Setiap negara punya hari spesial yang layak dikenang dan dijadikan hari libur nasional. Di Afrika, salah satu hari bersejarah dalam perjalanan bangsa mereka adalah 16 Juni 1976 yang kemudian diperingati sebagai Youth Day.
Mengutip dari African Travel Canvas, Youth Day di Afrika dirayakan untuk memperingati pemberontakan di Soweto. Sebanyak 10 ribu anak sekolah kulit hitam berbaris sepanjang 1,6 km dan melakukan protes damai.
Protes tersebut dilakukan untuk mengkritik rendahnya kualitas pendidikan yang diterima anak-anak muda di Afrika. Selain itu, mereka juga menuntut pengajaran yang dilakukan dalam bahasa mereka sendiri, bukan bahasa asing. Hal ini juga terkait politik Apartheid yang menempatkan warga dengan ras kulit putih jauh lebih tinggi dibanding kulit hitam di Afrika.
Dalam aksi yang dimulai dari Stadium Orlando tersebut, rupanya polisi telah membarikade rute yang hendak mereka lewati.
Pimpinan Soweto Students Representative (SSRC) mengatakan untuk tidak memprovokasi sehingga mereka memutuskan untuk mengganti rute perjalanan.
Layaknya protes pada umumnya, anak-anak muda tersebut menyanyikan yel-yel dan mengangkat slogan yang dapat menyuarakan kritik mereka.
Sayangnya, polisi justru menembaki mereka dengan gas air mata dan amunisi yang berujung pada tewasnya 176 anak muda kulit hitam.
Pemimpin Afrika yang baru terpilih pada 1995 menyatakan bahwa 16 Juni adalah hari libur nasional dan hendaknya dipakai untuk mengingat pengorbanan anak-anak pada 1976 silam.
Biasanya, untuk merayakan Youth Day, digelar festival atau acara besar yang dapat dihadiri oleh semua orang dari berbagai kalangan. Akan tetapi, mengingat adanya pandemi, festival semacam itu tidak digelar pada 2020 dan 2021 lalu.
Youth Day dirayakan dengan cara memberikan edukasi mengenai hak-hak anak yang masih harus diperjuangkan dan mengenang jasa para pahlawan cilik di masa lampau.
Anak-anak muda juga merayakan Youth Day dengan menolong anak-anak yang kurang beruntung. Pertolongan tersebut dapat berupa donasi, pengajaran, atau pemberian obat-obatan.
Sebelum pandemi melanda dunia, para turis yang kebetulan datang pada Juni bisa ikut merayakan Youth Day di Afrika dengan mengunjungi Vilakazi Street di kawasan Soweto.
Salah satu kegiatan populer yang sering dilakukan wisatawan adalah berkunjung ke Museum Nasional Nelson Mandela. Museum tersebut merupakan tempat tinggal Nelson Mandela dari 1946 sampai 1962. Ia mendonasikan rumah itu dan negara mendeklarasikannya sebagai museum nasional.
Selain berkunjung ke museum, wisatawan juga bisa menempuh June 16 Trail, yaitu rute yang ditempuh anak-anak muda ketika pemberontakan Sowato pecah 45 tahun silam.
Meskipun 45 tahun telah berlalu, nyatanya masih ada cukup banyak pekerjaan rumah menyangkut hak-hak anak di Afrika yang harus segera diselesaikan.
Dengan memperjuangkan hak-hak anak, kematian puluhan ribu anak pada 16 Juni 1976 tidak akan sia-sia.
Mengutip Their World, terdapat setidaknya tiga kasus mengenai anak di Afrika yang masih terus dikawal sampai sekarang. Kasus pertama adalah tingginya angka kematian anak. Meskipun tingkat kematian anak di Afrika Selatan menurun 45 persen pada rentang waktu 1990 sampai 2012, nyatanya satu dari enam anak yang lahir di kawasan Afrika Sub-Sahara tidak mencapai usia lima tahun.
Kasus kedua adalah tingginya angka pernikahan anak di bawah umur. Di Afrika, berdasarkan data tahun 2014, satu dari tiga anak perempuan yang berasal dari negara berpenghasilan rendah di Afrika menikah sebelum usia 18 tahun.
Untuk mengawal kasus ini, Uni Afrika merilis kampanye yang diharapkan bisa mengedukasi masyarakat dan melindungi anak dari bahaya pernikahan di bawah umur.
Kasus ketiga adalah lestarinya praktik-praktik berbahaya, salah satunya adalah mutilasi alat kelamin (sunat untuk anak perempuan). Sebanyak tiga puluh juta lebih anak perempuan berada di bawah bayang-bayang mutilasi alat kelamin ini.
Padahal, mengutip NHS UK, dampak negatif mutilasi alat kelamin di antaranya adalah rasa sakit terus-menerus, pendarahan, permasalahan ekskresi, depresi, dan masih banyak lagi.
Oleh sebab itu, isu ini senantiasa dipantau oleh para aktivis dan hak anak perempuan dalam mendapatkan rasa aman dari potensi mutilasi alat kelamin senantiasa diperjuangkan. ***