P Sidimpuan, Demokratis
Sejumlah orang yang tak dikenal mengaku sebagai anggota Komnas HAM yang berdomisili di Kabupaten Labuhan Batu, Sumut, mendatangi satu per satu wartawan yang melaporkan proyek Reboisasi Hutan dan Lahan (RHL) senilai Rp 12,9 miliar ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di Jakarta dan instansi terkait lainnya.
Oknum yang mengaku dari Komnas HAM tersebut menyodorkan uang di dalam amplop besar untuk diberikan kepada wartawan satu per satu. Namun tidak satu pun wartawan yang mau menerima.
Pertama kali yang didatangi adalah rumah wartawan Demokratis. Sekira pukul 18.20 WIB (30/05), ketiga orang itu mengaku datang untuk menyerahkan uang tersebut kepada wartawan. Dan kebetulan wartawan Demokratis pergi ke luar kota.
“Uang sebanyak ini untuk dibagikan kepada Pak Uba,” katanya.
Lantas keluarga di rumah tersebut pun menjawab. “Itu bukan urusan kami, kami tak tahu menahu soal urusan itu. Yang jelas kalau kasus sudah dilaporkan, tidak boleh nego-negoan. Itu melanggar peraturan, walaupun kalian tunjukkan uang sebanyak itu,” tegas keluarga wartawan Demokratis kepada anggota Komnas HAM yang mengaku salah satu orang bermarga Siregar namun tidak mau menyebut namanya.
Besok harinya, ketiga orang tersebut mendatangi lagi rumah Mhd Nasir Dongoran wartawan MIP. Dan mereka juga mengaku dari Komnas HAM Rantau Parapat, Kabupaten Labuhan Batu yang salah satunya mengaku bermaga Siregar Ritonga. Namun Mhd Nasir Dongoran pun tak mau menerima uang tersebut.
Artinya pihak rekanan ingin berdamai terkait laporan proyek RHL yang sudah dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di Jakarta.
Seperti dibertakan sebelumnya, pelaksanaan proyek pembuatan tanaman Reboisasi Hutan dan Lahan (RHL) TA 2019 s/d 2021 yang berlokasi di lingkungan kerja KPH–X Padangsidimpuan Blok Pardomuan I, II dan III, Kabupaten Tapanuli Selatan yang berlokasi di Bukit Desa Bukkas/Malombu dimenangkan oleh CV Citra Uang Negara. Paket 13 dengan nilai pagu paket Rp 13.062.336.000 APBN 2019, Nilai Taruna Mandiri yang berkedudukan di Jl Melati No 30 – B RT 000/ RW 000 Simarito, Siantar Barat, Kota Pematang Siantar. Kemudian harga penawaran dan hasil negoisasi Rp 12.999.287.180. Adapun HPS paket Rp 13.060.785.870.
Uba Nauli Hasibuan SH Sekum NGO Lembaga Independen Pengawasan Pejabat & Aparatur Negara Sumatera Utara (LIPPAN–SU) dan Drs Aliuddin Harahap wartawan Sumurung News mengatakan pelaksanaan proyek tersebut bermasalah karena hasil investigasi para anggota aktivis LSM dan wartawan di lokasi RHL terjadi dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
“Karena pelaksanaan proyek pembuatan tanaman RHL di KPH Wilayah–X banyak yang tidak sesuai dengan harga satuan pokok kegiatan bidang pengendalian DAS dan hutan lindung tahun 2019 yang diatur di dalam Peraturan Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Nomor : P.5/PDASHL/SET/Kum/.1/8/2018 Junto Peraturan Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Nomor : P.4 / PDASHL / SET/ KUM.1.7/2018 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rancangan Kegiatan Penanaman Rehabilitasi Hutan dan Lahan, sehingga terindikasi terjadi unsur KKN,” tegas Uba Nauli Hasibuan SH.
Sementara Asmidi ditemani rekan kerjanya dan Fikri (anggota TNI Kodim Tapanuli Selatan) di kantor atau mess Desa Pudun, Kecamatan Psp Batunadua, Rabu, 1 April 2020 lalu, menerangkan bahwa di areal lokasi RHL di Desa Malombu/Bukkas kerja (pondok) telah dibuat sebanyak enam unit dan papan merek telah dipasang sesuai dengan aturan yang berlaku untuk 300 hektar di areal RHL di Desa Bukkas sesuai dengan peraturan yang mengatur tentang pekerjaan RHL.
Ternyata setelah dilakukan cek and ricek di lokasi, gubuk kerja atau pondok hanya tiga unit dan kemudian berdasarkan Peraturan Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Nomor : P.4 / PDASHL / SET/ KUM.1.7/2018 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rancangan Kegiatan Penanaman Rehabilitasi Hutan dan lahan bahwa di dalam papan merek/petak/blok tertulis di dalam satu petak seluas 25 hektar dan dipajang papan merek tersebut secara berurutan atau berjejer, namun setelah dicek di lokasi dari Petak–I harus berjejer atau berurutan dipasang Petak–I sampai Petak–XI, namun ternyata di lapangan papan petak tersebut tidak dipasang secara berurutan seperti dari Petak–IV kemudian ke Petak-VII.
“Selajutnya di dalam pelaksanaan RHL di lokasi dimaksud banyak ditemukan kejanggalan yang tidak sesuai dengan Juknis penyusunan rancangan kegiatan penanaman rehabilitasi hutan dan lahan. Sebab di titik penampungan bibit tanaman di lokasi RHL banyak bibit bertumpuk dan tidak ditanam, akibatnya bibit banyak yang mati, seperti yang terjadi di Desa Bukkas/Malombu, Kecamatan Angkola Sangkunur, Kabupaten Tapanuli Selatan,” ungkap Uba Nauli Hasibuan SH.
Menurut Uba Nauli Hasibuan SH, setengah mereka mengelilingi lokasi RHL di Desa Bukkas/Malombu, bibit tanaman RHL yang ditanam kebanyakan di sepanjang kiri-kanan jalan keliling lokasi RHL di kondisi lahan yang datar, dan kalau ke arah lahan yang kondisi miring sekitar 20 atau 25 meter di luar jalan poros, maka banyak ditemukan bibit petai dibuang (masih hidup) dan sebagian lagi ditemukan banyak bibit yang mati, sementara bibit tanaman RHL yang harus ditanam di dalam per satu hektar harus ditanam sebanyak sekira 1.100 bibit.
Sementara S Siregar Kades Bukkas mengatakan bahwa luas areal proyek RHL di wilayahnya seluas 300 hektar. Dan saat ditanya soal banyaknya bibit tanaman yang mati di belakang rumah orangtua Kades, “Nanti kan diganti orang itu,” ujar Kades.
Di Guo Asom, Kelurahan Pardomuan wilayah Dusun Siroccitan, Kecamatan Angkola Selatan pun banyak ditemukan bibit tanaman RHL seperti bibit duku, jengkol, durian, manggis, ingul dan kemiri banyak yang mati dan tidak ditanam. (UNH)