Gelombang isu radikal, intoleransi dihadapkan pada konsep kebangsaan dan ideologi Pancasila belum surut. Akibatnya tidak positif pada stabilitas nasional. Malahan isu radikal dan kian merebak liar kemana-mana.
Sayangnya isu itu berada pada kisaran perdebatan, pro kontra, saling hujat, bahkan saling membenci. Bukannya sibuk mencari jalan keluar atau solusi yang paling sesuai. Seperti jalan tak berujung.
Ketika Buya A. Syafii Maarif mengusulkan kepada institusi Polri untuk merekrut santri yang berkualitas untuk bergabung dalam Akademi Kepolisian (Akpol) masyarakat banyak yang menyambut gembira dan memandang saran jempol yang simpatik. Pikiran yang relevan sebagai jalan keluar mengatasi problem.
Mengapa begitu, mengingat gelombang radikalisme, intoleransi antara umat Islam Indonesia dan Kepolisian memerlukan kerja sama saling pengertian. Tujuannya agar jurang masalah bisa ditimbun dengan bergabungnya santri yang berkualitas dengan pihak kepolisian.
Seperti dilansir detik.com 30 Nopember 2021 lalu, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu menyatakan dengan ini berharap kepada pihak kepolisian terutama Kapolri dan jajarannya merekrut para santri menjadi Akpol.
“Tidak perlu banyak, tapi santri yang masuk Akpol harus benar-benar berkualitas, dan dapat mempermudah polisi menghadapi kelompok radikal,” kata Buya A. Syafii Maarif.
Alam pikiran Buya yang kini sudah berusia 80 tahun itu, nampaknya ingin sikap pro aktif polisi mencari santri berkualitas nanti menjadi perwira mereka mengerti membaca kitab kuning, kitab agama seperti dipahami kelompok radikal itu.
Tujuannya apa? Untuk mendampingi polisi menghadapi kelompok-kelompok yang menyimpang, anti Pancasila, radikal. Kalau polisi mengerti agama, mengerti bahasa mereka akan lebih mudah. Demikian Buya Syafii Maarif.
Soal radikal dan intoleransi dapat diambil takrifnya adalah soal kerukunan. Yang terkait dengan tiga komponen, kerukunan umat dengan pemerintah, kerukunan antar umat beragama, dan intern umat beragama. Tugas itu dilaksanakan pemerintah dengan saling pengertian kerja sama dengan pemeluk agama.
Jika radikal dan intoleransi dikonstruksikan dengan kerukunan, maka radikal dan intoleransi dapat diatasi. Sebaliknya tanpa ada kerukunan maka radikal dan intoleransi terus berlanjut. Bahkan akan menjadi tak terkendali.
Akhirnya dengan mengambil esensi usul Buya Syafii Maarif pendekatan kepolisian dengan umat Islam melalui rekrutmen santri masuk Akpol, harapannya saling pengertian umat Islam akan lebih baik, yaitu kerukunan umat dan polisi. Semoga.
Jakarta, 12 Desember 2021
*) Penulis adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta