Senin, November 25, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sikap Profesional Pustakawan : Harus Bagaimana?

Sejak diterbitkan Keputusan Menpan RB Nomor 9 Tahun 2014, setelah perubahan tiga kali (revisi) salah satu kepelimikan pustakawan yang mempunyai kekuatan yang sangat mendasar artinya menjadi pustakawan adalah pilihan hidup. Seorang pustakawan adalah profesi yang tidak setiap orang mau dan mampu menjalankanya. Oleh karena itu, diperlukan niat dan komitmen yang kuat untuk menekuni profesi sebagai pustakawan. Pustakawan yang andal dan profesional tidak dapat serta merta menjadi idola para pemustaka. Akan tetapi komitmen untuk melayani dan memberikan berbagai informasi dan rekreasi pustaka yang dibutuhkan oleh para pemustaka adalah perwujudan komitmen dan integritas sebagai seorang pustakawan yang andal dan profesional.

Pustakawan harus memiliki kebiasan untuk membaca dan menulis. Kebiasan membaca dan menulis harus identik dimiliki oleh para pustakawan, baik pustakawan pelaksana, madya dan seterusnya. Hal ini sebagai bentuk upaya pengembangan diri dalam bidang budaya literasi bagi para pustakawan dan juga para pemustaka. Mengapa demikian? Para pemustaka diibaratkan setiap detik bergulat dan bergelimang dengan berbagai koleksi pustaka. Oleh karena itu, seorang pustakawan minimal harus memiliki kebiasaan membaca dan menulis untuk pengayaan repertoar bahasa dan pengetahuan yang beraneka ragam.

Pustakawan harus memiliki jiwa sebagai seorang pembelajar sepanjang hayat. Artinya seorang pustakawan harus dapat belajar dan membelajarkan semua aspek yang dimiliki dan siap berbagi dengan para pemustaka yang ada di dalam dan di luar perpustakan. Para pustakawan harus menjadi pendamping yang siap membukakan pintu menuju cakrawala dunia bagi para pemustaka. Para pustakawan harus memiliki jiwa pembelajar dalam membangun sikap untuk memberi, melayani, dan memproduksi kembali hasil pembelajaran tersebut dalam bentuk tulisan untuk masyarakat melaui media cetak, online, buku, seminar, dll. Pustakawan harus memiliki jiwa untuk mengubah cara berpikir para pemustaka.

Perkembangan zaman dan teknologi mewajibkan kita untuk terus beranai mengubah cara berpikir diri sendiri dan orang lain menuju visi lembaga yang hendak dicapai dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Oleh karena itu, seorang pustakawan yang andal dan profesional harus beniat untuk berubah dan mengubah kondisi yang ada di lingkungannya. Semua itu akan dapat dilakukan apabila kita sudah mampu dan berani untuk mengubah cara berpikir dan kinerja kita sendiri tanpa harus ada imbalan, hadiah, atau kehadiran kepala, pemimpin, dan semua hal yang menjadi penyebab perubahan kita.  Motivasi kuat yang harus tertanam dalam jiwa seorang pustakawan untuk menjadi pustakawan yang andal dan profesional.

