Lalu, bagaimana dengan “lebaran”? Artikel MA Salamun pada tahun 1954 mengatakan, lebaran dianggap sebagai penanda usainya waktu berpuasa.
Masyarakat Betawi memaknai ‘lebar’ yang berarti luas. Ini bisa diartikan sebagai sebuah keleluasaan atau kelegaan hati setelah sebulan berpuasa.
“Lebaran adalah metafora bagi orang saling mengikhkaskan, berlapang dada. Sekaligus metonimi bagi yang merayakan Idul Fitri dengan perasaan yang plong,” ujar Prof Dr Ibnu Hamad MSi selaku guru besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia.
Senada dengan pernyataan itu, Ahli Bahasa dari Universitas Negeri Yogyakarta, Prof Dr Zamzani mengatakan, “lebaran” berasal dari bahasa Jawa yakni lebar yang berarti selesai atau usai.
“Lebaran dapat berarti salah satunya melakukan/merayakan sesuatu saat sudah lebar,” ujar Zamzani.
Sehingga makna mudik dan lebaran sudah disepakati secara umum dalam tatanan bahasa Indonesia.
Mudik berarti pulang ke kampung halaman dan lebaran berarti Hari Raya Idul Fitri.
Namun ternyata terdapat perbedaan antara mudik zaman dahulu dengan masa kini.
Perbedaan tersebut terletak pada niat dan tujuan si pemudik yang pulang dari perantauan.
Jika dahulu orang merantau dengan jelas dan murni hanya untuk mengunjungi sanak keluarga setelah lama tinggal di perantauan.
Saat ini orang yang melaksanakan mudik biasanya ingin menunjukkan eksistensi atau sesuatu yang membagakan diri serta keluarganya. (*)