Dengan melaksanakan puasa ramdhan banyak pendidikan yang dapat diraih antara lain kejujuran, kedisiplinan, serta kesabaran untuk membentuk karaktek pribadi muslim.
10 karakteristik muslim yang dibentuk di dalam bulan ramadhan:
- Salimul ‘Aqidah
(Bersih Aqidahnya)
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semuanya karena Allah Rabb semesta alam”. (QS. Al-An’aam : 162).
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam’ (QS 6:162).
- Shahihul Ibadah
(Benar ‘Ibadahnya)
“Shalatlah kamu seperti yang kamu lihat Aku shalat”. (Riwayat Bukhari)
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: ‘shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.’ Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
- Matinul Khuluq
(Kokoh Akhlaknya)
“Dan sesungguhnya kamu wahai Muhammad benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. Al-Qalam : 68)
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung’ (QS 68:4).
Di negeri kita ini, akhlak itu betul yang sudah mulai menipis, terlihat baik rakyatnya maupun dilembaga negara kita, baik di Mahkamah Konstitusi maupun juga di KPU, yang baru-baru ini mendapat sanksi karena tidak mengindahkan akhlak.
- Qowiyyul Jismi
(Kuat Jasmaninya)
“Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah”. (Riwayat Muslim)
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: ‘Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah’ (HR. Muslim).
- Mutsaqqoful Fikri
(Intelek dalam Berfikir)
“Katakanlah: samakah orang yang ber-ilmu dengan orang yang tidak ber-ilmu, sesungguhnya hanya orang-orang yang ber-akallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar : 39)
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi.
- Mujahadatun Linafsihi
(Kuat Melawan Hawa Nafsunya)
“Tidak ber-iman seseorang dari kamu, sehingga ia menjadikan hawa nafsunya
pada ajaran Islam yang aku bawa”. (Riwayat al-Haakim)
Ini yang kita lakukan selama bulan ramadhan, mulai dari imsak sampai waktu berbuka, baik makanan, minuman milik kita sendiri mampu kita tidak menjamah dan mampu kita tidak mendekatinya. Ini yang diharapkan sesudah ramahdan, yang tidak hak kita lebih mampu kita tidak memakan dan tidak mendekatinya.
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk.
- Harishun ‘ala Waqtihi
(Sungguh-sungguh menjaga waktunya)
“Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara: mudamu sebelum tua, sehatmu sebelum sakit, kayamu sebelum miskin, lowongmu sebelum sibuk, dan hidupmu sebelum mati”. (Riwayat al-Haakim)
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya.
- Munazhzhamun fi Syu’unihi
(Teratur dalam semua masalahnya)
“Kebatilan yang teratur, dapat mengalahkan kebenaran yang tidak teratur”. (Ali bin Abi Thalib)
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.
- Qodirun ‘alal Kasbi
(Mampu berusaha sendiri)
“Tidak ada penghasilan yang lebih baik bagi seorang laki-laki daripada bekerja sendiri dengan kedua tangannya”. (Riwayat Ibnu Majah)
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi.
- Naafi’un Lighoirihi
(Bermanfaat bagi orang lain)
“Sebaik-baik manusia, adalah paling bermanfaat bagi sesama manusia”. (Riwayat al-Qudhaa’i).
Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Penulis adalah Guru Besar Fakultas Syari’ah UIN IB Padang, Ketua Wantim MUI Sumbar, Anggota Wantim MUI Pusat, Penasehat ICMI Sumbar, A’wan PB NU