Tentang jabatan pustakawan sudah diakui keberadaannya di Indonesia setelah melakukan perubahan revisi tiga kali, sejak diterbitkan Keputusan Menpan Nomor 18 Tahun 1988 dan direvisi dan terbitlah Keputusan Menpan RB Nomor 9 Tahun 2014 hal ini menyempurnakan bagaimana aktivitas pustakawan untuk jadi profesi pustakawan di Indonesia masih merupakan profesi pilihan alternatif, tenaga pustakawan sangat dibutuhkan di masyarakat dalam rangka mengoftimalkan bagaimana jenis perpustakaan yang ada di Indonesia bisa berbenah diri perpustakaan menjadi pilihan untuk mencari referensi dan harus dimbangi dan  mengikuti sesuai perkembangan zaman. Pustakawan untuk diakui keberadaannya, lebih banyak berinovasi dan sosialiasi secara langsung pada pemustaka. Walaupun kita tahu bahwa pustakawan merupakan jabatan karir dan jabatan fungsional yang telah diakui keberadaannya oleh Pemerintah Indonesia dengan terbitnya Keputusan Menpan Nomor 9 Tahun 2014. Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi instansi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pustakawan diartikan sebagai orang yang bergerak di bidang perpustakaan; ahli perpustakaan (tanpa membedakan PNS ataupun non PNS). Jabatan fungsional pustakawan telah diakui eksistensinya dengan terbitnya Keputusan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 9 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Kemudian dilengkapi dengan Surat Edaran Bersama (SEB) antara Kepala Perpustakaan Nasional RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 8 Tahun 2014 dan Nomor 32 Tahun 2014. Tujuan diciptakaannya jabatan fungsional tersebut yaitu agar para pustakawan dapat meningkatkan kariernya sesuai dengan prestasi dan potensi yang dimilikinya.

Untuk bersikap profesional banyak profesi melakukan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) dalam bidang kompetensi, komputer, bahasa Inggris, studi banding ke berbagai perpustakaan yang lebih maju, mengikutsertakan dalam seminar, magang di bidang ilmu perpustakaan, teknologi informasi dan komunikasi, mengikutsertakan pendidikan formal S2 bidang ilmu perpustakaan dan informasi, serta peningkatan kualitas/mutu layanannya dengan pembekalan layanan prima bagi tenaga perpustakaan. Untuk meningkatkan kualitas layanan perpustakaan pustakawan dituntut bersikap profesional dengan memiliki kompetensi yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap profesional dan memiliki :

Kompetensi Pustakawan

Setidaknya meliputi dua, yaitu: a. Kompetensi profesional terkait dengan pengetahuan bidang sumber-sumber informasi: teknologi, manajemen, pelatihan dan kemampuan menggunakan pengetahuan sebagi dasar layanan perpustakaan dan informasi. b. Kompetensi individual: merupakan satu kesatuan ketrampilan, perilaku dan nilai 7 yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja efektif, jadi komunikator yang baik, meningkat pengetahuannya, memperlihatkan nilai lebih, dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan dalam dunia kerjanya. Hasil Diskusi Komisi IX pada acara seminar ”Pemanfaatan dan Kiat Penggunaan Medsos Bagi Pengelola Perpustakaan” yang dilaksanakan Perpustakaan DPR RI, tanggal 2 Desember 2019, nara sumber yang ditunjuk Dede Yusuf (mantan artis) yang membidangi bidang pendidikan di Komisi IX beliau mengemukakan, pustakawan harus lebih pro aktif dan berinovasi untuk meningkatkan budaya minat baca, mulai dari hulu sampai hilir, artinya pustakawan untuk membenahi seluruh jenis perpustakaan seluruh Indonesia. Pustakawan perlu untuk merumuskan bahwa secara umum kompetensi adalah kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan, sikap, nilai perilaku serta karakteristik pustakawan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan secara optimal. Konsep kemampuan mengandung suatu makna adanya semacam tenaga atau kekuatan yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat mental. Pengertian ini menunjukkan adanya suatu kekuatan nyata yang dapat diperlihatkan seseorang melalui tindakan:

  1. Kompetensi Profesional: terkait dengan pengetahuan bidang sumber-sumber informasi: teknologi, manajemen, pelatihan dan kemampuan menggunakan pengetahuan sebagi dasar layanan perpustakaan dan informasi.
  2. Kompetensi Individual: merupakan satu kesatuan ketrampilan, perilaku dan nilai yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja efektif.

Jadi dengan adanya kompetensi yang seharusnya dimilki pustakawan, akan menjamin terwujudnya layanan yang bermutu. Oleh karena itu, untuk menjadi pustakawan harus ada persyaratan minimal yang dimiliki dan sesudah menjadi pustakawan harus berupaya meningkatkan kompetensi tersebut. Kompetensi pustakawan harus selalu ditingkatkan secara berkelanjutan. Untuk mengatasi tantangan yang semakin berat dan kompleks, dalam mendukung terwujudnya sistem layanan bertaraf internasional, mau tidak mau pustakawan harus memiliki kompetensi profesional dan kompetensi pribadi. Berjalan regulasi perobahan di negeri kita mau tidak mau pustakawan untuk menjadi profesiaonal dan tantangan yang dihadapi saat ini.

Dalam hal ini perlu diperhatikan adanya komponen peningkatan kompetensi antara lain:

  1. Menguasai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan serta integritas pustakawan.
  2. Mempunyai kewenangan dan tanggungjawab yang diberikan kepada pustakawan.
  3. Mengembangkan dan mengelola jasa informasi yang nyaman, mudah diakses dan murah sesuai dengan arahan strategi organisasi.
  4. Menggunakan teknologi informasi yang sesuai untuk mengadakan, mengorganisasikan dan mendiseminasikan informasi.
  5. Meningkatkan jasa informasi secara berkelanjutan untuk menjawab tantangan dan perkembangan peran pustakawan selama ini membantu pengguna untuk mendapatkan informasi dengan bimbingan pemakai agar pencarian informasi dapat efisien, efektif, tepat sasaran, serta tepat waktu.

Perkembangan teknologi informasi menuntut peran pustakawan lebih ditingkatkan sehingga dapat berfungsi sebagai mitra bagi para pencari informasi. Dalam Undang-undang tentang Perpustakaan disebutkan bahwa penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan perpustakaan mengacu pada standar nasional perpustakaan. Salah satu butir standar nasional perpustakaan adalah standar tenaga perpustakaan.

Lebih lanjut dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud standar tenaga perpustakaan mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi. Jelas sekali bahwa kompetensi pustakawan merupakan unsur penting di samping kualifikasi akademik dan sertifikasi. Persoalannya adalah bagaimana cara mengukur bahwa seorang pustakawan sudah berkompeten atau belum? Oleh karena itu diperlukan standar kompetensi pustakawan dari segi akedemik dan mampu mengatasi segala tantangan permasalahan perpustakaan di Indonesia.

Standar Kompetensi Pustakawan

Untuk mengetahui seorang pustakawan mempunyai kompetensi atau tidak, seberapa tingkat kompetensinya diperlukan adanya acuan. Acuan itulah yang disebut standar. Adanya standar kompetensi pustakawan sangat diperlukan. Paling tidak ada tiga pihak yang mempunyai kepentingan terhadap standar kompetensi pustakawan. Pertama adalah perpustakaan. Bagi perpustakaan, standar kompetensi pustakawan dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk merekrut pustakawan dan mengembangkan program pelatihan agar tenaga perpustakaan mempunyai kompetensi atau meningkatkan kompetensinya. Kedua adalah lembaga penyelengara sertifikasi pustakawan. Bagi lembaga sertifikasi pustakawan, standar kompetensi pustakawan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam melakukan penilaian kinerja pustakawan dan uji sertifikasi terhadap pustakawan. Sedangkan pihak ketiga adalah pustakawan. Bagi pustakawan standar kompetensi pustakawan dapat dipergunakan sebagai acuan untuk mengukur kemampuan diri untuk memegang jabatan pustakawan.

Sayangnya standar kompetensi pustakawan di Indonesia sampai saat ini masih dalam proses penyusunan. Namun demikian agar tenaga perpustakaan dan pustakawan dapat mempersiapkan diri sambil menunggu terbitnya standar kompetensi pustakawan, maka dipandang perlu mengetahui kompetensi apa yang seharusnya dipenuhi oleh seorang pustakawan.

The Special Library Association pada tahun 2003 telah merumuskan kompetensi pustakawan. Walaupun rumusan tersebut sebetulnya diperuntukan bagi pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus, namun dapat dipergunakan sebagai acuan sementara dan tentunya memerlukan sedikit penyesuaian. Seperti sudah disebutkan di atas bahwa The Special Library Association membedakan kompetensi menjadi 2 jenis yaitu kompetensi profesional dan kompetensi personal/individu.

Berikut adalah kompetensi profesional yang seharusnya dimiliki oleh pustakawan :

Untuk kompetensi personal/individu, semua butir-butir kompetensi tersebut di atas seharusnya wajib dimiliki oleh pustakawan.

Sertifikasi Pustakawan

Sertifikat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai surat tanda atau surat keterangan (pernyataan tertulis) atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti suatu kejadian. Sertifikat pustakawan adalah surat bukti kompetensi pustakawan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Proses kebijakan dan pelaksanaan untuk mengeluarkan sertifikat dapat disebut sertifikasi. Seperti sudah diuraikan di atas bahwa rumusan standar kompetensi pustakawan masih dalam proses, ini merupakan langkah awal dalam sertifikasi pustakawan. Penyusunan standar kompetensi yang masih dalam proses tersebut melibatkan beberapa pihak meliputi organisasi profesi, Badan Kepegawaian Nasional, Menpan, BNSP, Depnaker, para pakar pustakawan dan lembaga pendidikan perpustakaan (Kismiyati, 2008). Penulis berharap standar kompetensi pustakawan segera dirumuskan. Langkah selanjutnya adalah menentukan lembaga mana yang akan diberi wewenang untuk mengeluarkan sertifikat pustakawan. Sampai saat ini juga belum ada kepastian tentang lembaga mana yang akan diberi wewenang mengeluarkan sertifikat pustakawan. Yang jelas lembaga tersebut harus independen dan mempunyai kredibilitas, integritas dan tanggungjawab yang tinggi.

Persoalan kemudian adalah bagaimana agar sertifikasi bisa meningkatkan kualitas kompetensi pustakawan? Filosofi dasarnya adalah bahwa sertifikasi pustakawan merupakan sarana atau instrumen untuk meningkatkan kualitas kompetensi pustakawan. Sertifikasi bukan merupakan tujuan, melainkan sarana untuk mencapai suatu tujuan, yakni keberadaan pustakawan yang berkualitas. Oleh karena itu, perlu dibangun kesadaran dan pemahaman bersama bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas dan meningkatkan kualifikasi akademiknya.

Penutup

Tantangan perpustakaan di masa mendatang akan semakin berat dan kompleks. Tuntutan pemustaka akan kebutuhan informasi terus meningkat. Perpustakaan harus meningkatkan sistem layanannya agar kebutuhan informasi penggunanya dapat dipenuhi dengan cepat, tepat, efektif, dan efisien. Dalam rangka mendukung terwujudnya perpustakaan yang handal tersebut, maka diperlukan pustakawan yang memiliki kompetensi yang tinggi baik kompetensi profesional dan kompetensi personal/individu. Pengembangan pustakawan yang  berkualitas dan berkompeten merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian serius ketika ingin membangun suatu perpustakaan yang ideal.

Bangsa Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Ini merupakan intervensi langsung dalam bentuk kebijakan untuk meningkatkan kualitas layanan perpustakaan dan kualitas pustakawan. Semoga kebijakan ini dapat memberikan inspirasi kepada pustakawan dan calon pustakawan untuk dengan sungguh-sungguh menekuni profesinya. Semoga!

Jakarta, 10 Juni 2020

Referensi :

1.Perpustakaan Nasional RI : 2015, Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya : Jakarta, Perpustakaan Nasional RI

2. duiastuti2106.bloksport.com. dikases tgl 20 Desember 2019, jam.13.00

3. lib.un.ac.id/index.phd/2018,diakses tgl 23 Desember 2019, jam.10

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles