Tak jauh dari keramaian jalan Braga dan Asia Afrika, di pusat Kota Bandung, ada kawasan yang ternyata memiliki nilai sejarah penting yang patut diketahui. Kawasan tersebut, meski jadi sepi karena pandemi Covid-19, ialah Banceuy.
Banceuy, secara harfiah dapat diartikan sebagai “kampung yang bersatu dengan istal kuda”, alias kampung yang ditempati tukang kuda dan keretanya.
Dalam Kamus Umum Basa Sunda dijelaskan, sebelum adanya kendaraan bermotor, kawasan Banceuy pernah dijadikan tempat peristirahatan dan mengganti kuda.
Kawasan yang mempunyai jalan sepanjang 600 meter itu diresmikan pemerintah kolonial pada 1871 dengan nama Bantjeuy Weg (Jalan Bantjeuy), atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Banceuy saja.
Bekas Kuburan Angker
Sebelum berganti nama menjadi Banceuy, jalan ini sempat dikenal dengan nama Oude Kerkhofweg yang berarti Jalan Kuburan Lama atau Sentiong. Di salah satu sisi kawasan memang sempat terdapat terdapat kuburan yang sekaligus dijadikan batas kota zaman dulu.
Mengutip dari Buku Haryato Kunto, berjudul Bandoeng Tempo Doeloe, salah seorang warga kota terkemuka yang dimakamkan di sana adalah Asisten Residen Carl Wilhelm August Nagel. Ia terbunuh dalam intrik politik yang melahirkan kerusuhan dan pembakaran pasar akhir 1845.
Karena kuburan tersebut katanya angker, orang-orang Bandung tempo dulu banyak yang tak berani melintasi ruas jalan tersebut. Mereka lebih memilih memutar demi menghindari kuburan tersebut.
Bekas Penjara Sukarno
Seorang lelaki mengenakan peci sedang duduk dengan kaki menyilang dan menggunakan sandal. Kaki kananya diletakan di atas kaki kiri. Tangannya memegang buku dan pena sambil menatap lurus kedepan seperi sedang memikirkan sesuatu.
Lelaki itu adalah gambaran Sukarno dalam bentuk patung di komplek bekas penjara Banceuy, yang dulu pernah ia huni bersama kawan-kawanya. Di penjara itulah Sukarno menyusun pembelaannya untuk dibacakan di pengadilan kolonial dengan judul Indonesia Menggugat.
Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams, akhir Desember 1929, Sukarno yang menjabat Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) dijebloskan ke penjara bersama rekan satu pergerakannya, R Gatot Mangkupradja. Sukarno mendekam selama delapan bulan atas tuduhan pemberontakan dan dijerat pasal-pasal karet.
Keberadaan penjara di Jalan Banceuy berakhir sejak awal 1980. Hampir seluruh bangunannya dibongkar, kecuali satu sel yang pernah ditempati Sukarno dan sebuah menara pengawas di salah satu pojok kompleks penjara. Di lokasi tersebut dibangun pusat perniagaan
Lokasi Penjara Banceuy sekarang telah menjadi ruko-ruko toko. Hanya tersisa sel yang pernah dihuni Sukarno, menjadi tempat museum sejarah.
Walau sekarang sudah tidak berbentuk penjara, namun saking lekatnya ukiran sejarah yang tercatat disana, kawasan itu masih sering disebut Penjara Banceuy.
Pasar Onderdil
Hari ini kawasan jalan Banceuy dipenuhi dengan deretan pedagang atau pertokoan onderdil. Wargi Bandung yang ingin berburu onderdil dengan harga terjangkau pasti memilih Banceuy sebagai opsi pertama.
Menilik sejarah, pasar onderdil di Banceuy sudah mulai beroperasi sejak tahun 1950-an. Kala itu, pasar onderdil menempati bekas terminal yang kemudian dimanfaatkan penduduk berdagang onderdil bekas. Makin lama, para pedagang semakin banyak yang berjualan di kawasan Banceuy.
Karena makin masifnya proses perniagaan di sana, lantas pada tahun 1986, pemerintah Kota Bandung meresmikan Gedung Bandung Banceuy Center sebagai pusat perdagangan.
Sampai sekarang, tak lekang oleh waktu, kawasan Banceuy masih eksis bagi kalangan penduduk di Bandung Raya. ***