Sabtu, November 23, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sejarah Hari Pendidikan Nasional

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap 2 Mei. Sejarah lahirnya hari tersebut tak lepas dari sosok dan perjuangan Ki Hajar Dewantara.

Pahlawan nasional dengan nama asli R.M Suwardi Suryaningrat ini merupakan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi sejak zaman kolonialisme Belanda. Ia lahir dari keluarga ningrat di Yogyakarta pada 2 Mei 1889.

Sejarah Hari Pendidikan Nasional dilatarbelakangi oleh pergerakan-pergerakan yang dilakukan Ki Hajar Dewantara dan kawan seperjuangannya.

Habib Mustopo dkk dalam buku Sejarah menceritakan, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij bersama rekannya dr. Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker dengan tujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Kritiknya yang ia tulis dengan judul Als Ik een Nederlander was (seandainya aku orang Belanda) membuat dirinya harus menerima pengasingan ke negeri Belanda. Sejak dalam pengasingan itulah ia mendalami masalah pendidikan dan pengajaran.

Sepulangnya ke Tanah Air pada 1918, Ki Hajar Dewantara banyak mencurahkan perhatiannya pada sektor pendidikan. Pada 3 Juli 1922 ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang bernama Taman Siswa.

Dalam buku Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 1908-1945 yang ditulis Andriyanto, berdirinya Taman Siswa tak lain untuk mendidik dan menggembleng golongan muda serta menanamkan rasa nasionalisme.

Ki Hajar Dewantara selalu menerapkan tiga semboyan dalam sistem pendidikan di Taman Siswa pada khususnya. Secara filosofis semboyan ini menerangkan tentang peranan seseorang. Semboyan ini berasal dari bahasa Jawa. Berikut bunyi dan maknanya:

  1. Ing ngarsa sung tuladha, artinya ketika di depan kita harus memberi contoh atau suri teladan bagi mereka yang berada di tengah dan belakang.
  2. Ing madya mangun karsa, artinya ketika di tengah kita harus bisa memberikan semangat untuk kemajuan.
  3. Tut wuri handayani, artinya ketika di belakang kita harus mampu memberikan dorongan.

Sementara melansir LPMP Riau Kemendikbudristek, pada peringatan Taman Siswa ke-30, Ki Hadjar Dewantara mengatakan, “Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu ‘dipelopori’, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri.”

Maksud dari pernyataan Ki Hajar Dewantara tersebut dengan jelas menunjukkan apa yang seharusnya lahir dari proses pendidikan, yakni agar anak-anak mampu berpikir sendiri. Dengan demikian, para siswa menjadi orisinal dalam berpikir dan bertindak.

Bapak Pendidikan Nasional ini beranggapan bahwa tolok ukur keberhasilan sebuah pendidikan adalah ketika anak mampu mengenali tantangan yang ada di depannya dan tahu bagaimana seharusnya mereka mengatasinya.

Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 di usia 70 tahun. Hari ulang tahunnya, 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional oleh masyarakat Indonesia. ***

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles