2023
*) Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta