Cianjur, Demokratis
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pribahasa tersebut sangat layak ditujukan kepada masyarakat Desa Sukakerta. Pasalnya, selain kehidupan semakin sulit di tengah pandemi Covid-19, mereka juga diduga menjadi korban pungutan liar alias Pungli yang dilakukan oleh oknum-oknum di Pemerintah Desa (Pemdes) Sukakerta yang ingin memperkaya diri sendiri.
Informasi yang dirangkum Demokratis di lapangan, penyaluran bantuan pangan non tunai (BPNT) yang dilakukan Pemdes Sukakerta, Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur, diwarnai aksi pungutan liar. IS warga Desa Sukakerta penerima manfaat BNPT mengaku bantuan tidak diterima sepenuhnya sehingga banyak warga yang dirugikan.
“Kami meminta pihak-pihak terkait menelusuri kaitan dengan BPNT dari mulai keluarga penerima manfaat (KPM), e-waroeng sampai ke penyalur tingkat kabupaten, kecamatan dan pihak Desa Sukakerta,” ungkapnya.
Menurutnya, penyaluran BPNT tidak memperhatikan pedoman umum (Pedum) yaitu ketika e-waroeng dikoordinir oleh dua penyalur e-warung BPNT dalam satu desa. Sementara di dalam Pedum jelas bahwa e-waroeng tidak bisa diintervensi oleh siapapun, yakni diprinsip utama poin dua yang berbunyi, memberikan pilihan dan kendali kepada keluarga penerima manfaat (KPM) tentang kapan, berapa, jenis, kualitas, dan harga bahan pangannya.
“Baik berupa beras, telur atau lainnya, serta tempat membeli sesuai dengan referensi atau tidak diarahkan pada e-waroeng tertentu, dan bahan pangan tidak dipaketkan. Kemudian, di poin 3 berbunyi, mendorong usaha eceran rakyat untuk memperoleh pelanggan dan peningkatan penghasilan dengan melayani KPM,” ungkapnya.
Dua poin pada pedoman umun BPNT tadi, tambahnya, sudah jelas mengarahkan untuk lebih bisa memberdayakan usaha kecil, bukan untuk dikoordinir pada satu penyalur. “Kami mohon agar pihak terkait mengkroscek ke lapangan untuk melihat lebih lanjut. Kalau ternyata benar adanya di lapangan seperti itu, tindak tegas!” tambahnya.
Ia juga tidak ingin penyaluran bantuan untuk warga miskin di Desa Sukakerta yang diduga masih dimainkan oleh oknum tertentu, membuat para KPM makin menderita. “Oknum tersebut sama saja dengan tidak ingin melihat warganya menjadi keluarga sejahtera makanya dapat juga bantuan ingin memakan duit dari orang miskin. Hidupnya bisa kualat,” ujarnya menyumpahi.
Masyarakat juga meminta Kepala Dinas Sosial Kabupaten Cianjur memantau penyaluran BPNT ke lapangan terkait dugaan penyimpangan dan ketidaksinkronan yang terjadi antara Bank BRI e-waroeng dan KPM.
“Seharusnya Kepala Dinas Sosial Kabupaten Cianjur menindak munculnya informasi pengoordiniran kartu ATM KPM di e-waroeng yang dilakukan oknum pihak desa maupun e-waroeng,” pungkasnya.
Sementara itu, salah satu pemilik e-warung sebut saja AM kepada SN warga masyarakat Desa Sukakerta rumah Kades Sukakerta Ima dan disaksikan sejumlah masyarakat bahwa siapapun yang ingin mengusik dan mencari kesalahan Desa Sukakerta jangan harap mereka bisa selamat.
“Jangan sesekali berani mengusik atau mengkoreksi dan mepermasalahkan desa saya dan agen BPNT termasuk TKSK Kecamatan Kadupandak selaku pendamping agen BPNT/e-warung kalau ingin selamat,” katanya manakut-nakuti ala preman.
Di sisi lain, oknum Kepala Desa Sukakerta Ima diduga bersekongkol dengan para perangkatnya untuk melakukan sunat menyunat bantuan UMKM yang kisarannya bervariasi, mulai dari Rp 500 ribu, Rp 400 ribu, Rp 300 ribu dan Rp 200 ribu dari 70 orang KPM yang mendapatkan bantuan. Sehingga mereka sangat resah dan merasa dimanfaatkan oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab di Pemdes Sukakerta.
Menurut keterangan MD salah satu penerima manfaat bantuan UMKM saat dikonfirmasi di rumahnya menjelaskan bahwa dirinya menerima bantuan Rp 2.400.000 namun mereka harus menyetor kepada pihak desa melalui Ketua RT setempat.
“Pihak desa kata Pak RT mau tidak mau kami harus menyetornya terhadap desa yang kami setorkan kisaran Rp 500 ribu, itu pun menurutnya untuk semua penerima manfaat yang mendapatkan batuan,” ujarnya.
Sehingga kata, MD, mereka hanya menerima batuan tersebut senilai Rp 1.900.000. “Karena kami kami juga diarahkan untuk mengikuti pihak yang lain juga telah menyetor ke pihak desa,” ujarnya.
Di tempat berbeda, AD yang juga penerima bantuan juga mengatakan hal yang sama karena menyetorkan uang batuan tersebut melalui RT yang dititipkan untuk ke pihak desa. Dan ia pun tidak tahu uang tersebut untuk apa.
“Mungkin mereka minta uang tersebut untuk biaya pengurusan atau meminta uang jasa mereka untuk pengajuan. Itupun kami tidak tau pasti cuman hanya sekedar secara pemikiran kami ajah orang awam,” ujar AD di rumahnya.
“Masyarakat Desa Sukakerta mengharap pemerintah pusat dan provinsi maupun daerah hingga penegak hukum agar segera menindak lanjuti hal ini karena dikhawatirkan jika hal ini dibiarkan kemungkinan bisa terulang kembali oleh para oknum pejabat Desa Sukakerta,” harap AD warga Desa Sukakerta. (Marwan/Amat R/Samsudin)