Jakarta, Demokratis
Ternyata, Kereta Cepat Jakarta Bandung yang kini bernama kereta Whoosh tak sementereng penampilannya. Proyek kereta Whoosh warisan Jokowi yang digarap China, meninggalkan utang dan kerugian jumbo bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero/KAI).
Tak sedang bercanda, Direktur Utama (Dirut) KAI, Bobby Rasyidin mengakui bahwa utang proyek kereta Whoosh ini, memang berat.
Bahkan bisa menjadi bom waktu bagi BUMN yang masuk konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). “Terutama kami dalami juga masalah KCIC, ini bom waktu,” kata Bobby saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Dikatakan, utang biaya pembangunan kereta Whoosh ini, sangat menggerogoti keuangan KAI. Rasa-rasanya sulit bagi KAI untuk melunasi utang tersebut, mungkin karena terlalu besar angkanya.
Mau tak mau, KAI harus berkoordinasi dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), selaku pengelola BUMN. “Kami akan koordinasi dengan Danantara untuk masalah KCIC ini,” kata dia.
Anggota Komisi VI DPR asal Fraksi PDIP, Darmadi Durianto mengatakan, utang KAI, saat ini, tergolong cukup besar. Karena itu tadi, KAI harus tanggung renteng menanggung biaya proyek KCJB yang sempat mengalami cost overrun alias pembengkakan.
“Memang ada utang yang sangat besar harus ditanggung KAI dalam proyek KCIC. Karena KAI pegang saham PSBI lebih dari 58 persen. Dan, PSBI kuasa kereta Whoosh sebesar 60 persen, China 40 persen. Kalau dihitung 2025, beban keuangan dari kerugian KCIC bisa lebih dari Rp4 triliun,” ungkapnya.
Dalam setengah tahun saja, kata Darmadi, beban keuangan yang harus ditanggung KAI mencapai Rp1,2 triliun. Tahun depan, dia memperkirakan, utang KAI bengkak menjadi Rp6 triliun. “Karena kalau nggak (diatasi), Pak Dirut enggak dapat tantiem, gaji jalan tapi tantiem enggak dapat. Karena akan terlalap rugi dan beban KCIC,” ungkapnya.
Tak kalah pedasnya, anggota Komisi VI DPR asal PDIP, Rieke Diah ‘Oneng’ Pitaloka menyebut, sejak awal 2025, KAI suntik modal Rp7,7 triliun kepada KCIC. Namun, bisnis kereta Whoosh malah bikin keuangan KAI babak belur.
Rieke memaparkan, KAI adalah pengempit saham terbanyak dalam konsorsium konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), yakni sebesar 58,53 persen. Disusul WIKA sebesar 33,36 persen, Jasa Marga sebesar 7,08 persen, Perkebunan Nusantara sebesar 1,03 persen.
Sehingga PSBI sebagai wakil Indonesia, menjadi pemegang saham mayoritas 60 persen di kereta Whoosh. Sisanya yang 40 persen di tangan China. “Termasuk dalam proyek strategis nasional menghabiskan investasi sebesar 7,2 miliar dola AS yang atau setara Rp116 triliun. Kerugian semester I-2025, mohon saling cek pada datanya, sebesar Rp1,65 triliun dari investasi di PSBI, KAI kerugiannya sebesar itu, kemudian tahun 2024 kerugian Rp4.195 triliun,” jelasnya.
Rieke meminta, proyek strategis nasional tidak dibebankan kepada BUMN. Apalagi BUMN tersebut adalah BUMN yang menyelenggarakan pelayanan publik. “Bisa kolaps. Kalau pelayanan publik di bidang transportasi kolaps sekali lagi akan berimbas pada berbagai hal,” sebutnya.
Ketua Komisi VI DPR, Anggia Ermarini meminta jajaran manajemen KAI dapat mengungkapkan secara detail terkait langkah restrukturisasi utang Kereta Cepat Whoosh. Kinerja KAI yang seharusnya berperforma tinggi, kini terbelenggu utang Kereta Whoosh. “Kereta Api sebenarnya tinggi, bisa laba, karena punya Whoosh jadi akhirnya defisit itu,” kata Angia. (EKB)