Indramayu, Demokratis
Sengkarut pembebasan lahan empang milik warga yang terkena pembebasan untuk pembangunan pengeboran sumur minyak Akasia Besar (ASB) 002-003 milik PT Pertamina Expolarasi (EP) Region Balongan Indramayu, Cirebon Jawa Barat, hingga kini belum terselesaikan dengan tuntas dan adil. Demikian diungkapkan oleh H Lisman mewakili warga pemilik lahan, dan kususnya dari keluarga Hj Titin sebagai ahli waris dari lahan empang milik Alm Daspiah.
H Lisman juga menjelaskan, bahwa lokasi lahan yang digunakan untuk pembangunan sumur minyak ASB 002-003 itu. Berada di Blok Pencantilan Desa Pagirikan Kecamatan Pasekan Kabupaten Indramayu. Lalu sengkarut tersebut sudah diadukan ke Polres Indramayu sejak bulan april tahun 2020. Namun hasil penyelidikan dan penyidikan yang telah dilakukan Polres, hanya sampai pada surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) yang bernomor B/797/VIII/2020/Reskrim/22 Agustus 2020. Sementara SP2HP lainnya yang seharusnya masih ada, namun hingga saat ini belum diterima kembali. Di SP2HP nomor 797 tersebut, sebagai petugas penyelidiknya adalah Ipda Edi Mulyana SH dan Aipda Sarwan SH, dan ditanda tangani oleh Hamzah Badaru SIK, selaku Kasat Reskrim.
Adapun kronologi lengkap tentang sengkarutnya perkara tersebut bermula pada bulan agustus tahun 2018, warga mendapat pemberitahuan dari desa yang mengatakan, bahwa akan ada kegiatan pembebasan lahan milik warga untuk kegiatan pelebaran jalan dan pengeboran sumur minyak milik Pertamina EP di 3 desa, yakni desa pagirikan, pasekan dan karang anyar (ilir). Perangkat desa pagirikan yang ditunjuk sebagai tim panitia pembebasan lahan, yakni Mustofa selaku kepala desa (kuwu) merangkap menjadi ketua. Mahruf alias Peles selaku raksa bumi (pertanahan) desa, ditunjuk sebagai anggota. Buseri selaku kaur kesra (lebe) ditunjuk sebagai anggota. Warli selaku bekel desa ditunjuk sebagai anggota. Pada (18/8/2018) Mahruf alias Peles, memberikan formulir pengajuan persetujuan harga lahan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh panitia dengan harga Rp 240,000 permeter persegi. Pemberian formulir pada saat itu disaksikan oleh H Juadi selaku juragan ikan segar.
Selanjutnya di uraikan ketika pertemuan warga di kantor Kecamatan Pasekan, Mustofa selaku ketua tim telah menentukan harga Rp 120,000 permeternya untuk tanah milik. Rp 60,000 permeternya untuk status tanah garapan milik kehutanan. Namun pada pertemuan itu pihak warga bernama Wayem keluarga dari H Sarlim tidak sepakat dengan harga yang diajukan panitia. Pada mei 2019 tanpa sepengetahuan warga pemilik lahan, jalan kelokasi pengeboran telah terjadi kegiatan dengan memperlebar jalan menjadi 10 meter. Jalan tersebut awalnya tanggul batas tanah selebar 3 meter milik Hj Titin dengan tetangganya bernama H Nasihin. Dengan tanda bukti kepemilikan tanah Hj Titin terdiri dari 2 AJB, yakni AJB nomor 275 tahun 1991 dan AJB nomor 278 tahun 1991 atas nama Alm Daspiah (Hj Titin) dengan luas 45,650 meter persegi, sementara lahan milik H Nasihin berdasarkan surat kepemilikan leter C (kikitir) dengan luas 34,200 meter persegi. Panjang lahan jalan tanggul tersebut dari titik tanggul kali Cimanuk (mati) kelokasi sumur minyak 1,300 meter, lahan milik Hj Titin dan H Nasihin yang terpakai untuk pelebaran jalan tersebut sepanjang 700 meter dengan lebar 7 meter.
Sengkarut makin memanas ketika H Nasihin mendapat uang pembebasan lahan senilai Rp 980,000.000. sementara lahan milik Hj Titin tidak menerima uang jual beli pembebasan lahan. Menurut Mustofa pada (12/7/2019) mengatakan kepihak keluarga Hj Titin bahwa “sudah terlanjur sebab dulu tidak sepakat dengan harga Rp 120,000 permeter, jadi tanah Hj Titin tidak kena pelebaran”. Berbeda kabar yang didapat dari Mahruf alias Peles, yang mengatakan bahwa masih ada kesempatan lahan milik Hj Titin mendapat ganti rugi. Sementara pengakuan dari Buseri, bahwa ia telah menerima uang pembayaran lahan tanggul Cimanuk (mati) dengan harga Rp 60,000 permeter panjang 200 meter. Proses pembayaran tanah tanggul cimanuk tersebut diterima Buseri atas arahan Mustofa.
Penjelasan dan pertemuan yang dilakukan sekian kali oleh Pertamina EP Balongan dan Cirebon kepada warga, termasuk pertemuan yang dilakukan di Rumah Makan Panorama tidak menyelesaikan sengkarut pembebasan lahan tersebut. informasi terakhir yang didapat Hj Titin dari Pertamina, bahwa lahannya sudah diberikan ganti rugi melalui Buseri dan Warli. Penjelasan dari pertamina itu tidak sesuai dengan jawaban Mustofa pada (20/7/2019) yang mengatakan tanah Hj Titin tersebut tidak terkena pelebaran jalan. Sehingga pembayaran ganti rugi di alihkan ke tanah garapan milik Buseri dan Warli dengan alat bukti kepemilikan surat izin garapan dari Dinas Pekerjaan Umum (PU). Penjelasan dari Pertamina EP Klayan dan Balongan pun tidak kunjung ada.
Tercatat juga bahwa kepala Kecamatan Pasekan, Kapolsek Pasekan, beserta tim panitia pembebasan lahan, kemudian pihak pelaksana kegiatan, yakni PT Dermawan Putra Pratama (DPP) dan PT Tiwika dari kabupaten Subang juga tidak mampu membantu menyelesaikan sengkarut tersebut. hal yang menambah persoalan makin sengkarut, ada pernyataan dan fakta dari pihak desa dan petugas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Indramayu, bahwa hasil ukur ulang yang dilakukan di lahan milik Hj Titin dan lahan milik H Nasihin menjadi lebih ukuran luas lahannya. Menurut data kepemilikan dari 2 AJB milik Hj Titin seluas 45,650 meter persegi, bertambah luas menjadi 75,000 meter persegi itu dari versi hasil ukur ulang pihak panitia desa. 71,448 meter persegi hasil ukur ulang oleh Cucu dan Yayat selaku petugas dari BPN. Sementara lahan milik H Nasihin berdasarkan bukti kepemilikan leter C seluas 34,200 meter persegi bertambah luas menjadi 44,649 meter persegi versi hasil ukur ulang desa.
Kesimpulan inti sengkarut adalah lahan milik warga hasil ukur ulang bertambah luasannya, namun pihak PT Pertamina EP telah melakukan pembayan ganti rugi kepada sejumlah warga. Lalu tanah milik siapa yang di bayar Pertamina tersebut, kalau kenyataan dan faktanya, seluruh lahan empang milik warga ketika diukur ulang makin bertambah luasannya. Maka seharusnya tidak ada satupun warga pemilik lahan yang menerima pembayaran ganti rugi, ketika lahan miliknya digunakan oleh pihak lain. Atas dasar prinsip itu lah pihak Pertamina bersama aparat penegak hukum, harus melakukan pengusutan dengan tuntas dan transparan. Hal itu bertujuan untuk mencegah terjadinya unsur tindak pidana kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) terhadap keuangan milik negara atau aset lahan milik masyarakat dikegiatan pembangunan sumur minyak ASB 002-003 Indramayu, yang dilakukan oleh para “mafia tanah”. Demikian tandas H Lisman menguraikan fakta kesengkarutan ini melalui Demokratis. (S Tarigan)