Riau, Demokratis
Maraknya tempat praktik tambang dalam bentuk bebatuan dan pasir tanpa mengantongi izin alas ilegal yang ada di Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar sangatlah meresahkan dan dampaknya tentu merusak lingkungan. Serta juga dapat memicu terjadinya konflik horizontal di dalam masyarakat.
Tambang bebatuan dan pasir kuarsa yang berada di pingir Jalan Lintas Petapahan yang sampai sekarang bebas melenggang tanpa tersentuh hukum. Meski tak ada izin resmi namun kegiatannya seolah-olah kebal hukum dan masih mengadakan praktik tambang bebatuan dan pasir yang berada di Sungai Tapung Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar.
Pada saat tim awak media mendatangi tempat penampungan bebatuan dan pasir alat yang digunakan penyedotan bebatuan dan pasir dari Sungai Tapung terlihat pakai mesin dompeng solar dan mengunakan pipa panjang untuk mengeluarkan bebatuan pasir dari Sungai Tapung.
Sungai Tapung sangat-sangat memperhatinkan dan Jalan Lintas Petapahan menuju Ujung Batu tentang adanya praktik tambang bebatuan dan pasir tanpa mengantongi izin dan sangat mengkhawatirkan paru-paru dunia dapat menjadi musibah besar longsor dan malapetaka akan terjadi di sesuatu hari.
Sangat disayangkan adapun praktik tambang bebatuan dan pasir tersebut melihat dari kegiatan di pinggir Sungai Tapung sudah bertahun-tahun beroperasi. Tapi aparatur penegak hukum (APH) Tapung/Kampar dan di Provinsi Riau tidak ada yang dapat bertindak.
Di saat tim awak media konfirmasi kepada salah satu di tempat penambangan bebatuan dan pasir mereka menjawab tidak tahu siapa yang punya dan terdiam saja tidak dapat memberikan keterangan.
Ini adalah contoh sebagian kecil ulah para penambang yang ada di Sungai Tapung Kabupaten Kampar sehingga mereka merasa aman dan nyaman padahal jelas-jelas tambang yang tidak ada ijinnya adalah proses melawan hukum.
Adapun dari sisi regulasi, pertambangan tanpa ijin (PETI) melanggar Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa ijin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000.
Harapan kami aparat penegak hukum (APH), Kementerian Polhukam, Kementerian ESDM, bersama Kementerian Kehutanan, dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Dalam Negeri, dan Kepolisian RI segera menindak tegas para pelaku pemodal tambang bebatuan dan pasir, agar tidak ada pertambangan atau galian ilegal yang merusak lingkungan dan dapat merusak habitat sungai dan mengganggu ekosistem sungai.
Semoga saja para penambang tidak ada permainan ataupun upeti yang diberikan oleh oknum para penambang kepada pihak APH khususnya di Kabupaten Kampar. (Tim)