Indramayu, Demokratis
Peristiwa pasca inspeksi mendadak (Sidak) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Sindang Indramayu oleh Bupati Nina Agustina, pada Jumat (09/04/2021). Publik sangat mendukung hasil sidak yang telah dilakukan. Bupati Nina, yang telah menemukan sejumlah obat-obatan tidak layak konsumsi atau kadaluarsa. Dengan berang dan tegas Bupati segera memanggil dan memberikan perintah kepada unsur APH yakni Kejaksaan dan Inspektorat untuk segera memproses dan menindaklanjuti temuan obat kadaluarsa tersebut yang diperkirakan senilai Rp 1,2 miliar.
Selain sebagai Direktur RSUD, Lisfayeni pun memiliki usaha di sektor kesehatan berupa klinik. Kemudian sebagai Wakil Direktur yang mengatur arus keuangan rumah sakit milik pemerintah tersebut, saat ini diduduki oleh Iman Sulaiman. Sebelumnya, Iman pernah bertugas sebagai Kepala Bidang di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan.
Demokratis telah berupaya untuk meminta keterangan dengan melakukan konfirmasi kepada pihak terkait di atas bahwa telah berapa lama atau berapa tahun kebijakan kejahatan kemanusiaan atau konsumen yang diduga telah dilakukan oleh pejabat di atas tersebut selama ini. Namun kedua pejabat, bahkan hingga Humas RSUD tersebut belum dapat ditemui.
Deden Boni Koswara selaku Kepala Dinas Kesehatan Indramayu pada saat dikonfirmasi mengatakan, bahwa ia belum bisa memberikan keterangan secara gamblang. Ia pun berdalih bahwa selama ini pun sedang menunggu laporan-laporan dari pihak yang terkait. “Terkait hal tersebut, saya belum detail mendapat keterangannya. Kami (saya) masih menunggu laporan terkait hal tersebut dari (pihak) rumah sakit,” ujarnya kepada Demokratis, Rabu (14/4/2021).
Direktur RSUD Indramayu Lisfayeni saat dikonfirmasi melalui pesan singkat pada Rabu (14/04/2021), ia menjawab “No Comment dulu ya, pak. Maaf ya. Terima kasih.”
Sementara keterangan yang didapat dari sumber Demokratis di Kejaksaan Negeri (Kejari) Indramayu, terungkap belum ada pihak-pihak yang diperiksa. Ditambahkan bagi pasal untuk pelaku penyediaan dan mengedarkan obat kadaluarsa, dikenakan delik Undang-undang (UU) Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.
“Sanksi terberatnya dikenakan denda pengganti kepada konsumen pelapor senilai Rp 2 miliar, kemudian bila kasusnya ingin ditempuh secara pidana kurungan maka laporannya kepada aparat penegak hukum yakni Kejaksaan,” ungkap sumber Demokratis di Badan Penyelesaian Sangketa Konsumen (BPSK) Indramayu, Kamis (15/4/2021). (RT)