Pada 12 Oktober 2002 tiga bom meledak di Bali. Bom meledak di beberapa titik yakni Sari Club dan Paddy’s Pub yang berada di Kuta, serta satu bom yang meledak di dekat Konsulat Amerika Serikat. Tiga bom tersebut meledak dalam waktu bersamaan yaitu sekitar pukul 23.15 WITA.
Ledakan bom ini menewaskan 202 orang, termasuk dua pelaku bom bunuh diri. Menurut Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian, bom yang digunakan berjenis TNT seberat 1 kg. Sementara di depan Sari Club, bom yang digunakan berjenis RDX dengan bobot selang 50-150 kg. Musibah ini menjadi peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.
Dari ketiga lokasi, Sari Club menjadi area yang ledakan bomnya paling besar. Ledakan membakar seluruh bangunan Sari Club dan kobaran api terlihat sangat besar.
Sebelumnya, klub dekat Sari Club yaitu Paddy’s Club telah mengalami ledakan bom terlebih dahulu. Sekitar 10 menit kemudian, bom meledak di Renon, dekat kantor Konsulat Amerika Serikat. Namun tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
Presiden Republik Indonesia saat itu, Megawati Soekarnoputri, mendesak polisi agar segera menuntaskan kasus yang mencoreng nama Indonesia itu. Megawati bahkan memberi tenggat waktu agar kasus dituntaskan pada November 2002.
Pencarian pelaku juga cukup mendapat tekanan dari dunia internasional mengingat korban meninggal berasal dari berbagai negara. Pencarian pelaku menemui titik terang setelah ditemukannya serpihan mobil L-300 di mana-mana. Polisi berkeyakinan bahwa bom dibawa oleh mobil L-300 tersebut.
Hasil investigasi ditemukan bahwa nomor chasis dan nomor mesin mobil sudah dihapus pelaku. Namun, ada satu identintas mobil yang masih utuh, yaitu nomor kir. Arsip kendaraan ini ditemukan di DLLAJR Denpasar pada berkas kendaraan 1987. Kir mobil L-300 menuntun polisi menangkap pelaku pertama kali, yaitu Amrozi.
Pada 6 November 2002, salah satu otak pengeboman yaitu Amrozi bin Nurhasyim, ditangkap di rumahnya di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Pada 7 November 2002, 10 orang yang diduga terkait dengan bom Bali 1 ini juga ditangkap di sejumlah tempat di Pulau Jawa. Hari itu juga, Amrozi diterbangkan ke Bali.
Amrozi memberikan lima nama yang dijadikan sebagai tim inti peledakan. Ali Imron, Ali Fauzi, Qomaruddin merupakan eksekutor di Sari Club dan Paddy’s. Sementara Ali Gufron dan Mubarok dijadikan orang yang mempersiapkan peledakan. Polisi lalu memburu Ali Gufron yang merupakan kakak Amrozi, Ali Imron yang merupakan adik Amrozi, dan Ari Fauzi.
Terdapat 25 nama yang dipastikan bertanggung jawab atas peledakan bom mematikan tersebut. Tiga di antaranya yaitu Imam Samudera, Amrozi, dan Ali Ghufron dihukum mati. Ketiganya diketahui tergabung dalam jaringan teroris Jamaah Islamiyah.
Mencuri Perhatian Dunia
Alasan para pelaku memilih Bali tak lain karena tempat itu sudah tersohor di dunia. Para teroris ini berharap aksi mereka gaungnya mendunia. Banyak orang asing yang berada di Bali sehingga sasaran para teroris ditujukan kepada orang-orang asing, terutama orang Amerika.
Selain itu, para pelaku juga menganggap Bali adalah pusat maksiat dan lokasi yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Hal ini terlihat jelas dari pemilihan lokasi-lokasi yang dianggap pusat kemaksiatan.
Amrozi, Ali Gufron dan Imam Samudra dieksekusi pada 9 November 2009 sekitar pukul 00.15 WIB. Vonis mati ketiganya berkali-kali tertunda karena tim pengacara yang terus mengajukan keberatan. Pertama kali yang dilakukan adalah melakukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus ini, namun ditolak. Tim pengacara lalu kembali mengajukan uji terhadap keputusan MA ke Mahkamah Konstitusi.
Terakhir, tim pengacara mengajukan uji pelaksanaan hukuman mati. Hal tersebut dikarenakan ketiga terpidana tidak mau dihukum mati dengan ditembak, melainkan dengan sesuai syariat Islam yaitu dipancung. Hal tersebut kembali ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
Satu orang lainnya yang menjadi otak pengeboman, Hambali, diadili di pusat penahanan Guantanamo. Hambali diadili setelah 18 tahun ditahan. Pemerintah Amerika Serikat mengatakan bahwa Hambali merekrut militan, termasuk dua orang Malaysia, Mohammed Farik bin Amin dan Mohammed Nazir bin Lep Nurjaman, untuk operasi jihad.
Sidang Hambali dilakukan saat pemerintahan Joe Biden akan menutup pusat penahanan Guantanamo. Di mana tahanan itu masih menahan 39 dari 779 orang yang ditangkap setelah serangan dan invasi 11 September 2001 ke Afghanistan.
Selain duka dan trauma, Bom Bali 2002 atau Bom Bali I memberikan dampak besar di berbagai sektor. Ledakan Bom Bali I memberikan dampak besar terutama sektor ekonomi. PDB triwulan IV-2002 Bali turun drastis menjadi 2,61 persen dibanding triwulan sebelumnya. Sektor pariwisata turun 0,9 persen. Di awal 2003, PDB tumbuh kembali sebesar 2,04 persen, termasuk sektor pariwisata tumbuh 0,47 persen.
Dalam analisis Bank Dunia, stabilitas ekonomi dan kepercayaan konsumen bukan hanya di Indonesia, tapi juga merambah ke seluruh kawasan Asia Tenggara hingga Pasifik. Dalam sisi keamanan, peristiwa Bom Bali 2002 membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perpu Nomor 1 Tahun 2002. ***