Senin, September 30, 2024

Restorative Justice, Kajari Karawang: Kejahatan Karena Miskin Bisa Bebas Dari Jerat Hukuman

Karawang, Demokratis

Kejaksaan Negeri Karawang meluncurkan restorative justice (keadilan restoratif) menjadi salah satu alternatif penyelesain perkara pidana di wilayah Kabupaten Karawang, Rabu (16/3/2022).

Peluncurkan ini dilakukan untuk menindak lanjuti Peraturan Kejaksaan Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Restorative justice adalah perdamaian antara pelaku dengan korban melalui pendekatan keadilan restoratif sehingga jika ada seseorang belum pernah terpidana melakukan tindak pidana bisa bebas dari hukuman penjara.

Sosialisasi restorative justice ke sekolah.

Selain itu, restorative justice diterapkan kepada seseorang yang melakukan tindak pidana karena kesulitan ekonomi. Misalnya seseorang mencuri milik orang lain untuk kebutuhan keluarganya. Sehingga pelaku dapat dibebaskan dari jeratan hukum dan itu pun dengan syarat korban mau berdamai dengan pelaku.

Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Martha Parulina Berlian ketika ditemui Demokratis di kantornya mengatakan bahwa saat ini Kejaksaan Negeri sudah mulai menerapkan restorative justice di Kabupaten Karawang.

“Peraturan Kejaksaan Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 terkait restorative justice khususnya Pasal 351 (penganiayaan) sudah diberlakukan di Karawang,” katanya, Kamis (16/3/2022).

Saat Demokratis menanyakan apakah dengan adanya Peraturan Kejaksaan Agung tentang restorative justice ini nantinya dapat memicu niat orang melakukan kejahatan, Martha Parulian mengatakan restorative justice tidak berlaku terhadap pelaku kejahatan kambuhan atau residivis.

“Hal itu berlaku terhadap pelaku kejahatan secara spontanitas. Artinya karena sudah tidak makan pelaku melakukan pencurian di bawah nilai Rp2,5 juta, atau benar-benar dia miskin, lalu mecuri,” katanya.

Kasi Intel Kejaksaan Karawang, Tohom Hasiolan Silalahi, SH, MH.

Sehingga, kata Kajari, pelaku tidak perlu dihukum pidana penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan syarat harus terlebih dahulu berdamai dengan korbannya.

“Syaratnya pelaku dengan korban ada musyawarah mufakat atau berdamai. Baru pelaku bisa dibebaskan,” jelasnya.

Menurutnya, hal tersebut sesuai dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan.

“Di Pasal 351 tentang penganiayaan, pelaku bisa bebas asal sudah damai,” tambahnya. (Juanda Sipahutar)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles