Tanggal 9 Februari 2022 akan diperingati sebagai Hari Pers Nasional (HPN). Acara puncak HPN akan digelar di Halaman Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Kota Kendari. Peringatan ini juga bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Sementara Monumen Pers Nasional memiliki arti yang penting bagi insan pers di Indonesia. Karena, tempat ini menjadi tempat lahirnya organisasi PWI.
Monumen Pers Nasional ialah museum yang menyimpan benda-benda bersejarah yang terkait pers, dari mulai koran dan majalah kuno hingga koleksi barang seperti mesin ketik, pemancar radio, kamera, hingga memorabilia sejumlah tokoh wartawan nasional.
Bangunan induk Monumen Pers Nasional dibangun sekitar 1918 atas perintah Mangkunegara VII, Pangeran Surakarta, sebagai balai perkumpulan dan ruang pertemuan. Gedung ini dulunya bernama “Societeit Sasana Soeka” yang dirancang oleh Mas Aboekassan Atmodirono. Pada 1933, Sarsito Mangunkusumo dan sejumlah insinyur lainnya bertemu di gedung ini dan merintis Solosche Radio Vereeniging, radio publik pertama yang dioperasikan pribumi Indonesia.
Pada 1937, diperkirakan Solosche Radio Vereeneging menyiarkan musik gamelan secara langsung dari Solo untuk mengiringi Gusti Nurul (Putri Mangkunegoro VII) yang membawakan tari Bedhaya Srimpi di Istana Kerajaan Belanda di Den Haag, pada 7 Januari 1937. Tiga belas tahun kemudian, pada 9 Februari 1946, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di gedung ini. Kemudian, pada 9 Februari 1956, dalam acara perayaan 10 tahun PWI, wartawan-wartawan ternama seperti Rosihan Anwar, B.M. Diah, dan S. Tahsin menyarankan pendirian yayasan yang akan menaungi Pers Nasional.
Yayasan ini diresmikan pada 22 Mei 1956 dan sebagian besar koleksinya disumbangkan oleh Soedarjo Tjokrosisworo. Baru 15 tahun kemudian yayasan ini berencana mendirikan fisik gedung. Rencana ini secara resmi diumumkan oleh Menteri Penerangan, Budiarjo, pada 9 Februari 1971. Nama “Monumen Pers Nasional” ditetapkan pada 1973 dan lahannya disumbangkan ke pemerintah pada 1977. Monumen Pers Nasional resmi dibuka pada 9 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto.
Kepala Monumen Pers Nasional Widodo Hastjaryo mengatakan, Monumen Pers Nasional (MPN) Kota Solo, Jawa Tengah saat ini telah mengalami revitalisasi sehingga menjadi lebih modern dengan teknologi-teknologi menarik perhatian para pengunjungnya.
Setelah lebih dari satu abad, kata Widodo, kini sudah waktunya MPN menjadi lebih modern, membuat setiap informasi yang berkaitan dengan pers dapat dipahami oleh masyarakat luas. Karena pers di Indonesia merupakan salah satu pilar demokrasi yang sangat penting dalam jalannya suatu pemerintahan. “Dahulu MPN lebih terlihat gelap dan serba kuno, kini semuanya akan lebih digital,” ujar Widodo Hastjaryo.
Menurut Widodo, penyajian informasi yang dahulu berupa teks dokumen, korban maupun majalah saat ini bertransformasi menjadi digital. Dengan pemanfaatan teknologi ini, segala jenis informasi akan lebih mudah diakses oleh masyarakat dan membuat dampak positif. ***