OLeh Ahmad Suryono SH MH
Saat menginisiasi Permohonan Uji Materi UU OJK Tahun 2014 di MK, banyak pihak yang belum percaya dengan apa yang kami perjuangkan terkait Supremasi Absolut OJK yang berpotensi disalahgunakan. Supremasi kewenangan berupa Pengaturan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum di Industri Keuangan berada di satu tangan baru 6 tahun kemudian terbukti tidak dibarengi protokol pengawasan internal yang memadai.
Bagaimana mungkin praktik kotor asuransi yang jelas-jelas melanggar dapat dengan mudah lolos dari pengawasan OJK? Bahkan jikapun OJK telah menilai praktik kotor asuransi tersebut bersalah dan melanggar hukum, mengapa OJK tidak berdaya mencegah? Apakah mungkin ada mekanisme hubungan kelembagaan di internal OJK yang memang bermasalah dan menjadi celah serta luput tidak diatur?
Setidaknya ada 3 topik yang relevan untuk dibahas dan menjadi alasan pembubaran OJK.
Pertama, OJK secara konseptual gagal.
Kasus Jiwasraya menunjukkan ada lubang terkait kewenangan pengawasan dan/atau mekanisme self control terhadap mekanisme pengawasan tersebut di internal OJK.
Jika memang pengawasan telah belangsung dengan baik dan proper, maka secara teori kasus Jiwasraya tidak mungkin terjadi. Jikapun terjadi, maka seharusnya terdapat pertanggungjawaban sistemik sampai kepada pengambil keputusan tertinggi, yaitu Dewan Komisioner. Faktanya, hingga detik ini hubungan koordinasi dan pengambilan keputusan seolah-olah terhenti hanya di tersangka FH saja.
Lebih parah jika memang secara konseptual, pengawasan terintegrasi yang selama ini menjadi senjata pamungkas OJK adalah utopia yang memang secara natural tidak mungkin diatur dan diawasi.
Kedua, terdapat celah protokol pengawasan internal yang tersumbat.
Celah ini nampak nyata karena yang ditetapkan tersangka hanya bawahan. Berkaca dari kasus Century, KPK setidaknya progresif dengan memanggil (berkali-kali) anggota Dewan Gubernur BI yang terlibat dan ikut dalam pengambilan keputusan bailout. Jika kejahatan Jiwasraya hanya dilakukan oleh pejabat setingkat Kepala Departemen, maka patut dipertanyakan alarm system internal OJK sejauh mana bisa mendeteksi potensi kejahatan pegawai internal mereka? Bukan tidak mungkin, di bagian lain OJK, juga terjadi hal serupa..
Ketiga, konsep independensi OJK yang salah kaprah.
Filosofi independensi yang digaungkan oleh OJK akan kontradiktif karena OJK masih mengambil kutipan dari pelaku usaha yg berpotensi mengurangi independensi.
Lebih parahnya, independensi yang dipraktekkan oleh OJK adalah independensi yang mau mengatur dirinya sendiri secara bebas namun tidak mau diatur dan ditertibkan oleh pihak luar atau mekanisme self control yang transparan. Organisasi sekelas OJK harus dipatuhi dan disegani oleh pelaku usaha agar OJK mampu menegakkan visi nya mengintegrasikan pengaturan dan pengawasan industri keuangan di satu tangan. Jika integritas masih belum terbentuk karena waktu, maka integritas harus dibangun dengan sistem dan mekanisme kontrol yang ketat yang tidak memungkinkan pelanggaran dan kejahatan dilakukan oleh pengawas OJK.
Oleh karena itu pembubaran OJK menjadi sangat relevan dan menemukan momentumnya hari ini. Membubarkan OJK tidaklah membuat negeri ini kolaps kok.. Mending sekarang dibubarkan, daripada OJK berubah menjadi serigala baru dalam rimba industri keuangan.
Penulis adalah Dosen FH Universitas Muhammadiyah Jember